Showing posts with label Vagga Ketiga. Show all posts
Showing posts with label Vagga Ketiga. Show all posts

Monday, September 08, 2008

Cula Saropama Sutta

CULA SAROPAMA SUTTA

Sumber : Kitab Suci Sutta Pitaka II, Modul 7-12

  1. Demikianlah yang saya dengar
    Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada di Jetavana, taman milik Anathapindika, Savatthi.

  2. Kemudian Brahmana Pingalakoccha pergi menemui Sang Bhagava, saling memberi salam, setelah saling menyapa dengan sopan, ia duduk. Lalu ia berkata kepada Sang Bhagava: "Samana Gotama, ada petapa-petapa dan para brahmana, masing-masing dengan sanghanya, dengan kelompoknya, memimpin, sebuah kelompok, masing-masing seorang filosof yang terkenal dan dipandang oleh banyak orang sebagai orang suci -yang saya maksudkan adalah Purana Kassapa, Makhali Gosala, Ajita Kesakambali, Pakuddha Kaccayana, Sanjaya Belatthiputta, dan Nigantha Nataputta -mereka semua mempunyai pengetahuan seperti yang mereka nyatakan, atau tak satupun dari mereka yang mempunyai pengetahuan, di antara mereka ada yang memiliki pengetahuan (abhinna) atau ada yang tidak memiliki pengetahuan."

    "Cukup, brahmana, apakah mereka semua mempunyai pengetahuan seperti yang mereka minta, tak satupun dari mereka atau beberapa dari mereka tidak beberapa dari mereka, biarkanlah itu, saya akan mengajarkan kamu dhamma, brahmana. Dengarkan dan perhatikan dengan baik apa yang saya katakan."

    "Baiklah, Bhante," jawab Pingalakoccha. Selanjutnya Sang Bhagava berkata:

  3. "Misalnya, seseorang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana dalam pencarian bagian tengah kayu yang keras, lalu melihat sebuah pohon besar yang mempunyai bagian tengah kayu yang keras, melewati bagian tengah kayu yang keras dan bagian yang basah, kulit dalamnya dan luar, ia memotong ranting-ranting dan daun-daun, lalu membawanya dengan berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras; kemudian seorang dengan penglihatan yang baik, melihatnya untuk memperhatikan perbuatannya dan berkata: "Apa pun yang akan dilakukan oleh orang ini dengan bagian tengah kayu yang keras, maksudnya tidak akan terpenuhi.""

  4. "Misalnya, seseorang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana dalam pencarian bagian tengah kayu yang keras, lalu melihat sebuah pohon besar yang mempunyai bagian tengah kayu yang keras, melewati bagian tengah kayu yang keras dan bagian yang basah, memotong kulit dalamnya dan luar, lalu membawanya dengan berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras; kemudian seorang dengan penglihatan yang baik, melihatnya untuk memperhatikan perbuatannya dan berkata: "Apa pun yang akan dilakukan oleh orang ini dengan bagian tengah kayu yang keras, maksudnya tidak akan terpenuhi.""

  5. "Misalnya, seseorang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana dalam pencarian bagian tengah kayu yang keras, lalu melihat sebuah pohon besar yang mempunyai bagian tengah kayu yang keras, melewati bagian tengah kayu yang keras dan bagian yang basah, memotong kulit dalamnya, lalu membawanya dengan berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras; kemudian seorang dengan penglihatan yang baik, melihatnya untuk memperhatikan perbuatannya dan berkata: "Apa pun yang akan dilakukan oleh orang ini dengan bagian tengah kayu yang keras, maksudnya tidak akan terpenuhi.""

  6. "Misalnya, seseorang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana dalam pencarian bagian tengah kayu yang keras, lalu melihat sebuah pohon besar yang mempunyai bagian tengah kayu yang keras, melewati bagian tengah kayu yang keras dan memotong bagian yang basah, lalu membawanya dengan berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras; kemudian seorang dengan penglihatan yang baik, melihatnya untuk memperhatikan perbuatannya dan berkata: "Apa pun yang akan dilakukan oleh orang ini dengan bagian tengah kayu yang keras, maksudnya tidak akan terpenuhi.""

  7. "Misalnya, seseorang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana dalam pencarian bagian tengah kayu yang keras lalu melihat sebuah pohon besar yang mempunyai bagian tengah kayu yang keras, ia memotong bagian tengah kayu yang keras, lalu membawanya dengan berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras; kemudian seorang dengan penglihatan yang baik, melihatnya untuk memperhatikan perbuatannya dan berkata: "Apa pun yang akan dilakukan oleh orang ini dengan bagian tengah kayu yang keras, maksudnya akan terpenuhi.""

  8. "Brahmana, demikian pula, ini beberapa orang karena keyakinan, meninggalkan kehidupan duniawi menjadi tak berumah-tangga, berpikir: "Saya adalah korban dari kelahiran, lahir dan mati, dari kesedihan-kesedihan dan dukacita, kesakitan, ratapan, dan keputusasaan. Saya adalah korban penderitaan, mangsa dari penderitaan. Secara pasti akhir dari seluruh penderitaan yang besar ini dapat diketahui." Jika ia melakukan, ia memperoleh hasil yang besar, kehormatan dan kemashyuran. Dia senang dengan itu dan keinginannya yang terpenuhi. Dengan catatan ia memuji dirinya sendiri dan menghina orang lain yaitu: "Saya mempunyai hasil, saya dikenal, tetapi bhikkhu-bhikkhu ini tidak diketahui, tanpa catatan."

    "Dengan begitu ia membangkitkan ketidakadaan keinginan untuk melakukan tindakan,ia tidak melakukan usaha, untuk merealisasi dhamma lain yang lebih tinggi daripada hasil yang diperolehnya, kehormatan dan kemashyuran dan yang lebih tinggi daripada itu."

    "Saya mengatakan orang ini seperti seseorang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana dalam pencarian bagian tengah kayu yang keras, lalu melihat sebuah pohon besar yang mempunyai bagian tengah kayu yang keras, melewati bagian tengah kayu yang keras dan bagian yang basah, memotong kulit dalamnya dan luar, lalu membawanya dengan berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras, maka apa pun yang akan dilakukan oleh orang ini dengan bagian tengah kayu yang keras, maksudnya tidak akan terpenuhi.""

  9. "Ada beberapa orang yang berdasarkan pada keyakinan meninggalkan pemuasan duniawi menjadi tanpa berumah-tangga, berpikir: "Saya adalah korban dari kelahiran, lahir dan kematian, dan penderitaan dan ratapan, kesakitan, dukacita dan keputusasaan. Saya adalah seorang korban penderitaan, sasaran dari penderitaan. Secara pasti akhir dari seluruh penderitaan yang besar ini dapat diketahui." Jika ia telah melakukannya, ia memperoleh hasil yang besar, kehormatan dan kemashyuran. Ia tidak senang dengan ini dan keinginannya dipenuhi. Ia tidak memuji dirinya sendiri dan menghina orang lain. Ia menimbulkan keinginan untuk melakukan dan membuat usaha-usaha untuk menyadari dhamma yang lain yang lebih tinggi daripada basil itu, kehormatan dan kemashyuran dan lebih unggul daripada itu; ia tidak bergantung dan menurun. Ia mencapai kebajikan yang sempurna. Ia senang dengan kebajikan yang sempurna dan keinginannya terpenuhi."

    "Dengan catatan ia memuji dirinya sendiri dan menghina orang lain: "Saya seorang yang saleh, mempunyai sifat yang baik, tetapi bhikkhu-bhikkhu yang lain ini tidak saleh, dan mempunyai kelakuan yang jahat." Maka ia membangkitkan ketidakinginan untuk melakukan tindakan, ia tidak berusaha untuk merealisasi dhamma-dhamma lain yang tinggi daripada konsentrasi yang sempurna, membuat bersifat masa bodoh.

    "Saya berkata bahwa orang ini seperti seorang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana dalam pencarian bagian tengah kayu yang keras, lalu melihat sebuah pohon besar yang mempunyai bagian tengah kayu yang keras, melewati bagian tengah kayu yang keras dan bagian yang basah, memotong kulit dalamnya, lalu membawanya dengan berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras; maka apa pun yang akan dilakukan oleh orang ini dengan bagian tengah kayu yang keras, maksudnya tidak akan terpenuhi.""

  10. "Di sini beberapa orang karena keyakinan, meninggalkan kehidupan duniawi menjadi tak berumahtangga, berpikir: "Saya korban dari kelahiran, lahir dan mati, kesedihan dan ratapan, kesakitan, duka cita dan keputusasaan. Saya adalah seorang korban penderitaan, mangsa dari penderitaan. Secara pasti akhir dari seluruh penderitaan yang besar itu dapat diketahui." Jika ia telah melakukannya, ia mendapatkan hasil yang besar, kehormatan dan kemashyuran. Ia tidak senang dengan itu dan keinginannya tidak terpenuhi. Ia tidak memuji dirinya sendiri dan menghina orang lain. Ia mempunyai keinginan untuk bertindak dan membuat usaha untuk menyadari dhamma yang lain yang lebih tinggi dan unggul dari itu."

    "Ia tidak bergantung dan tidak merosot. Ia mencapai kebajikan yang sempurna. Ia senang dengan itu, tetapi keinginannya tidak terpenuhi. Ia tidak memuji diri sendiri dan menghina orang lain. Ia ingin bertindak, dan membuat usaha, untuk menyadari dhamma yang lain yang lebih tinggi dari kebajikan yang sempurna. Ia tidak bergantung dan merosot. Ia mencapai konsentrasi yang sempurna. Ia senang dan keinginannya terpenuhi. Berdasarkan hal itu ia memuji dirinya sendiri dan menghina orang lain: "Saya berkonsentrasi, pikiran saya terpusat, tetapi bhikkhu-bhikkhu ini tidak terkonsentrasi dan pikiran mereka kacau." Maka ia membangkitkan ketidakinginan untuk berbuat, ia tidak berusaha untuk merealisasikan dhamma-dhamma yang lebih tinggi daripada konsentrasi sempurna, ia bersikap masah bodoh."

    "Saya berkata orang ini seperti orang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana dalam pencarian bagian tengah kayu yang keras, lalu melihat sebuah pohon besar yang mempunyai bagian tengah kayu yang keras, melewati bagian tengah kayu yang keras dan bagian yang basah, memotong kulit dalamnya, lalu membawanya dengan berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras; maka apa pun yang akan dilakukan oleh orang ini dengan bagian tengah kayu yang keras, maksudnya tidak akan terpenuhi."

  11. "Di sini ada beberapa orang yang berdasarkan pada keyakinan, meninggalkan kehidupan duniawi menjadi tak berumah-tangga, berpikir: "Saya adalah korban dari kelahiran, lahir dan mati, dari kesedihan dan ratapan, kesakitan duka cita dan keputusasaan. Saya adalah korban dari penderitaan, mangsa dari penderitaan. Secara pasti akhir dari seluruh penderitaan ini dapat diketahui." Jika ia telah melakukannya, ia memperoleh hasil yang besar, kehormatan dan kemashyuran. Ia tidak senang dengan ini dan keinginannya tidak dipenuhi. Dengan catatan, ia tidak membanggakan dirinya sendiri dan menghina yang lain. Ia mempunyai keinginan untuk bertindak, dan ia membuat usaha, untuk menyadari dhamma yang lebih tinggi daripada hasil, kehormatan dan kemashyuran dan lebih unggul daripada itu."

    "Ia tidak bergantung dan mengalami kemerosotan. Ia mencapai kebajikan yang sempurna. Ia senang dengan pencapaiannya itu, namun keinginannya belum terpenuhi. Berdasarkan hal itu ia tidak membanggakan dirinya sendiri dan menghina orang lain. Ia membangkitkan keinginan berbuat, berusaha untuk merealisasi dhamma-dhamma yang lebih tinggi dari kebajikan sempurna. Ia tidak bersikap masa bodoh. Ia mencapai konsentrasi sempurna. Ia sedang senang dengan itu tetapi keinginannya belum terpenuhi. Berdasarkan hal itu, ia tidak memuji dirinya sendiri dan menghina orang lain. Ia membangkitkan keinginan untuk berbuat, ia berusaha untuk merealisasikan dhamma-dhamma yang lebih tinggi daripada konsentrasi sempurna. Ia tidak masa bodoh. Ia mencapai pengetahuan dan penglihatan (nanadassana). Ia senang dengan hal itu dan keinginannya terpenuhi. Berdasarkan hal itu ia memuji dirinya sendiri dan menghina orang lain: "Saya hidup mengetahui dan melihat, tetapi bhikkhu-bhikkhu ini hidup tanpa mengetahui dan melihat." Maka ia membangkitkan ketidakinginan untuk berbuat, ia tidak berusaha untuk merealisasi dhamma-dhamma lain yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan. Ia bersikap masa bodoh."

    "Saya berkata bahwa orang ini seperti seorang yang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana mencari bagian tengah kayu yang keras melihat sebuah pohon yang mempunyai bagian tengah kayu yang keras, dan melewati bagian tengah kayu yang keras, ia memotong bagian kayu yang basah dan membawanya, berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras; maka apa pun yang ia lakukan dengan bagian tengah kayu yang keras, maksudnya tidak akan terpenuhi."

  12. "Di sini ada beberapa orang yang berdasarkan keyakinan, meninggalkan kehidupan duniawi menjadi hidup tanpa berumah-tangga .... Ia mendapat hasil yang besar, kehormatan dan pujian. Ia tidak senang dengan itu, keinginannya tidak terpenuhi .... Ia mencapai kebajikan sempurna. Ia senang dengan itu, namun keinginannya belum terpenuhi .... Ia mencapai pengetahuan dan penglihatan. Ia senang dengan itu tetapi keinginannya belum terpenuhi. Berdasarkan hal itu ia tidak memuji dirinya sendiri dan menghina orang lain. Ia membangkitkan keinginan untuk berbuat, ia berusaha untuk merealisasi dhamma-dhamma lain yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan dan melebihi itu. Ia tidak masa bodoh. Tetapi apakah dhamma-dhamma yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan dan melebihi itu?"

  13. "Brahmana, dalam hal ini, dengan menjauhi keingian nafsu, jauh dari dhamma-dhamma yang tak bermanfaat, ia mencapai dan berada dalam Jhana I, yang disertai vitakka dan vicara, dengan kegiuran serta kebahagiaan yang dihasilkan oleh ketenangan. Ini dhamma yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan."

  14. "Dengan melenyapkan vitakka dan vicara, ia mencapai dan berada dalam Jhana II disertai keyakinan diri, pikiran terpusat dan kegiuran yang dihasikan oleh pemusatan pikiran. Ini dhamma yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan."

  15. "Selanjutnya, dengan melenyapkan kegiuran, ia seimbang, pikiran terpusat dan sadar, dengan kebahagiaan tubuh, ia mencapai dan berada dalam Jhana III, yang dinyatakan oleh para Ariya sebagai: "Ia mencapai keadaan yang menyenangkan karena memiliki keseimbangan dan pikiran waspada sekali."
    Ini dhamma yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan."

  16. "Kemudian, dengan menghilangkan kebahagiaan dan ketidaksenangan dari tubuh (sukha-dukkha) dan setelah terlebih dahulu melenyapkan kegiuran dan kesedihan, ia mencapai dan berada dalam Jhana IV dengan 'bukan sakit ataupun bukan kebahagiaan', kesadaran yang suci karena keseimbangan (upekha).
    Ini dhamma yang lebih tinggi daripada, pengetahuan dan penglihatan."

  17. "Setelah dengan sempurna melampaui pencerapan jasmani (rupasanna) dan lenyapnya pencerapan ketidaksenangan (patighasanna, tanpa memperhatikan) pencerapan perbedaan (nanattasanna), menyadari "ruang tanpa batas", ia mencapai dan berada dalam 'keadaan ruang tanpa batas' (akasanancayatana).
    Ini dhamma yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan."

  18. "Setelah dengan sempurna melampaui 'keadaan ruang tanpa batas', menyadari 'kesadaran tanpa batas', ia mencapai dan berada dalam 'keadaan kesadaran tanpa batas' (vinnanancayatana).
    Ini dhamma yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan."

  19. "Setelah dengan sempurna melampaui 'keadaan kesadaran tanpa batas', menyadari 'kekosongan', ia mencapai dan berada dalam 'keadaan kekosongan' (akincannayatana).
    Ini dhamma yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan."

  20. "Setelah dengan sempurna melampaui 'keadaan kekosongan', ia mencapai dan berada dalam 'keadaan bukan pencerapan atau pun tidak bukan pencerapan' (n'evasanna nasannayatana).
    Ini dhamma yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan."

  21. "Setelah dengan sempurna melampaui 'keadaan bukan pencerapan ataupun tidak bukan pencerapan', ia mencapai dan berada dalam 'lenyapnya pencerapan dan perasaan' (sannavedayitanirodha).
    Semua kotoran batinnya (asava) lenyap oleh pengetahuan dan penglihatan (nanadassana). Ini dhamma yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan."

  22. "Saya berkata orang ini seperti seorang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana dalam pencarian bagian tengah kayu yang keras, lalu melihat sebuah pohon besar yang_mempunyai bagian tengah kayu yang keras, ia memotong bagian tengah kayu yang keras, lalu membawanya dengan berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras; maka apa pun yang akan dilakukannya pada bagian tengah kayu yang keras itu, maksudnya akan terpenuhi."

  23. "Brahmana, hidup ini tidak mempunyai keuntungan, kehormatan dan kemashyuran tidak ada gunanya, tidak ada kebajikan yang sempurna, atau konsentrasi yang sempurna, atau pengetahuan dan khayalan. Tetapi tidak dapat disangkal pembebasan pikiran merupakan tujuan dari kehidupan suci. Inilah 'bagian tengah kayu yang keras' dan akhirnya."
    Ketika ini dikatakan Brahmana Pingalakoccha berkata kepada Sang Bhagava: "Menakjubkan, Samana Gotama! Menakjubkan ....! Mulai hari ini semoga Samana Gotama menerima saya sebagai upasaka yang telah berlindung kepada-Nya selama hidup."

Maha Saropama Sutta

MAHA SAROPAMA SUTTA (29)
Khotbah Besar tentang Perumpamaan Inti-kayu

Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya II

  1. [192]Demikian yang saya dengar. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Rajagaha di gunung Puncak Burung Nasar, tak lama setelah Devadatta pergi.246 Di sana, mengacupada Devadatta, Yang Terberkahi berbicara kepada para bhikkhu demikian:

  2. “Di sini, para bhikkhu, beberapa orang karena keyakinan pergi dari kehidupan berumah menuju tak-berumah, karena mempertimbangkan: ‘Aku adalah korban kelahiran, penuaan, dan kematian, kesedihan, ratap tangis, rasa sakit, kesengsaraan, dan keputus-asaan; aku adalah korban penderitaan, mangsa penderitaan. Sudah pasti, akhir dari seluruh massa penderitaan ini bisa diketahui.' Setelah meninggalkan keduniawian demikian, dia mendapat perolehan, kehormatan, dan ketenaran. Dia senang dengan perolehan, penghormatan, dan ketenaran itu, dan niatnya terpenuhi. Karena itu, dia memuji dirinya sendiri dan merendahkan orang-orang lain demikian: ‘Aku mendapat perolehan, penghormatan, dan ketenaran, sedangkan bhikkhu-bhikkhu lain ini tidak dikenal sama sekali.” Dia menjadi mabuk dengan perolehan, penghormatan, dan ketenaran itu, menjadi lalai, jatuh ke dalam kelalaian, dan karena lalai, dia hidup di dalam penderitaan.

    “Andaikan saja seseorang yang membutuhkan inti-kayu, mencari inti-kayu, berkelana mencari inti-kayu, sampai pada satu pohon besar yang tinggi dan memiliki inti-kayu. Dia melewatkan inti-kayunya, kayu lunaknya, kulit dalamnya, dan kulit luarnya, namun memotong ranting dan daunnya dan memnbawanya pergi karena berpikir itu adalah inti-kayunya. Orang yang berpenglihatan baik, ketika melihatnya, mungkin berkata: ‘Orang yang baik ini tidak mengetahui inti-kayu, kayu lunak, kulit dalam, kulit luar, atau ranting dan daun. Jadi, sementara membutuhkan inti-kayu, mencari inti-kayu, berkelana mencari inti-kayu, dia sampai pada satu pohon besar yang tinggi dan memiliki inti-kayu. Dia melewatkan inti-kayunya, kayu lunaknya, kulit dalamnya, dan kulit luarnya, dia memotong ranting dan daun dan membawanya pergi karena berpikir itu adalah inti-kayunya, Apa pun yang harus dibuat oleh orang yang baik ini dengan inti-kayu itu, tujuannya tidak akan terpenuhi.' Demikian pula, para bhikkhu, di sini beberapa manusia pergi meninggalkan keduniawian karena keyakinan …[193]…dia hidup di dalam penderitaan. Bhikkhu ini disebut orang yang telah mengambil ranting dan daun kehidupan suci dan berhenti dengan hal itu.
  3. “Di sini, para bhikkhu, beberapa orang karena keyakinan pergi dari kehidupan berumah menuju tak-berumah, karena mempertimbangkan: ‘Aku adalah korban kelahiran, penuaan, dan kematian, kesedihan, ratap tangis, rasa sakit, kesengsaraan, dan keputus-asaan; aku adalah korban penderitaan, mangsa penderitaan. Sudah pasti, akhir dari seluruh massa penderitaan ini bisa diketahui.' Setelah meninggalkan keduniawian demikian, dia mendapat perolehan, kehormatan, dan ketenaran. Dia senang dengan perolehan, penghormatan, dan ketenaran itu, dan niatnya terpenuhi. Karena itu, dia tidak memuji dirinya sendiri dan tidak merendahkan orang-orang lain. Dia tidak menjadi mabuk dengan perolehan, penghormatan, dan ketenaran itu; dia tidak menjadi lalai dan tidak jatuh ke dalam kelalaian, karena rajin, dia memperolah mencapaian moralitas. Dia senang dengan pencapaian moralitas dan niatnya terpenuhi. Karena itu, dia memuji dirirnya sendiri dan merendakan orang-orang lain demikian: ‘Aku bermoral, berwatak baik, tetapi bhikkhu-bhikkhu lain ini tidak bermoral, berwatak jahat.' Dia menjadi mabuk dengan pencapaian moralitas, menjadi lalai, jatuh ke dalam kelalaian, dan karena lalai, dia hidup di dalam penderitaan.

    “Andaikan saja seseorang yang membutuhkan inti-kayu, mencari inti-kayu, berkelana mencari inti-kayu, sampai pada satu pohon besar yang tinggi dan memiliki inti-kayu. Dia melewatkan inti-kayunya, kayu lunaknya, kulit dalamnya, namun dia memotong kulit luarnya dan membawanya pergi karena berpikir itu adalah inti-kayunya. Orang yang berpenglihatan baik, ketika melihatnya, mungkin berkata: ‘Orang yang baik ini tidak mengetahui inti-kayu…atau ranting dan daun. Jadi, sementara membutuhkan inti-kayu…dia memotong kulit luarnya dan membawanya pergi karena pergi karena berpikir itu adalah inti-kayunya. Apa pun yang harus dibuat oleh orang yang baik ini dengan inti-kayu itu, tujuannya tidak akan terpenuhi.' Demikian pula, para bhikkhu, di sini beberapa manusia pergi meninggalkan keduniawian karena keyakinan…dia hidup di dalam penderitaan. [194] Bhikkhu ini disebut orang yang telah mengambil kulit luar kehidupan suci dan berhenti dengan hal itu.

  4. “Di sini, para bhikkhu, beberapa orang karena keyakinan pergi dari kehidupan berubah menuju tak-berumah, karena mempertimbangkan: ‘Aku adalah korban kelahiran, penuaan, dan kematian, kesedihan, ratap tangis, rasa sakit, kesengsaraan, dan keputus-asaan; aku adalah korban penderitaan, mangsa penderitaan. Sudah pasti, akhir dari seluruh massa penderitaan ini bisa diketahui.' Setelah meninggalkan keduniawian demikian, dia mendapat perolehan, kehormatan, dan ketenaran. Dia tidak senang dengan perolehan, penghormatan, dan ketenaran itu, dan niatnya tidak terpenuhi….Karena rajin, dia memperoleh pencapaian moralitas. Dia senang dengan pencapaian moralitas itu, namun niatnya tidak terpenuhi. Karena itu, dia tidak memuji dirinya sendiri dan tidak merendahkan orang-orang lain. Dia tidak menjadi mabuk dengan pencapaian moralitas itu; dia tidak menjadi lalai dan tidak jatuh ke dalam kelalaian. Karena rajin, dia memperoleh pencapaian konsentrasi. Dia senang dengan pencapaian konsentrasi dan niatnya terpenuhi. Karena itu, dia memuji dirinya sendiri dan merendahkan orang-orang lain demikian: ‘Aku terkonsentrasi, pikiranku menyatu, tetapi bhikkhu-bhikkhu lain ini tidak terkonsentrasi dan pikiran mereka tercerai-berai.' Dia menjadi mabuk dengan pencapaian konsentrasi itu, menjadi lalai, jatuh ke dalam kelalaian, dan karena lalai, dia hidup di dalam penderitaan. “Andaikan saja seseorang yang membutuhkan inti-kayu, mencari inti-kayu, berkelana mencari inti-kayu, sampai pada satu pohon besar yang tinggi dan memiliki inti-kayu. Dia melewatkan inti-kayunya, dan kayu lunaknya, namun dia memotong kulit dalamnya dan membawanya pergi karena berpikir itu adalah inti-kayunya. Orang yang berpenglihatan baik, ketika melihatnya, mungkin berkata: ‘Orang yang baik ini tidak mengetahui inti-kayu….atau ranting dan daun. Jadi, sementara membutuhkan inti-kayu…dia memotong kulit dalamnya dan membawanya pergi karena berpikir itu adalah inti-kayunya. Apapun yang harus dibuat oleh orang yang baik ini dengan inti-kayu itu, tujuannya tidak akan terpenuhi.' Demikian pula, para bhikkhu, di sini beberapa manusia pergi meninggalkan keduniawian karena keyakinan…dia hidup di dalam penderitaan. [195] Bhikkhu ini disebut orang yang telah mengambil kulit dalam kehidupan suci dan berhenti dengan hal itu.
  5. “Di sini, para bhikkhu, beberapa orang karena keyakinan pergi dari kehidupan berumah menuju tak-berumah, karena mempertimbangkan: ‘Aku adalah korban kelahiran, penuaan, dan kematian, kesedihan, ratap tangis, rasa sakit, kesengsaraan dan keputus-asaan; aku adalah korban penderitaan, mangsa penderitaan. Sudah pasti, akhir dari seluruh massa penderitaan ini bisa diketahui.' Setelah meninggalkan keduniawian demikian, dia mendapat perolehan, kehormatan, dan ketenaran. Dia tidak senang dengan perolehan, penghormatan, dan ketenaran itu, dan niatnya tidak terpenuhi…Karena rajin, dia memperoleh pencapaian moralitas. Dia senang dengan pencapaian moralitas itu, namun niatnya tidak terpenuhi….Karena rajin, dia memperoleh pencapaian konsentrasi. Dia senang dengan pencapaian konsentrasi, namun niatnya tidak terpenuhi. Karena itu, dia tidak memuji dirinya sendiri dan tidak merendahkan orang-orang lain. Dia tidak mabuk dengan pencapaian konsentrasi; dia tidak menjadi lalai dan tidak jatuh ke dalam kelalaian. Karena rajin, dia mencapai pengetahuan dan visi.347 Dia senang dengan pengetahuan dan visi dan niatnya terpenuhi. Karena itu, dia memuji dirinya sendiri dan merendahkan orang-orang lain demikian: ‘Aku hidup dengan mengetahui da melihat, tetapi bhikkhu-bhikkhu lain ini hidup tanpa mengetahui dan melihat.' Dia menjadi mabuk dengan pengetahuan dan visi itu, menjadi lalai, jatuh ke dalam kelalaian, dan karena lalai, dia hidup di dalam penderitaan.

    “Andaikan saja seseorang yang membutuhkan inti-kayu, mencari inti-kayu, berkelana mencari inti-kayu, sampai pada satu pohon besar yang tinggi dan memiliki inti-kayu. Dia melewatkan inti-kayunya, namun dia memotong kayu lunaknya dan membawanya pergi karena berpikir itu adalah inti-kayunya. Orang yang berpenglihatan baik, ketika melihatnya, mungkin berkata: ‘Orang yang baik ini tidak mengetahui inti-kayu…atau ranting dan daun. Jadi, sementara membutuhkan inti-kayu…dia memotong kayu lunaknya dan membawanya pergi karena berpikir itu adalah inti-kayunya. Apa pun yang harus dibuat oleh orang yang baik ini dengan inti-kayu itu, tujuannya tidak akan terpenuhi.' [196] Demikian pula, para bhikkhu, di sini beberapa manusia pergi meninggalkan keduniawian karena keyakinan…dia hidup di dalam penderitaan. Bhikkhu ini disebut orang yang telah mengambil; kayu lunak kehidupan suci dan berhenti dengan hal itu.

  6. “Di sini, para bhikkhu, beberapa orang karena keyakinan pergi dari kehidupan berumah menuju tak-berumah, karena mempertimbangkan: ‘Aku adalah korban kelahiran, penuaan, dan kematian, kesedihan, ratap tangis, rasa sakit, kesengsaraan dan keputus-asaan; aku adalah korban penderitaan, mangsa penderitaan. Sudah pasti, akhir dari seluruh massa penderitaan ini bisa diketahui.' Setelah meninggalkan keduniawian demikian, dia mendapat perolehan, kehormatan, dan ketenaran. Dia tidak senang dengan perolehan, penghormatan, dan ketenaran itu, dan niatnya tidak terpenuhi…Karena rajin, dia memperoleh pencapaian moralitas. Dia senang dengan pencapaian itu, namun niatnya tidak terpenuhi…Karena rajin, dia memperoleh pencapaian konsentrasi. Dia senang dengan pencapaian konsentrasi, namun niatnya tidak terpenuhi…Karena rajin, dia mencapai pengetahuan dan visi. Dia senang dengan pengetahuan dan visi itu, tetapi niatnya tidak terpenuhi. Karena itu, dia tidak memuji dirinya sendiri dan tidak merendahkan orang-orang lain. Dia tidak mabuk dengan pencapaian pengetahuan dan visi; dia tidak menjadi lalai dan jatuh ke dalam kelalaian. Karena rajin, dia mencapai pembebasan yang abadi. Tidaklah mungkin bagi bhikkhu itu untuk terjatuh dari pembebasan abadi itu.348

    “Andaikan saja seseorang yang membutuhkan inti-kayu, mencari inti-kayu, berkelana mencari inti-kayu, sampai pada satu pohon besar yang tinggi dan memiliki inti-kayu. Dia memotong inti kayunya saja dan membawanya pergi karena mengetahui itu adalah inti-kayunya. Orang yang berpenglihatan baik, ketika melihatnya, mungkin berkata: “orang yang baik ini mengetahui inti-kayu, kayu lunak, kulit dalam, kulit luar, atau ranting dan daun. Jadi, sementara membutuhkan inti-kayu, mencari inti-kayu, berkelana mencari inti-kayu, [197] dia sampai pada satu pohon besar yang tinggi dan memiliki inti-kayu. Dia memotong hanya inti-kayunya saja dan membawanya pergi karena mengetahui itu adalah inti-kayunya. Apa pun yang harus dibuat oleh orang yang baik ini dengan inti-kayu itu, tujuannya akan terpenuhi.' Demikian pula, para bhikkhu, di sini beberapa manusia pergi meninggalkan keduniawian karena keyakinan…Karena rajin, dia mencapai pembebasan abadi. Dan tidaklah mungkin bagi bhikkhu itu untuk terjatuh dari pembebasan abadi itu.349

  7. “Jadi para bhikkhu, kehidupan suci ini tidak memiliki perolehan, penghormatan, dan ketenaran sebagai manfaatnya, atau pencapaian moralitas sebagai manfaatnya, atau pencapaian konsentrasi sebagai manfaatnya, atau pengetahuan serta visi sebagai manfaatnya. Tetapi, pembebasan pikiran yang tak tergoyahkan inilah yang merupakan tujuan dari kehidupan suci, inti-kayunya, tujuan akhirnya.”

    Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Para bhikkhu merasa puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.

Catatan :

(346) Setelah Devadatta rtidak berhasil mencoba membunuh Sang Buddha dan merampas kendali atas Sangha, dia memisahkan diri dari Sang Buddha dan mencoba membentuk sektenya sendiri dengan dia sebagai pemimpinnya. Lihat Nanamoli, The Life of the Buddha, hal. 266-69.

(347) “Pengetahuan dan pandangan” (nanadassana) di sini mengacu pada mata dewa (MA), yaitu kemampuan untuk melihat bentuk-bentuk halus yang tidak terlihat oleh pandangan normal.

(348) Terjemahan ini mengikuti edisi BBS dan SBJ, yang terbaca asamayavimokkham di dalam kalimat yang mendahuluinya, dan asamayavimuttiya di dalam kalimat ini. Edisi PTS, yang mendasari terjemahan Horner dan Nm, jelas-jelas salah menuliskan samaya di dalam dua kata majemuk dan thanam, bukannya atthanam. MA menyebutkan Patisambhidamagga (ii.40) untuk definisi dari asamayavimokkha (harafiah, pembebasan bukan-sementara, atau “abadi”) sebagai empat jalan, empat buah, dan Nibbana, dan dari samayavimokkha (pembebasan sementara) sebagai empat jhana dan empat pencapaian tanpa-bentuk. Lihat juga MN 122.4.

(349) “Pembebasan pikiran yang tak tergoyahkan” adalah buah dari tingkat Arahat (MA). Dengan demikian, “pembebasan abadi”-yang mencakup semua empat jalan dan buahnya-memiliki lingkup arti yang lebih luas daripada “pembebasan pikiran yang tak tergoyahkan”, yang dinyatakan”, yang dinyatakan justru menjadi tujuan kehidupan suci.

Maha Hatthipadopama Sutta

MAHAHATTHIPADOPAMA SUTTA

Sumber : Kitab Suci Sutta Pitaka II, Modul 7-12

  1. Demikianlah yang saya dengar
    Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada di Jetavana, taman milik Anathapindika, Savatthi. Di tempat itu Bhikkhu Sariputta berkata kepada para bhikkhu: "Avuso."
    "Ya, Avuso," jawab mereka.
    Selanjutnya, Bhikkhu Sariputta berkata:

  2. "Teman-teman, seperti halnya jejak kaki semua makhluk hidup yang berjalan dapat dimasukan ke dalam jejak kaki gajah, karena dianggap jejak kaki gajah adalah yang terbesar di antara semuanya, demikian juga Dhamma-dhamma yang menguntungkan, mereka semua dapat dimasukkan ke dalam Empat Kesunyataan Mulia. Ke dalam empat hal apakah?"

  3. "Ke dalam Kesunyataan Mulia tentang adanya Dukkha, ke dalam Kesunyataan Mulia tentang awal mula dukkha, ke dalam Kesunyataan Mulia tentang terhentinya Dukkha dan ke dalam Kesunyataan Mulia tentang Jalan Menuju Terhentinya Dukkha."

  4. "Apakah Kesunyataan Mulia tentang adanya Dukkha? Kelahiran adalah Dukkha, umur tua adalah Dukkha, kematian adalah Dukkha; penderitaan dan penyesalan, sakit, kesedihan dan putus asa adalah Dukkha; tidak mendapatkan suatu yang diinginkan adalah Dukkha; pokoknya lima kelompok yang terpengaruh oleh kemelekatan adalah Dukkha."

  5. "Dan apakah lima kelompok yang terpengaruh oleh kemelekatan? Mereka adalah kelompok bentuk yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok perasaan yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok pencerapan yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok bentuk pikiran yang terpengaruh oleh kemelekatan dan kelompok kesadaran yang terpengaruh oleh kemelekatan."

  6. "Apakah kelompok bentuk yang terpengaruh oleh kemelekatan? Itu adalah empat unsur dasar utama dan setiap bentuk yang ditimbulkannya."

  7. "Apakah empat unsur dasar utama itu? Mereka adalah unsur tanah, unsur air, unsur api dan unsur udara."

    (Tanah)

  8. "Apakah unsur tanah itu? Unsur tanah dapat merupakan suatu yang berada di dalam atau di luar seseorang."

    "Apakah unsur tanah yang berada di dalam diri seseorang? Apapun yang terdapat dalam diri seseorang, milik seseorang, yang berbentuk padat, dapat dipadatkan dan melekat padanya, misalnya, rambut kepala, bulu badan, kuku-kuku, gigi-gigi, daging, otot-otot, tulang-tulang, tulang rawan, jantung, ginjal, lever, isi perut, limpa, paru-paru, usus, batas rongga perut dan dada, tenggorokan, kotoran, atau apa saja yang ada pada seseorang, milik seseorang, yang berbentuk padat, dapat dipadatkan dan melekat: ini disebut sebagai unsur tanah dalam diri seseorang."

    "Nah unsur tanah, baik yang berada di dalam atau di luar diri seorang, secara singkat disebut unsur tanah. Hal ini harus dilihat dengan pengertian benar sebagaimana mestinya sehingga: "Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah kepunyaanku."

    "Bila seseorang melihat hal ini dengan pengertian benar sebagaimana mestinya, dia tidak akan terpengaruh dengan emosinya terhadap unsur tanah ini, dia menghindarkan nafsu terhadap unsur tanah ini dari pikirannya."

  9. "Nah, ada kemungkinan unsur tanah yang berada di luar diri seseorang terganggu sehingga unsur itu rusak."

  10. "Walaupun unsur tanah di luar diri seseorang demikian besar, hal ini dilukiskan sebagai suatu yang tidak kekal, suatu yang dapat rusak, suatu yang dapat lenyap, suatu yang dapat berubah, demikian halnya dengan tubuh ini, yang melekat oleh nafsu dan berlangsung sementara? Tidak ada sesuatu yang dapat dianggap sebagai Aku, Milikku atau Adalah aku.

  11. "Karenanya, (setelah melihat unsur ini sebagaimana mestinya) bila orang lain menipu dan mengkritik dengan kasar, mengutuk dan mengancam seorang bhikkhu, dia mengerti: "Perasaan sakit dari telinga sedang muncul dalam diriku. Yang mana bergantung dan bukanlah suatu yang bebas sifatnya. Bergantung dengan apa? Bergantung dengan kontak." Kemudian ia melihat bahwa kontak itu sendiri tidaklah kekal, perasaan itu tidaklah kekal, pencerapan itu tidaklah kekal, bentuk pikiran itu tidaklah kekal. Dan pikirannya yang sudah menangkap objek (bagian dari kelompok bentuk), membuat suatu unsur pendukung, memasukinya (objek pikiran yang baru kini sudah kuat) dan mendapatkan kepercayaan, kekuatan dan pendirian."

  12. "Nah, bila orang lain menyerang bhikkhu itu dengan kepalan tinju, bongkahan tanah, tongkat atau pisau secara tidak diharapkan, tidak disengaja atau secara kebetulan, dia mengerti: "Tubuh ini adalah suatu di mana kontak dengan kepalan tinju, bongkahan tanah, tongkat dan pisau terjadi. Tetapi ini telah dikatakan Sang Bhagava dalam percakapannya tentang perumpamaan gergaji. Walaupun bandit-bandit dengan buasnya memotong dahan-dahan kayu dengan gergaji, seorang yang penuh dengan kebencian di dalam hatinya tak akan dapat melaksanakan ajaranku. Karenanya energi yang tak kenal lelah harus kubangkitkan dan pikiran yang tenang tercipta, tubuhku akan tenang dan tidak terpengaruh, pikiranku akan terkonsentrasi dan menyatu. Dan sekarang biarlah kontak dengan tinju, bongkah tanah, tongkat dan pisau terjadi pada diriku. Karena ini adalah pesan Para Buddha bagaimana menerima suatu hasil dari kamma."

  13. "Bila seseorang mengingat Buddha, Dhamma dan Sangha, ketenangan batin tidak muncul sebagai suatu dukungan yang bermanfaat, lalu dia membangkitkan perasaan menekan seperti ini: "Ini tak berarti bagiku, ini tak menguntungkan bagiku, ini tak baik bagiku, ini buruk bagiku, jika aku mengingat Buddha, Dhamma dan Sangha tapi ketenangan batin tak timbul sebagai suatu hal yang bermafaat." Seperti ketika seorang menantu perempuan memperhatikan mertua laki-lakinya, ia mempunyai perasaan mengabdikan diri, demikian juga, bila seorang Bhikkhu ... hal menguntungkan dan berguna."

  14. "Tetapi bila seorang Bhikkhu mengingat Buddha, Dhamma dan Sangha sehingga ketenangan batin timbul sebagai suatu dukungan yang bermanfaat, dia akan merasa puas. Dalam hal ini, teman, banyak hal yang telah dilakukan oleh bhikkhu tersebut."

    (Air)

  15. "Apakah unsur air itu? Unsur air itu dapat berada di dalam diri seseorang atau di luar diri seseorang."

    "Apakah unsur air yang berada dalam diri seseorang?"

    "Apapun yang berada di dalam diri seseorang, milik seseorang, berupa air, bersifat cair dan melekat, yaitu air empedu, lendir, nanah, darah, keringat, gajih, air mata, minyak, air ludah, dahak, minyak persendian, air seni, atau apa saja yang berada di dalam diri seseorang, milik seseorang, yang berbentuk air, bersifat cair dan melekat."

    "Nah unsur air, baik yang berada di dalam atau di luar diri seseorang, secara singkat disebut unsur air. Hal ini harus dilihat dengan pengertian benar sebagaimana mestinya sehingga: "Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah kepunyaanku."

    "Bila seseorang melihat hal ini dengan pengertian benar sebagaimana mestinya, dia tidak akan terpengaruh dengan emosinya terhadap unsur air ini, dia menghindarkan nafsu terhadap unsur air ini dari pikirannya."

  16. "Ada kemungkinan bahwa unsur air itu terganggu, ia akan menghanyutkan desa, kota kecil, kota besar, wilayah dan suatu propinsi. Ada kemungkinan air di samudra luas tenggelam seratus league... dua ratus league... tujuh ratus league. Ada kemungkinan air di samudra luas dalamnya setinggi tujuh pohon palem, dalamnya setinggi enam pohon palem,... dua pohon palem, hanya sebuah pohon palem. Ada kemungkinan air di samudra dalamnya setinggi tujuh badan orang dewasa, enam... hanya setinggi badan seorang dewasa. Ada kemungkinan air di samudra setinggi setengah badan orang dewasa, hanya setinggi pinggang, hanya setinggi dengkul, hanya setinggi mata kaki. Ada kemungkinan air di samudra tidak cukup untuk membasahi bahkan disentuh oleh tangan."

  17. "Walaupun unsur air di luar diri seseorang, demikian besar, hal ini dilukiskan sebagai suatu yang tidak kekal, suatu yang dapat rusak, suatu yang dapat lenyap, suatu yang dapat berubah, demikian pula dengan tubuh ini, yang melekat oleh nafsu dan berlangsung sementara? Tidak ada sesuatu yang dapat dianggap sebagai Aku, Milikku atau Adalah aku.

  18. - 21. "Karenanya, (setelah melihat unsur ini sebagaimana mestinya) bila orang lain menipu...(ulang paragrap 11-14)... banyak hal yang telah dilakukan oleh Bhikkhu tersebut."

    (Api)

  1. "Apakah unsur api itu? Unsur api itu dapat berada di dalam diri seseorang atau di luar diri seseorang."

    "Apakah unsur api yang berada dalam diri seseorang?"

    "Apapun yang berada di dalam diri seseorang, milik seseorang, yang berupa api, bersifat api dan melekat, yaitu suatu yang hangat, bertahan/berjangka waktu, dipakai, yang mana dimakan, diminum, dikunyah, dan dikecap atau ditelan, atau apa saja yang berada di dalam diri seseorang, milik seseorang, yang berupa api, bersifat panas dan melekat: ini disebut unsur di dalam diri seseorang."

    "Nah unsur api, baik yang berada di dalam atau di luar diri seorang secara singkat disebut unsur api. Hal ini harus dilihat dengan pengertian benar sebagaimana mestinya sehingga: "Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah kepunyaanku."

    "Bila seseorang melihat hal ini dengan pengertian benar sebagaimana mestinya, dia tidak akan terpengaruh dengan emosinya terhadap unsur api ini, dia melenyapkan nafsu terhadap unsur api ini dari pikirannya."

  2. "Ada kemungkinan unsur api di luar badan manusia ini terganggu. Ia akan membakar habis sebuah desa, kota kecil, kota besar, wilayah atau propinsi dan negara. Api membakar rumput hijau atau sebuah batu atau sebuah jalan, air atau udara terbuka, hanya untuk mencari bahan bakar. Bahkan ada kemungkinan orang akan membuat api dengan cakar ayam atau tulang ikan."

  3. "Walaupun unsur api di luar diri seseorang, demikian besar, hal ini dilukiskan sebagai suatu yang tidak kekal, suatu yang dapat rusak, suatu yang dapat lenyap, suatu yang dapat berubah, demikian halnya dengan tubuh ini, yang melekat oleh nafsu dan berlangsung sementara? Tidak ada sesuatu yang dapat dianggap sebagai "Aku", "Milikku" atau "Adalah aku"."

  4. - 28. "Karenanya, (setelah melihat unsur ini sebagaimana mestinya) bila orang lain menipu...(ulang paragrap 11-14)... banyak hal yang telah dilakukan oleh Bhikkhu tersebut."

    (Udara)

  1. "Apakah unsur udara itu? Unsur udara itu dapat berada di dalam diri seseorang atau di luar diri seseorang."

    "Apakah unsur udara yang berada dalam diri seseorang?"

    "Apapun yang berada di dalam diri seseorang, milik seseorang, berupa udara, bersifat udara dan melekat, yaitu tekanan udara yang naik, tekanan udara yang menurun, tekanan udara di dalam perut, tekanan udara dalam usus, tekanan udara yang tersebar di semua anggota tubuh, dalam nafas, atau apa saja yang berada di dalam diri seorang, milik seseorang, yang berupa udara, bersifat udara dan melekat: ini yang disebut dengan unsur udara yang berada di dalam diri seseorang."

    "Nah unsur udara, baik yang berada di dalam atau di luar diri seorang, secara singkat disebut unsur udara. Hal ini harus dilihat dengan pengertian benar sebagaimana mestinya sehingga: Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah kepunyaanku."

    "Bila seseorang melihat hal ini dengan pengertian benar sebagaimana mestinya, dia tidak akan terpengaruh emosinya terhadap unsur api ini, dia menghindarkan nafsu terhadap unsur udara ini dari pikirannya."

  2. "Ada kemungkinan unsur udara di luar badan manusia ini terganggu. Ia akan menyapu habis sebuah desa, kota kecil, kota besar, wilayah atau propinsi dan negara. Ada kemungkinan pada masa akhir musim panas, ketika orang mencari angin dengan kipas angin atau lobang angin bahkan jalinan tali rumbai, tetapi tidak berputar."

  3. "Walaupun unsur udara di luar diri seseorang, demikian besar, hal ini dilukiskan sebagai suatu yang tidak kekal, suatu yang dapat rusak, suatu yang dapat lenyap, suatu yang dapat berubah, demikian halnya dengan tubuh ini, yang melekat oleh nafsu dan berlangsung sementara? Tidak ada sesuatu yang dapat dianggap sebagai "Aku", "Milikku" atau "Adalah aku"."

  4. - 35. "Karenanya, (setelah melihat unsur ini sebagaimana mestinya) bila orang lain menipu... (ulang paragrap 11-14)... banyak hal yang telah dilakukan oleh Bhikkhu tersebut."
  1. "Seperti sebuah ruangan ditutup oleh balok kayu, tanaman dan tanah, maka timbulah istilah "rumah". Demikian juga bila sebuah ruangan ditutup oleh tulang-tulang dan otot-otot, daging dan kulit, sehingga timbullah istilah tubuh."

  2. "Bila landasan mata seseorang masih sempurna tetapi tidak ada bentuk luar yang memasuki pintu kesadarannya dan tidak ada hubungan kesadaran yang semestinya, maka tidak ada pembentukan pada tingkat kesadaran itu. Bila landasan mata seseorang masih sempurna dan ada bentuk luar yang memasuki pintu kesadarannya tetapi tidak ada hubungan kesadaran yang semestinya, maka tidak ada pembentukan pada tingkat kesadaran itu. Tetapi bila landasan mata seseorang masih sempurna, kemudian ada bentuk luar yang memasuki pintu kesadarannya dan adanya hubungan kesadaran yang semestinya, maka terjadilah pembentukan pada tingkat kesadaran itu."

  3. "Bentuk apapun yang demikian, termasuk kelompok bentuk yang dipengaruhi kemelekatan. Perasaan apapun yang demikian, termasuk kelompok perasaan dipengaruhi kemelekatan. Pencerapan apapun yang demikian, termasuk kelompok pencerapan yang dipengaruhi kemelekatan. Bentuk pikiran apapun yang demikian, termasuk kelompok bentuk pikiran yang dipengaruhi kemelekatan. Kesadaran apapun yang demikian, termasuk kelompok kesadaran yang dipengaruhi kemelekatan."

    "Dia mengerti bagaimana hal ini dirangkum, dimasukkan, dikumpulkan ke dalam kelompok lima yang dipengaruhi oleh kemelekatan ini. Sang Bhagava pernah mengatakan begini: "Dia yang melihat asal mula ketergantungan melihat Dhamma: Dia yang melihat Dhamma dan melihat asal mula ketergantungan." Lima kelompok yang dipengaruhi kemelekatan ini, timbul secara bergantungan. Keinginan untuk mengandalkan, menyetujui atau menerima, lima kelompok yang dipengaruhi oleh kemelekatan ini, adalah asal mula penderitaan. Melenyapkan dan meninggalkan nafsu dan keinginan untuk hal-hal tersebut adalah terhentinya penderitaan. Sampai pada keadaan ini, telah banyak yang dikerjakan oleh bhikkhu tersebut."

  4. - 40. "Bila landasan telinga seseorang berfungsi dengan baik tetapi tidak ada objek suara yang memasuki pintu kesadarannya... (lihat paragrap 37-38)... telah banyak yang dikerjakan oleh bhikkhu tersebut."
  1. - 42. "Bila landasan hidung seseorang berfungsi dengan baik tetapi tidak ada objek bau yang memasuki pintu kesadarannya... telah banyak yang dikerjakan oleh bhikkhu tersebut."
  1. - 44. "Bila landasan lidah seseorang berfungsi dengan baik tetapi tidak ada objek rasa yang memasuki pintu kesadarannya... telah banyak yang dikerjakan oleh bhikkhu tersebut."
  1. - 46. "Bila landasan tubuh seseorang berfungsi dengan baik tetapi tidak ada objek sentuhan yang memasuki pintu kesadarannya... telah banyak yang dikerjakan oleh bhikkhu tersebut."
  1. - 48. "Bila pikiran seseorang berfungsi dengan baik tetapi tidak ada obyek Dhamma yang memasuki pintu kesadarannya... telah banyak yang dikerjakan oleh bhikkhu tersebut."

    Inilah yang dikatakan oleh Bhikkhu Sariputta. Para bhikkhu merasa puas dan bergembira dengan kata-kata beliau.

Cula Hatthipadopama Sutta

CULA HATTHIPADOPAMA SUTTA

Sumber : Kitab Suci Sutta Pitaka II, Modul 7-12
Oleh : Corneles Wowor, MA.

Demikianlah yang saya dengar.

Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada di Jetavana, taman milik Anathapindika, Savatthi. Pada waktu itu, di siang hari, Brahmana Janussoni mengendarai kereta yang ditarik oleh kuda-kuda betina berwarna putih, melewati Savatthi. Dia melihat Petapa Pilotika datang, ketika ia melihatnya, ia bertanya: "Dari mana Guru Vacchayana datang pada siang hari begini?"

"Saya baru saja mengunjungi petapa Gotama."

"Bagaimana guru Vacchayana dapat membayangkan kebijaksanaan (panna) petapa Gotama? Apakah dia seorang ahli (pandita) atau tidak?"

"Bagaimana saya mengetahui keahlian kebijaksanaan petapa Gotama? Tentu saja, seorang yang sepadan dengannya yang dapat mengetahui kebijaksanaan petapa Gotama."

"Guru Vacchayana memuji Sang Petapa Gotama dengan pujian yang benar-benar tinggi."

"Bagaimana saya memuji, Sang Petapa Gotama? Petapa Gotama dipuji oleh para pemuji-sebagai yang terbaik di antara para dewa dan manusia."

"Faedah apa yang diketahui oleh guru Vacchayana sehingga dia yakin terhadap Petapa Gotama."

"Misalnya, seorang pandai mengukir patung gajah pergi ke hutan gajah, dia melihat di hutan gajah, sebuah jejak kaki gajah yang besar panjang dan lebar, dia akan menyimpulkan: "Ini adalah seekor gajah jantan yang besar." Demikian juga, begitu saya melihat empat jejak kaki pada Petapa Gotama, saya menyimpulkan: "Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna, Dhamma telah dibabarkan dengan baik, Sangha telah memasuki jalan yang baik. Apakah empat tanda jejak kaki itu?

"Saya telah melihat beberapa kesatria yang ahli, pandai dan mengetahui teori-teori lain seperti orang yang membagi rambut (teliti sekali): seseorang akan membayangkan bagaimana mereka akan memusnahkan pandangan-pandangan (salah) dengan menggunakan pengetahuan yang mereka miliki. Mereka mendengar: "Petapa Gotama akan mengunjungi sebuah kota atau desa." Maka mereka membuat sebuah pertanyaan begini: "Bila dia ditanya begini, maka dia akan menjawab begini, dan kita akan membuktikan bahwa teorinya salah; juga bila dia ditanya begitu maka dia akan menjawab begitu, sekali lagi kita akan membuktikan bahwa teorinya salah "Mereka mendengar" Petapa Gotama telah datang mengunjungi kota atau desa tersebut." Lalu mereka pergi menemui Petapa Gotama. Petapa Gotama mengajarkan, mendorong, membangkitkan dan memberi harapan mereka dengan kotbah Dhamma. Sesudah itu mereka tidak banyak bertanya lagi, jadi bagaimana mereka dapat membuktikan bahwa teorinya salah? Sedangkan mereka pada akhirnya menjadi murid-muridnya (savaka). Ketika saya melihat jejak kaki pertama Petapa Gotama, saya menyimpulkan: "Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna, Dhamma telah dibabarkan dengan baik, Sangha telah memasuki jalan yang baik."

"Juga, saya telah melihat beberapa brahmana yang ahli, pandai .... jejak kaki yang ke dua .... sangha telah memasuki jalan yang baik."

"Begitu pula,saya telah melihat beberapa perumah-tangga (gahapati) yang ahli, pandai ..., jejak kaki ketiga ....sangha telah memasuki jalan baik."

"Demikian pula; telah melihat beberapa petapa yang ahli, pandai dan mengetahui teori-teori lain seperti orang yang membagi rambut (teliti sekali): seseorang akan membayangkan bagaimana mereka akan memusnahkan pandangan-pandangan (salah) dengan menggunakan pengetahuan yang mereka miliki. Mereka mendengar: "Petapa Gotama akan mengunjungi sebuah kota atau desa." Maka mereka membuat sebuah pertanyaan begini: "Bila dia ditanya begini, maka dia akan menjawab begini, dan kita akan membuktikan bahwa teorinya salah; juga bila dia ditanya begitu maka dia akan menjawab begitu, sekali lagi kita akan membuktikan bahwa teorinya salah "Mereka mendengar" Petapa Gotama datang mengunjungi kota atau desa tersebut." Lalu mereka pergi menemui Petapa Gotama. Petapa Gotama mengajarkan, mendorong, membangkitkan dan memberi harapan mereka dengan kotbah Dhamma. Sesudah itu mereka tidak banyak bertanya lagi, jadi bagaimana mereka dapat membuktikan bahwa teorinya salah? Sedangkan mereka pada akhirnya mohon kepada Petapa Gotama agar mereka diterima menjadi bhikkhu, Beliau mengupasampadakan mereka menjadi bhikkhu. Tak lama setelah mereka menjadi bhikkhu, mereka mengasingkan diri, rajin, bersemangat dan waspada, di tempat itu, pada kehidupan sekarang ini juga, dengan kemampuan batin (abhinna) mereka merealisasikan kehidupan suci yang merupakan tujuan akhir dari meninggalkan berumah-tangga.

Mereka menyatakan: "Mereka hampir tersesat, hampir tidak menyelesaikan tugas, karena dulu kami menganggap bahwa kami adalah samana tetapi kami tidak, kami menganggap bahwa kami adalah brahmana tetapi kami tidak, kami menganggap bahwa kami adalah arahat tetapi kami tidak; tetapi sekarang kami adalah samana, brahmana dan arahat." Ketika saya melihat jejak kaki keempat Petapa Gotama, saya menyimpulkan: "Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna, Dhamma telah dibabarkan dengan baik, Sangha telah memasuki jalan yang baik."

"Segera ketika saya melihat empat jejak kaki Sang Bhagava ini, saya menyimpulkan: "Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna, Dhamma telah dibabarkan dengan baik, Sangha telah memasuki jalan yang baik."

Pada waktu hal ini dikatakan, Brahmana Janussoni turun dari kereta kudanya yang ditarik kuda-kuda betina putih, mengatur jubahnya pada salah satu bahunya, ia beranjali ke arah di mana Sang Buddha berada dan menyerukan pernyataan tiga kali: "Terpujilah Sang Bhagava, Arahat dan telah mencapai penerangan sempurna (Namo tassa Bhagavato arahato sammasambuddhassa)."

Kemudian Brahmana Janussoni menemui Sang Bhagava, memberi salam, dan setelah percakapan yang bersahabat dan sopan selesai, ia duduk. Setelah itu, dia menceritakan semua percakapannya dengan Petapa Pilotika. Setelah hal itu dikatakannya, Sang Bhagava berkata: "Brahmana, dalam hal ini perumpamaan jejak kaki gajah (hatthipadopamo) belumlah selesai diterangkan secara rinci. Karena itu dengarkan bagaimana hal ini dijelaskan dengan rinci dan perhatikan apa yang akan Kukatakan."

"Baiklah bhante," jawab Brahmana Janussoni.

Sang Bhagava berkata begini: "Brahmana, seorang pandai kayu, pengukir patung gajah, pergi ke sebuah hutan gajah, dan dia melihat di hutan gajah itu sebuah jejak kaki gajah yang besar, memanjang dan melebar; seorang pematung gajah yang bijaksana tidak akan segera menyimpulkan: 'Ini adalah gajah jantan dan besar pula.' Mengapa begitu? Di dalam sebuah hutan gajah ada beberapa gajah betina yang tinggi dan gading yang kuat, yang mempunyai jejak kaki yang besar. Ini mungkin jejak kaki salah satu dari mereka. Dia mengikuti jejak itu. Sehingga ia melihat di hutan gajah itu sebuah jejak besar kaki gajah yang besar, melebar dan memanjang, dan tanda gesekan di pohon : seorang pematung gajah yang bijaksana tidak akan segera menyimpulkan :'Ini adalah seekor gajah jantan dan besar pula.' Mengapa begitu? Di dalam sebuah hutan gajah ada beberapa gajah betina yang tinggi dengan gading yang kuat, yang mempunyai jejak kaki yang besar. Ini mungkin jejak kaki salah satu dari mereka. Dia mengikuti jejak itu. Sehingga dia melihat di dalam hutan gajah itu sebuah jejak kaki gajah yang melebar dan memanjang, tanda gesekan di pohon dan tanda goresan dari gading gajah; seorang pematung gajah yang bijaksana tidak segera menyimpulkan: 'Ini adalah seekor gajah jantan dan besar pula.' Mengapa begitu? Di dalam sebuah hutan gajah ada beberapa gajah betina tinggi, bergading dan mempunyai jejak kaki yang besar. Ini mungkin jejak kaki salah satu dari mereka. Dia mengikuti jejak itu, sehingga dia melihat di dalam hutan gajah itu sebuah jejak kaki gajah yang melebar dan memanjang, tanda gesekan pada pohon, tanda goresan yang berasal dari gading gajah dan dahan-dahan yang patah. Dia melihat gajah jantan tersebut di bawah pohon atau di udara terbuka, sedang berjalan atau berdiri, duduk atau berbaring. Dia menyimpulkan: 'Inilah gajah besar yang dimaksud.'

"Brahmana begitu juga, Tathagata muncul di dunia sebagai Arahat Samma Sambuddha, sempurna pengetahuan serta tindak-tanduk-Nya, Sempurna menempuh Jalan, Pengenal semua alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, guru para dewa dan manusia, yang sadar dan yang mulia.

"Dia menyatakan kepada dunia, termasuk para dewa, mara dan orang-orang suci; kepada para manusia, petapa,brahmana serta para raja, apa yang Ia telah realisasikan dengan pengetahuan langsung (abhinna)"

"Dia mengajarkan Dhamma yang baik pada awalnya, baik pada pertengahannya dan baik pada akhirnya, dengan arti dan kalimat yang benar serta Dia memberitakan sebuah kehidupan suci yang sangat sempurna dan murni.

"Seorang perumah tangga atau anaknya dari keluarga tertentu mendengar Dhamma. Setelah mendengar Dhamma, muncul keyakinannya kepada Tathagata. Berdasarkan pada keyakinan itu, ia merenung: 'Kehidupan berumah tangga adalah sibuk dan kotor; kehidupan tak berumah tangga (pabbajja) terbuka lebar. Hidup berumah tangga adalah tak mungkin mempraktikkan kehidupan suci (brahmacari) dengan sempurna seperti bersihnya kulit kerang yang digosok. Andaikata aku mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning (civara) dan meninggalkan kehidupan duniawi menjadi samana (pabbajja)?' "

"Pada kesempatan lain, mungkin meninggalkan keberuntungan kecil atau besar, meninggalkan sedikit atau banyak sanak keluarga, ia mencukur kepala dan janggutnya, mengenakan jubah kuning dan meninggalkan kehidupan duniawi menjadi samana.

"Setelah meninggalkan kehidupan dunia menjadi samana dan memiliki pandangan dan latihan (sikkha) kebhikkhuan, meninggalkan pembunuhan makhluk hidup, pemukul dan senjata ditinggalkan, dengan lembut dan sayang ia hidup dengan mengasihi semua makhluk hidup.

"Meninggalkan pengambilan barang yang tidak diberikan, ia menjadi orang yang menghindari pengambilan barang yang tidak diberikan, hanya mengambil apa yang diberikan dan hanya mengharapkan apa yang diberikan, ia hidup suci tanpa mencuri.

"Meninggalkan kehidupan yang tidak suci, ia menjadi orang yang hidup suci (brahmacari), ia hidup menghindari kehidupan kasar.

"Meninggalkan ucapan bohong, ia menjadi orang yang menghindari kebohongan, ia berkata benar, taat pada kebenaran, dapat dipercaya, dapat diandalkan dan tidak menipu dunia.

"Meninggalkan kata-kata kejam, ia menjadi orang yang menghindari kata-kata kejam: ia bukan orang yang mengulang kata-kata di tempat mana pun apa yang telah ia mendengar di sini dengan maksud menyebabkan perpecahan di sini, atau ia tidak mengulang di sini tentang apa yang telah ia dengar di tempat lain dengan maksud untuk menyebabkan perpecahan di sana; tapi ia adalah orang yang mempersatukan kembali apa yang telah pecah, mengusahakan persahabatan, menikmati persatuan menyenangi persatuan, gembira dengan persatuan, ia menjadi seorang pembicara yang mengusahakan persatuan.

"Meninggalkan kata-kata kasar, ia menjadi seorang, yang menghindari berkata kasar, ia menjadi seorang pembicara kata-kata yang bersih, enak didengar dan indah, bila dirasakan dalam hati, itu adalah sopan, diinginkan dan disenangi oleh banyak orang.

"Meninggalkan gosip, ia menjadi orang yang menghindari gosip: ia menjadi orang yang berbica pada waktu yang tepat tentang apa yang benar, berguna, dhamma, vinaya, ia menjadi dengan kata-kata yang tepat, pantas diingat, masuk akal, terukur dan berhubungan dengan kebaikan.

"Ia menghindari perbuatan merusak biji-bijian dan tanaman."
"Ia menghindari perbuatan untuk makan lewat tengah hari tidak makan pada sore dan malam hari."
"Ia menghindari berdansa, menyanyi, bermain musik dan melihat pertunjukkan."
"Ia menghindari memakai karangan bunga, wangi-wangian dan bahan rias."
"Ia menghindari memakai tempat tidur yang lebar dan tinggi."
"Ia menghindari menerima emas dan perak."
"Ia menghindari menerima jagung mentah."
"Ia menghindari menerima daging mentah."
"Ia menghindari menerima wanita dan gadis."
"Ia menghindari menerima wanita dan laki-laki yang sudah punya ikatan."
"Ia menghindari menerima kambing dan domba."
"Ia menghindari menerima ayam dan babi."
"Ia menghindari menerima gajah, ternak, kuda."
"Ia menghindari menerima tanah dan sawah."
"Ia menghindari menjadi pesuruh."
"Ia menghindari membeli dan menjual."
"Ia menghindari penipuan timbangan, logam dan ukuran."
"Ia menghindari menipu, berbohong, mengakali dan mempermainkan."
"Ia menghindari melukai, membunuh, merampok, merampas dan menganiaya."

"Ia menjadi orang yang puas dengan jubah yang menutupi badannya, dengan makanan pindapata untuk mengisi perutnya: ke mana dia pergi ia membawa itu semua bersamanya. Seperti burung yang terbang ke mana saja dengan sayapnya sendiri, begitu pula ia menjadi orang yang puas dengan jubah yang menutupi badannya, makanan pindapata untuk mengisi perutnya: ke mana dia pergi ia membawa itu semua bersamanya."

"Dengan memiliki ariya sila, ia merasakan dalam dirinya kebahagiaan yang tak tercela. Ia menjadi orang yang melihat bentuk melalui matanya, menyadari tanpa bayangan dan keistimewaan, bila ia membiarkan matanya tak terjaga, maka akusala dhamma seperti keserakahan dan pikiran jahat akan menyerangnya. Ia menjaga indera mata, ia menahan diri dengan indera mata. Sewaktu mendengar dengan telinga .... sewaktu mencium dengan hidungnya ... sewaktu mengecap dengan lidahnya ... sewaktu menyentuh dengan badannya ... sewaktu mengerti Dhamma dengan pikirannya ... ia menahan diri dengan indera pikiran. Dengan memiliki ariya sila, ia merasakan dalam dirinya kebahagiaan yang tak tercela."

"Ia menjadi orang yang bertindak dengan kesadaran penuh ketika bergerak ke depan dan ke belakang, ia bertindak dengan kesadaran penuh ketika melihat dan menengok, ia bertindak dengan kesadaran penuh ketika melentur dan merentang, ia bertindak dengan kesadaran penuh ketika mengenakan pamsakula civara, jubah dan patta, ia bertindak dengan kesadaran penuh ketika makan, minum, mengunyah dan mengecap. Ia bertindak dengan kesadaran penuh ketika buang air besar atau air kecil, ia bertindak dengan kesadaran penuh ketika berjalan, berdiri, duduk, bangun, bicara dan diam."

"Dengan memiliki sila ariya, pengendalian indera (indriya-samvara) ariya dan perhatian serta kesadaran penuh (satisampajana) ariya, ia mengasingkan diri di tempat yang sepi -di hutan, di bawah pohon, batu, jurang, gua gunung, tanah kuburan, hutan sunyi, tempat terbuka dan tumpukan jerami. Setelah kembali pindapata dan selesai makan, ia duduk bersila, menegakkan tubuhnya dan memusatkan pikiran dengan kesadaran penuh.

"Ia meninggalkan keserakahan duniawi (abhijjha loka), ia hidup dengan pikiran yang bebas dari keserakahan, ia menyucikan pikiran dari keserakahan. Ia meninggalkan kebencian dan dendam (byapadapadosa), ia hidup tanpa pikiran membenci, mengharapkan kesejahteraan semua makhluk ia membebaskan pikiran dari benci dan dendam. Ia meninggalkan kelesuan dan rasa ngantuk (thinamiddha), ia hidup tanpa kelesuan dan ngantuk, menyadari sinar, berkesadaran penuh, ia membebaskan pikiran dari kelesuan dan ngantuk. Ia meninggaikan rasa takut dan kekhawatiran (uddhaccakukkucca), ia hidup tanpa rasa takut dan kekhawatiran, ia membebaskan pikiran dari rasa takut dan cemas. Ia meninggalkan keragu-raguan (vicikiccha), ia hidup tanpa keragu-raguan dan tidak meragukan kusala dhamma, ia membebaskan pikiran dari keragu-raguan.

"Setelah meninggalkan lima rintangan (pancanivarana), pikiran kurang sempurna yang melemahkan kebijaksanaan, cukup dapat menahan diri dari nafsu indera, dapat menjauhi diri dari akusala dhamma ia mencapai dan berada dalam Jhana I yang diikuti oleh 'usaha pikiran untuk menangkap obyek' (vitakka) dan 'pikiran telah menangkap obyek' (vicara), kegiuran (piti), kebahagiaan (sukha) yang muncul karena ketenangan (viveka).

"Ini disebut suatu jejak kaki dari seorang Tathagata, tanda gesekan dan goresan dari seorang Tathagata, tetapi berdasarkan pada hal ini seorang siswa ariya (ariya savaka) belum dapat menyatakan: "Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna, Dhamma telah dibabarkan dengan baik, Sang telah memasuki jalan yang baik."

"Selanjutnya, dengan, menghilangkan vitakka dan vicara, ia mencapai dan berada dalam Jhana II, ia memiliki keyakinan diri dan pikiran terpusat (cetaso ekodibhava), tanpa vitakka dan tanpa vicara dengan piti dan sukha yang muncul karena viveka."

"Ini juga, disebut suatu jejak kaki Sang Tathagata ..."

"Selanjutnya, dengan menghilangkan piti, ia memiliki keseimbangan batin (upekha), dengan kesadaran penuh (sampajana) dan sukha, ia mencapai dan berada dalam Jhana III, tetapi seorang ariya savaka menyatakan: "Ia hidup bahagia dengan memiliki upekha dan perhatian (sati)."

"Ini juga disebut suatu jejak kaki Sang Tathagata ..."

"Selanjutnya dengan meninggalkan kebahagiaan (sukha) dan penderitaan (dukkha), dengan menghilangkan pikiran senang maupun pikiran tidak senang, ia mencapai dan berada dalam Jhana IV, yang tanpa sukha dan tanpa dukkha serta sati dan upekha yang suci."

"Ini juga disebut suatu jejak dari kaki Sang Tathagata..."

"Ketika, pikirannya yang terkonsentrasi, bersih, terang, tidak bernoda, bebas dari kotoran batin, dapat dijinakkan, terlatih, kokoh, dan mendapatkan ketenangan, ia mengarahkan dan mencondongkan pikirannya kepada pengetahuan tentang kehidupan-kehidupan yang lampau (pubbenivasanussatinana) ...(seperti dalam sutta.4 Para. 27) ... karenanya dengan pandangan dan kemampuan yang tinggi ia mengingat bermacam-macam kehidupan masa lampaunya."

"Ini juga disebut suatu jejak kaki Sang Tathagata ..."

"Ketika konsentrasi pikiran dimurnikan ....dan mendapat ketenangan, ia mengarahkan dan mencondongkan pikiran kepada pengetahuan tentang timbul dan lenyapnya makhluk (cutupapatanana) ... karena dengan mata dewanya yang bersih dan melebihi kemampuan mata manusia, ia melihat ... bagaimana makhluk-makhluk meninggal dan terlahir kembali sesuai dengan karma mereka."

"Ini juga disebut jejak kaki Sang Tathagata, tanda gesekan dan goresan seorang Tathagata, tetapi berdasarkan pada hal ini seorang ariya savaka belum dapat menyatakan: "Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna, Dhamma telah dibabarkan dengan baik. Sangha telah memasuki jalan yang baik."

"Ketika pikiran yang terkonsentrasi telah dimurnikan ... dan mendapat ketenangan, ia mengarahkan dan mencondongkan pikirannya pada pengetahuan melenyapkan kekotoran batin. Ia mengerti sebagaimana apa adanya: "Inilah dukkha" ... (Uraian rinci lihat Bhayabherava Sutta,) .... Ia mengerti sebagaimana apa adanya: Inilah jalan menuju penghentian Dukkha."

"Ini juga disebut jejak kaki Sang Tathagata, tanda gesekan dan goresan seorang Tathataga, tetapi berdasarkan pada hal ini seorang ariya savaka belum dapat menyatakan: "Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna, Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna, Sangha telah memasuki jalan yang baik."

"Mengetahui hal begitu, melihat hal begitu, batinnya terbebas dari noda nafsu indera, noda perwujudan dan noda ketidaktahuan. Ketika terbebas, muncul pengetahuan "Telah terbebas". Ia mengerti dengan jelas: "Kelahiran telah lenyap, kehidupan suci telah dilaksanakan, apa yang harus dikerjakan telah dilakukan, tidak ada yang melampauinya lagi."

"Ini juga disebut sebuah jejak kaki dari seorang Tathagata, suatu tanda gesekan dan goresan dari seorang Tathagata. Pada tingkat ini, seorang siswa ariya dapat menyatakan: "Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna, Dhamma telah dibabarkan dengan baik, Sangha telah memasuki jalan yang baik."

"Brahmana, sampai pada bagian ini, "perumpamaan tentang jejak kaki gajah" (Hattthipadapama) telah selesai diterangkan secara rinci."

Ketika hal ini selesai diuraikan, Brahmana Janussoni berkata: "Luar biasa, Gotama! Luar biasa Gotama! Dhamma telah dijelaskan dengan banyak cara oleh Gotama. Sama seperti menegakkan yang roboh, memperlihatkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan benar kepada yang tersesat, atau memberikan cahaya dalam kegelapan agar orang lain dapat melihat. Saya menyatakan berlindung pada Gotama, Dhamma dan Sangha. Sejak hari ini, semoga Gotama mengingat bahwa saya telah menyatakan berlindung kepada-Nya."

Ariyapariyesana Sutta

ARIYAPARIYESANA SUTTA (26)

Sumber : Kumpulan Sutta Majjhima Nikaya I,
Oleh : Team Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha

Demikianlah yang saya dengar:

Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada Jetavana, taman milik Anathapindika, Savatthi.

Ketika hari telah pagi, Beliau mengatur pakaian dan dengan membawa patta serta jubah-Nya, Beliau menuju Savatthi untuk menerima dana makanan.

Kemudian banyak bhikkhu menemui Bhikkhu Ananda dan berkata kepadanya: "Avuso Ananda, sudah lama kami tidak mendengar pembicaraan Dhamma dari Sang Bhagava sendiri. Alangkah baik apabila kami dapat mendengar demikian."
"Silahkan para bhikkhu pergi ke Rammaka tempat pertapaan para Brahmana; barangkali kalian akan mendengar suatu pembicaraan Dhamma dari Sang Bhagava sendiri."
"Baiklah, avuso," jawab mereka.

Ketika Sang Bhagava telah berkeliling menerima dana makanan di Savatthi dan telah kembali dari pindapata setelah bersantap, Beliau menyapa Bhikkhu Ananda, marilah kita pergi ke Pubbarama, pasangrahan milik Migaramata (Visakha) untuk istirahat sepanjang siang."
"Baiklah, Bhante," jawab Ananda. Kemudian Sang Bhagava pergi bersama Bhikkhu Ananda ke Pubbarama, pasangrahan Migara, untuk berdiam sepanjang siang.

Ketika hari telah sore, Sang Bhagava bangkit dari meditasi, dan Beliau menyapa Bhikkhu Ananda: "Ananda, marilah kita pergi ke tempat pemandian Pubbakotthaka untuk mandi."
"Baiklah, Bhante," jawab Bhikkhu Ananda.

Kemudian Sang Bhagava pergi bersama bhante Ananda ke Pubbakotthaka dan mandi. Setelah melakukan hal itu, Beliau ke luar dari air dan berdiri dalam satu jubah sambil mengeringkan badan. Bhikkhu Ananda -- berkata: "Bhante, Rammaka tempat pertapaan para Brahmana berada dekat sini. Pertapaan itu sesuai dan menyenangkan. Bhante, alangkah baiknya apabila Sang Bhagava bersedia pergi ke sana."
Sang Bhagava menyetujui dengan berdiam diri.

Kemudian Sang Bhagava menuju Rammaka tempat pertapaan para Brahmana. Pada saat itu banyak bhikkhu berkumpul bersama di sana untuk membahas Dhamma. Sang Bhagava berdiri di luar pintu menunggu akhir dari diskusi mereka. Ketika Beliau tahu bahwa diskusi telah selesai, Beliau berdehem dan mengetuk pintu. Para bhikku membuka pintu untuk Beliau. Kemudian Beliau masuk dan duduk pada tempat duduk yang telah disediakan. Setelah melakukan hal itu Beliau menyapa para bhikkhu demikian: "Para bhikkhu, apakah yang kamu sekalian diskusikan dengan berkumpul di sini sekarang? Juga apakah yang sementara ini didiskusikan dan belum diselesaikan?"
"Bhante, diskusi kami yang belum terselesaikan adalah mengenai Dhamma dan mengenai diri Sang Bhagava sendiri. Kemudian Sang Bhagava tiba."
"Bagus, para bhikkhu. Sebagai orang yang meninggalkan kehidupan duniawi yang didasarkan pada keyakinan dan hidup tak berumah-tangga, kamu sekalian berkumpul untuk mendiskusikan Dhamma. Ketika kalian berkumpul bersama maka ada dua pilihan yaitu: mendiskusikan Dhamma atau diam seperti para ariya.

Para bhikkhu, ada dua macam pencarian: pencarian luhur (ariya-pariyesana) dan pencarian rendah (anariya pariyesana).

Apakah pencarian rendah?

Dalam hal ini seseorang yang dirinya sendiri mengalami kelahiran, usia tua, penyakit, kesedihan dan kekotoran, mencari apa yang juga mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran.

Apakah yang dikatakan mengalami kelahiran? Istri dan anak-anak mengalami kelahiran, demikian juga para wanita dan pria yang berkeluarga, kambing, domba, unggas, babi, gajah, lembu, kuda-kuda jantan dan betina, berbulu emas dan perak. Inilah kehidupan yang mengalami kelahiran, seseorang yang terikat dengannya dan tak waspada sehingga terlibat padanya adalah orang yang mengalami kelahiran serta mencari apa yang juga mengalami kelahiran.

Apakah yang dikatakan mengalami usia tua? Istri dan anak-anak mengalami usia tua, demikian juga ... emas dan perak. Inilah kehidupan yang mengalami usia tua, seseorang yang terikat dengannya dan tak waspada sehingga terlibat padanya adalah orang mengalami usia tua, mencari apa yang juga mengalami usia tua.

Apakah yang dikatakan mengalami sakit? Istri dan anak-anak mengalami sakit, demikian juga ... emas dan perak. Inilah kehidupan yang mengalami sakit, seseorang yang terikat dengannya dan tak waspada sehingga terlibat padanya adalah orang mengalami sakit, mencari apa yang juga mengalami sakit.

Apakah yang dikatakan mengalami kematian? Istri dan anak-anak mengalami kematian, demikian juga ... emas dan perak. Inilah kehidupan yang mengalami kematian, seseorang yang terikat dengannya dan tak waspada sehingga terlibat padanya adalah orang mengalami sakit, mencari apa yang juga mengalami kematian.

Apakah yang dikatakan mengalami kesedihan? Istri dan anak-anak mengalami kesedihan, demikian juga ... emas dan perak. Inilah kehidupan yang mengalami kesedihan, seseorang yang terikat dengannya dan tak waspada sehingga terlibat padanya adalah orang mengalami kesedihan, mencari apa yang juga mengalami kesedihan.

Apakah yang dikatakan mengalami kekotoran batin? Istri dan anak-anak mengalami kekotoran batin, demikian juga para wanita dan pria yang berkeluarga, kambing, domba, unggas, babi, gajah, lembu, kuda-kuda jantan dan betina, berbulu emas dan perak. Inilah kehidupan yang mengalami kekotoran batin, seseorang yang terikat dengannya dan tak waspada sehingga terlibat padanya adalah orang yang mengalami kelahiran serta mencari apa yang juga mengalami kekotoran batin lahiran.
Inilah pencarian rendah.

Apakah pencarian luhur?

Dalam hal ini seseorang yang dirinya sendiri mengalami kelahiran usia tua, penyakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, mengetahui bahaya dalam dhamma seperti ini dan mencari yang tidak dilahirkan, tanpa usia tua, tanpa kesakitan, tanpa kesedihan, tanpa kotoran batin, ketenangan meditasi yang tertinggi untuk melenyapkan kotoran batin, Nibbana.
Inilah pencarian luhur.

Pencarian Penerangan Sempurna.

Para bhikkhu, sebelum mencapai penerangan sempurna, sementara saya masih seorang Bodhisatta yang belum mencapai penerangan sempurna, Saya juga, diriku sendiri mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, mencari apa yang mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran.

Saya (berpikir) demikian: 'Mengapa, dengan diriku sendiri mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, Saya mencari apa yang mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian dan kekotoran? Seandainya, diriku yang masih mengalami dhamma seperti itu, mengetahui bahaya dalam dhamma seperti itu, Saya mencari yang tidak mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, mengatasi ikatan yang kuat, yaitu Nibbana?'

Kemudian, ketika Saya masih anak-anak, seorang pemuda berambut hitam yang masih remaja, dalam masa hidupku yang pertama, aku mencukur habis rambut dan jenggotku meskipun ibu dan ayahku berkeinginan sebaliknya dan berduka dengan wajah berurai air mata. Saya mengenakan jubah kuning dan pergi meninggalkan kehidupan duniawi menuju kehidupan tak berumah-tangga (pabbaja).

Sesudah berkelana mencari apa yang bermanfaat, mencari kedamaian tertinggi yang suci, Saya pergi menemui Alara Kalama dan berkata kepadanya: 'Kawan Kalama, Saya ingin menjalani hidup suci dalam Dhamma dan Vinaya.'

Alara Kalama menjawab: 'Saudara dapat tinggal di sini. Dhamma ini adalah sedemikian, sehingga dalam waktu tidak lama seorang yang bijaksana dapat menyelami dan menghayatinya, ajaran gurunya dapat ia realisasikan sendiri dengan abhinna-nya.'

Saya dengan cepat belajar dhamma tersebut. Saya menyatakan bahwa sejauh sekedar pengucapan dan pengulangan ajarannya ketika Saya dapat berbicara dengan pengetahuan dan keyakinan, bahwa Saya tahu dan melihat juga banyak orang lain yang melakukan hal sama.

Saya(berpikir): 'Bukanlah melalui kepercayaan semata Alara Kalama membabarkan Dhammanya; (ia melakukannya) karena ia menyelami dan menghayatinya sendiri, menyadarinya sendiri melalui pengetahuan langsung. Tentulah Alara Kalama menghayati Dhamma ini dengan mengetahui dan melihat.'

Kemudian Saya menemui Alara Kalama, dan Saya berkata: 'Teman Kalama, dalam cara apa engkau menyatakan telah menyelami Dhamma ini, menyadarinya sendiri melalui abhinna?'
Ia menjawabnya dengan uraian yang didasarkan pada 'kekosongan' (akincannayatana).

Saya berpikir: 'Tidak saja Alara Kalama memiliki keyakinan; Sayapun memiliki keyakinan. Bukan hanya Alara Kalama memiliki semangat; Sayapun memiliki semangat. Bukan hanya Alara Kalama memiliki perhatian (sati); Sayapun memiliki perhatian. Bukan hanya Alara Kalama memiliki samadhi; Sayapun memiliki samadhi. Bukan hanya Alara Kalama memiliki kebijaksanaan (panna); Sayapun memiliki kebijaksanaan. Seandainya Saya melatih pengendalian diri untuk merealisasikan Dhamma yang dinyatakan telah diselaminya, direalisasikannya sendiri melalui abhinnanya?'

Saya dengan segera menghayati dan menyelami Dhamma tersebut, merealisasikannya sendiri dengan abhinna. Lalu Saya menemui Alara Kalama dan Saya berkata kepadanya: 'Kawan Alara, apakah dengan jalan ini engkau menyatakan menyelami Dhamma ini, merealisasikannya sendiri dengan abhinna?'

'Kawan, dengan jalan inilah yang saya nyatakan saya telah menghayati dan menyelami Dhamma, merealisasikannya sendiri dengan abhinna.'

'Suatu keuntungan bagi kami, kawan! Suatu keuntungan besar bagi kami, kawan! Karena kami memiliki seorang sahabat dalam kehidupan suci. Maka Dhamma yang aku nyatakan telah diselami, yang saya sendiri telah merealisasikannya dengan abhinna. Dhamma tersebut telah Anda selami dan hayati, dirimu sendiri telah merealisasikannya dengan abhinna. Dhamma tersebut saya nyatakan telah saya selami, saya sendiri telah merealisasikannya dengan abhinna. Dengan demikian Anda mengetahui Dhamma yang saya ketahui; saya mengetahui Dhamma yang Anda ketahui. Sebagaimana diriku, demikian juga dirimu; sebagaimana dirimu, demikian juga diriku. Marilah, kita pimpin bersama-sama kelompok ini.'

Demikianlah guru-Ku Alara Kalama, menempatkan diri-Ku (yang adalah siswanya) pada kedudukan yang sama dengan dirinya sendiri, dan menghargai saya dengan penghormatan tertinggi.

Saya berpikir: 'Dhamma ini tidak membawa pada pelenyapan nafsu, pada memudarnya hawa nafsu, pada penghentian, pada kedamaian, pada abhinna, pada penerangan sempurna, Nibbana, tetapi hanya didasarkan pada kekosongan (akincannayatana) saja.' Demikianlah maka Saya tidak merasa puas dengan dhamma tersebut, saya meninggalkannya.

Sesudah berkelana mencari apa yang bermanfaat, mencari kedamaian tertinggi yang suci, Saya pergi menemui Uddhaka Ramaputta dan berkata kepadanya: 'Kawan, Saya ingin menjalani hidup suci dalam Dhamma dan Vinaya.'

Uddaka Ramaputta menjawab: 'Saudara dapat tinggal di sini. Dhamma ini adalah sedemikian sehingga dalam waktu tidak lama seorang yang bijaksana dapat menyelami dan menghayatinya, sehingga ajaran gurunya ia dapat direalisasikan sendiri dengan abhinna-nya.'

Saya dengan cepat belajar dhamma tersebut. Saya menyatakan bahwa sejauh sekedar pengucapan dan pengulangan ajarannya ketika Saya dapat berbicara dengan pengetahuan dan keyakinan, bahwa Saya tahu dan melihat, juga banyak orang lain yang melakukan hal sama.

Saya (berpikir): 'Bukanlah melalui kepercayaan semata Ramaputta membabarkan Dhammanya; (ia melakukannya) karena ia menyelami dan menghayatinya sendiri, menyadarinya sendiri melalui pengetahuan langsung. Tentulah Uddaka Ramaputta menghayati Dhamma ini dengan mengetahui dan melihat.'

Kemudian Saya menemui Uddaka Ramaputta, dan Saya berkata: 'Teman Ramaputta, dalam cara apa engkau menyatakan telah menyelami Dhamma ini menyadarinya sendiri melalui abhinna?'

Ia menjawabnya dengan uraian yang didasarkan pada 'Bukan pencerapan maupun bukan tidak pencerapan (nevasanna nasannayatana)'.

Saya berpikir: 'Tidak saja Uddaka Ramaputta memiliki keyakinan; sayapun memiliki keyakinan. Bukan hanya Uddaka Ramaputta memiliki semangat; Sayapun memiliki semangat. Bukan hanya Uddaka Ramaputta memiliki perhatian (sati); Sayapun memiliki perhatian. Bukan hanya Uddaka Ramaputta memiliki samadhi; Sayapun memiliki samadhi. Bukan hanya Uddaka Ramaputta memiliki kebijaksanaan (panna); Sayapun memiliki kebijaksanaan. Seandainya Saya melatih pengendalian diri untuk merealisasikan Dhamma yang dinyatakan telah diselaminya, direalisasikannya sendiri melalui abhinna-nya?'

Saya dengan segera menghayati dan menyelami Dhamma tersebut, merealisasikannya sendiri dengan abhinna. Lalu Saya menemui Uddaka Ramaputta dan Saya berkata kepadanya: 'Kawan Ramaputta, apakah dengan jalan ini engkau menyatakan menyelami Dhamma ini, merealisasikannya sendiri dengan abhinna?'

'Kawan, dengan jalan inilah yang saya nyatakan saya telah menghayati dan menyelami Dhamma, merealisasikannya sendiri dengan abhinna.'

'Kawan, sayapun dengan jalan ini telah menghayati dan menyelami Dhamma ini, merealisasikannya dengan abhinna.'

'Suatu keuntungan bagi kami, kawan! Suatu keuntungan besar bagi kami, kawan! Karena kami memiliki seorang sahabat dalam kehidupan suci. Maka Dhamma yang aku nyatakan telah diselami, yang saya sendiri telah merealisasikannya dengan abhinna. Dhamma tersebut telah anda selami dan hayati, dirimu sendiri telah merealisasikannya dengan abhinna. Dhamma tersebut saya nyatakan telah saya selami, saya sendiri telah merealisasikannya dengan abhinna. Dengan demikian Anda mengetahui Dhamma yang saya ketahui; saya mengetahui Dhamma yang Anda ketahui. Sebagaimana diriku, demikian juga dirimu; sebagaimana dirimu, demikian juga diriku. Marilah, kita pimpin bersama-sama kelompok ini.'

Demikianlah guru-Ku Uddaka Ramaputta, menempatkan diri-Ku (yang adalah siswanya) pada kedudukan yang sama dengan dirinya sendiri, dan menghargai Saya dengan penghormatan tertinggi.

Saya berpikir: 'Dhamma ini tidak membawa pada pelenyapan nafsu, pada memudarnya hawa nafsu, pada penghentian, pada kedamaian, pada abhinna, pada penerangan sempurna, Nibbana, tetapi hanya didasarkan pada 'Bukan pencerapan juga bukan tidak pencerapan (nevasannanasannayatana)' saja. Demikianlah maka Saya tidak merasa puas dengan dhamma tersebut, saya meninggalkannya.

Masih dalam pencarian apa yang bermanfaat, mencari kedamaian tertinggi yang suci, Saya berkelana di daerah Magadha mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah saya datangi, hingga saya tiba Senanigama dekat Uruvela. Di sana Aku melihat sebidang tanah yang sesuai, sebuah hutan kecil yang menyenangkan, sungai jernih yang mengalir dengan tepi yang halus menyenangkan dan di dekatnya ada sebuah desa untuk pindapata. Demikianlah, Saya berpikir: 'Ada sebidang tanah yang sesuai, hutan kecil yang menyenangkan, sungai yang mengalir jernih dengan tepinya yang halus menyenangkan dan di dekatnya sebuah desa untuk pindapata. Ini akan menunjang penemuan bagi seseorang yang mencari penemuan.' Dan aku duduk di sana (berpikir): 'Ini akan menunjang penemuan.'

Penerangan Sempurna

Diriku sendiri yang masih mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, dengan mengetahui bahaya dalam dhamma ini, mencari yang tidak mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, penghentian yang tertinggi dari segala ikatan, yakni Nibbana, Saya mencapai tanpa kelahiran, tanpa usia tua, tanpa sakit, tanpa kematian, tanpa kesedihan, tak ternoda penghentian tertinggi dari segala ikatan, yakni Nibbana.

Pengetahuan serta pandangan muncul dalam diriku: 'Pembebasan-Ku tidak dapat dikalahkan lagi. Inilah kelahiranku yang terakhir. Tidak akan ada lagi kelahiran yang berikutnya.'

Saya berpikir: 'Dhamma yang telah Kucapai sangat mulia, sukar ditemukan. Inilah kedamaian tertinggi dan terutama (dari segala tujuan), tidak dapat dicapai oleh akal pikiran saja, halus dan hanya dialami oleh para bijaksana. Tetapi generasi ini suka, senang dan gembira pada sesuatu yang dapat disadari. Sukar bagi generasi seperti ini untuk melihat kebenaran seperti ini, yakni: sebab musabab yang saling bergantungan (paticcasamuppada), terhentinya segala bentuk (sankhara), pelepasan semua sebab pemunculan kehidupan, lenyapnya keinginan (tanhakkhaya), hilangnya nafsu indera, penghentian, Nibbana. Jika Saya mengajarkan Dhamma, orang lain tidak akan mengerti dan hal ini akan melelahkan dan mengganggu bagiku.'

Kenyataannya, segera muncul dalam diriku syair-syair yang tidak pernah terdengar sebelumnya:

Sudahlah, jangan ajarkan Dhamma
Yang bahkan bagi-Ku sukar untuk dicapai;
Karena tidak akan pernah diresapi
Oleh mereka yang hidup dalam hawa nafsu dan kebencian.
Manusia yang diliputi nafsu indera,
Dan tertutup oleh awan kegelapan, tidak akan melihat apa yang menentang arus, yang halus;
Dalam, sukar dilihat, sulit dimengerti.
Berpikir demikian, Saya memilih diam daripada mengajarkan Dhamma. Kemudian (Brahma) Dewa Sahampati mengetahui dalam pikirannya apa yang saya pikirkan, dan ia berpikir; 'Dunia akan kehilangan, dunia akan sangat kehilangan, karena jalan pikiran Sang Tathagata Sang Arahat dan yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, memilih diam daripada mengajarkan Dhamma.'

Kemudian secepat seseorang yang merentangkan tangannya yang terlipat atau melipat tangannya yang terentang, Brahma Sahampati menghilang dari alam Brahma dan muncul di hadapan-Ku. Kemudian beliau mengatur jubah atasnya sehingga menutupi satu bahu dan merangkapkan kedua telapak tangannya (beranjali) ke arah-Ku, ia berkata : 'Bhante, semoga Sang Bhagava mengajarkan Dhamma. Ada makhluk-makhluk yang hanya memiliki sedikit debu di matanya, yang akan sia-sia bila tidak mendengar tentang Dhamma. Sebagian dari mereka akan mencapai pengetahuan Dhamma tertinggi.'

Brahma Sahampati berkata seperti itu, selanjutnya ia berkata: 'Di Magadha sampai sekarang Dhamma belum dimurnikan,
Direnungkan oleh mereka yang masih ternoda.
Bukalah pintu gerbang Tanpa Kematian, biarlah mereka
Mendengar Dhamma yang telah ditemukan oleh Yang Maha Suci;
Sebagaimana seseorang melihat segenap rakyat di sekeliling
Yang berdiri di atas gundukan batu karang padat,

Selidiki, O Yang Bebas dari Kesedihan,
Petapa yang maha melihat,
Umat manusia ini diliputi oleh kesedihan
Karena Kelahiran dan Usia Tua.
Bangkitlah Pahlawan kemenangan, Pembawa - Pengetahuan
Bebas dari segala hutang dan berkelana di dunia
Membabarkan Dhamma; ada sebagian,
O Sang Bhagava, akan mengerti.'

Kemudian Saya mendengarkan permohonan Brahma. Berdasarkan kasih sayang terhadap semua makhluk Saya mengamati dunia dengan mata seorang Buddha, Saya melihat para makhluk dengan sedikit debu di mata mereka dan yang banyak debu di mata mereka, dengan kemampuan yang meyakinkan dan kemampuan kurang, dengan mutu yang baik dan mutu yang buruk, mudah diajar dan sukar diajar, dan sebagian yang hidup dengan rasa takut terhadap kebencian dan di alam lain.

Sebagaimana dalam sebuah kolam terdapat bunga-bunga teratai biru atau merah atau putih, sebagian bunga teratai yang tumbuh dan berkembang di dalam air tenggelam dalam air tanpa muncul kepermukaan, sebagian bunga teratai lain yang tumbuh dan berkembang di dalam air muncul pada permukaan air, dan sebagian bunga teratai lainnya yang tumbuh dan berkembang di dalam air bertumbuh ke permukaan air dan berdiri dengan baik, tidak basah; demikian juga, mengamati dunia dengan mata seorang Buddha .... dan sebagian yang hidup dengan rasa takut terhadap kebencian dan alam lain.

Kemudian Saya menjawab Brahma Sahampati dalam bait-bait berikut: Terbukalah untuk mereka pintu-pintu Tanpa Kematian,
Biarlah mereka yang mendengar sekarang menunjukkan keyakinannya (Bila hanya) melihat kesulitannya maka
Saya tidak berbicara pada umat manusia
Dhamma yang halus dan luhur, Brahma.
Kemudian Brahma Sahampati (berpikir): 'Aku telah memungkinkan Dhamma diajarkan oleh Sang Bhagava.' Setelah memberikan penghormatan pada-Ku, dengan Saya ada di sebelah kanannya, Brahma Sahampati pergi.

Selanjutnya Saya berpikir: 'Kepada siapa Saya harus mengajarkan Dhamma? Siapakah yang akan segera mengerti Dhamma ini?

Saya berpendapat: 'Alara Kalama bijaksana, terpelajar dan cerdas. Ia telah lama hanya memiliki sedikit debu di matanya. Bagaimana bila Saya mengajarkan Dhamma pertama-tama kepada Alara Kalama? Ia akan segera mengerti.'

Kemudian para dewa datang pada-Ku dan berkata: 'Bhante, Alara Kalama meninggal dunia tujuh hari yang lalu.' Lalu pengetahuan serta pandangan (nana-dassana) muncul dalam diriKu: 'Alara Kalama telah meninggal dunia tujuh hari yang lalu.' Saya berpikir demikian: 'Kehilangan Alara Kalama merupakan kehilangan besar. Jika ia mendengar Dhamma ini, ia akan segera mengerti.'

Kemudian Saya berpikir: 'Kepada siapa Saya akan ajarkan Dhamma? Siapakah yang akan segera mengerti Dhamma ini?'

Selanjutnya Saya pikir: 'Uddaka Ramaputta bijaksana, terpelajar dan cerdas. Ia telah lama hanya memiliki sedikit debu di matanya. Seandainya Saya mengajarkan Dhamma pertama-tama kepada Uddaka Ramaputta, ia akan segera mengerti.'

Kemudian para dewa datang pada-Ku dan berkata: 'Bhante, Uddaka Ramaputta meninggal dunia semalam.' Lalu pengetahuan serta pandangan muncul dalam diriku: 'Uddaka Ramaputta telah meninggal dunia semalam.' Saya berpikir demikian: 'Kehilangan Uddaka Ramaputta merupakan kehilangan besar. Jika ia mendengar Dhamma ini, ia akan segera mengerti.'

Lalu Saya berpikir: 'Kepada siapa Saya pertama-tama harus mengajarkan Dhamma ini? Siapakah yang akan mengerti Dhamma ini?'

Selanjutnya Saya berpikir demikian: 'Para bhikkhu dari kelompok lima, yang membantu dan melayani Saya berjuang mengendalikan diri. Seandainya Saya mengajarkan Dhamma pertama-tama pada mereka?'

Saya berpikir demikian: 'Di manakah para bhikkhu dari kelompok lima sekarang?' Dengan mata dewa (dibba cakkhu), yang murni dan melampaui manusia biasa, Aku melihat bahwa mereka berada di Taman Rusa Isipatana, Baranasi.

Selanjutnya setelah Saya tinggal di Uruvela selama saya inginkan, Saya mengadakan perjalanan dengan bertahap ke Benares. Antara Gaya dan tempat Pencapaian Penerangan, Upaka bertemu dengan Saya di Jalan. Ketika melihat Saya, ia berkata: 'Saudara, warna kulitmu cerah dan cemerlang. Di bawah bimbingan siapa engkau menjalani hidup suci? Siapakah gurumu? Dhamma siapakah yang engkau anut?'

Saya menjawab pertanyaan petapa Upaka dalam syair-syair berikut: 'Melampaui semua makhluk, Saya Maha Tahu,
Tak ternoda dalam segala Dhamma, melepaskan semuanya
Dengan terbebas dari keinginan. Ini utang-Ku pada batin-Ku, kepada siapakah Saya mengakuinya?
Aku tidak memiliki Guru ataupun rekan yang setara
Tidak ada satupun di seluruh alam
Dengan semua dewanya, karena Aku memiliki yang
Tak seorangpun sebagai sebanding-Ku.
Aku adalah Guru bagi dunia
Tanpa bandingan, seorang Arahat pula
Aku sendiri telah Mencapai Penerangan Sempurna
Terpadamkan, api siapa telah padam.
Saya menuju kota Kasi sekarang
Untuk menggerakkan Roda Dhamma:
Dalam dunia yang buta
Aku akan menabuh genderang Tanpa Kematian.'

'Saudara, dengan pengakuanmu, engkau seharusnya Penguasa Alam Semesta.'

'Seorang penguasa seperti Saya, Upaka,
Adalah yang menang dalam melenyapkan noda-noda ini.
Aku menaklukkan semua akusala dhamma:
Karena itulah Aku Pemenang.'

Ketika ini dikatakan, petapa Upaka berkata: 'Semoga demikianlah saudara.' Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, ia mengambil jalan simpang dan berlalu.

Setelah mengadakan perjalanan secara bertahap, akhirnya Saya tiba di Taman Rusa, Isipatana, Baranasi, tempat para bhikkhu kelompok lima berada.

Mereka melihat Saya datang dari kejauhan, dan mereka bersepakat di antara mereka demikian: 'Saudara-saudara, Samana Gotama yang telah memanjakan diri datang ke mari, ia melalaikan pengendalian diri dan kembali pada kemewahan. Kita tidak perlu memberikan penghormatan pada-Nya atau bangkit bagi-Nya atau mengambil patta dan civara-Nya. Tetapi sebuah tempat duduk dapat disiapkan untuk-Nya. Jika ia suka, ia akan duduk.'

Namun, segera setelah Saya mendekat, mereka ternyata tidak mampu mempertahankan kesepakatan mereka. Seorang menemui Saya dan menerima patta dan jubah (luar)-Ku; yang lain menyiapkan tempat duduk; -- sedangkan yang lainnya lagi menyiapkan air untuk membasuh kaki-Ku; kemudian mereka menyapa-Ku dengan panggilan 'avuso'.

Setelah mereka berkata begitu, Saya berkata kepada mereka: 'Para bhikkhu, janganlah menyapa seorang Tathagata dengan sebutan avuso. Tathagata adalah seorang Arahat dan Telah Mencapai Penerangan Sempurna. Dengarkanlah, para bhikkhu keadaan Tanpa Kematian telah dicapai. Aku akan membimbing kalian; Aku akan mengajarkan Dhamma pada kalian. Dengan melatih sebagaimana kalian dibimbing, kalian akan, dengan merealisasikan sendiri di sini dan sekarang juga dengan abhinna menghayati dan menyelami tujuan tertinggi dari kehidupan suci (brahmacari) yang merupakan tujuan orang meninggalkan kehidupan nafsu indera menjadi tak berumah-tangga.

Selesai kata-kata ini diucapkan, para bhikkhu dari kelompok lima menjawab: 'Avuso Gotama, dengan tingkah laku seperti itu dan menjalani puasa yang berat, yang telah anda laksanakan anda tidak mencapai tujuan yang berharga bagi pengetahuan dan pandangan suci (ariyananadassana) yang melebihi kemampuan (dhamma) manusia biasa. Karena sekarang anda telah memanjakan diri, melalaikan pengendalian dan kembali pada kemewahan, bagaimana dapat anda mencapai tujuan seperti itu?'

Ketika ini dikatakan, Saya berkata kepada mereka: 'Seorang Tathagata bukanlah seorang yang memanjakan diri, juga tidak yang melalaikan pengendalian dan berpaling pada kemewahan. Seorang Tathagata adalah seorang Arahat dan Telah Mencapai Penerangan Sempurna. Dengarlah, para bhikkhu, keadaan Tanpa Kematian telah dicapai ... dari kehidupan duniawi menuju kehidupan suci.'

Untuk kedua kalinya para bhikkhu kelompok lima berkata kepadaku: 'Avuso Gotama ... bagaimana anda dapat mencapai tujuan seperti itu?'

Untuk kedua kalinya Saya berkata kepada mereka: 'Seorang Tathagata bukanlah seorang yang memanjakan diri ... dari kehidupan duniawi menuju kehidupan suci.'

Untuk ketiga kalinya para bhikkhu kelompok lima berkata kepadaku: 'Teman Gotama... bagaimana anda dapat mencapai tujuan seperti itu?'

Ketika ini dikatakan Saya bertanya kepada mereka: 'Para bhikkhu, pernahkah kalian mendengar Saya berbicara seperti ini sebelumnya?'
'Tidak, bhante.'
'Para bhikkhu, Tathagata adalah seorang Arahat dan Telah Mencapai Penerangan Sempurna. Dengarkanlah, para bhikkhu keadaan Tanpa Kematian telah dicapai. Aku akan membimbing kalian; Aku akan mengajarkan Dhamma pada kalian. Dengan melatih sebagaimana kalian dibimbing, kalian akan, dengan merealisasikan sendiri di sini dan sekarang juga dengan abhinna, menghayati dan menyelami tujuan tertinggi dari kehidupan suci (brahmacari) yang merupakan tujuan orang meninggalkan kehidupan nafsu indera menjadi tak berumah tangga.'

Saya dapat meyakinkan para bhikkhu kelompok lima. Kadang-kadang aku memberi petunjuk pada dua orang bhikkhu sementara tiga lainnya pergi pindapata; kami berenam hidup dari apa yang dibawa pulang dari pindapata oleh ketiganya. Kadang-kadang aku memberi petunjuk pada tiga orang bhikkhu sementara dua lainnya pergi pindapata; dan kami berenam hidup dari pindapata yang dibawa pulang oleh keduanya.

Kemudian para bhikkhu kelompok lima, setelah diajarkan dan diberi petunjuk sedemikian oleh-Ku, mereka sendiri yang mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran batin, dengan mengetahui bahaya dalam dhamma-dhamma ini, mencari apa yang tanpa dilahirkan, tanpa usia tua, tanpa sakit, tanpa kematian, tanpa kesedihan, memutus semua ikatan yakni tercapainya Nibbana; mencapai tanpa kelahiran, tanpa usia tua, tanpa sakit, tanpa kematian, tanpa kesedihan, pemutusan semua ikatan yang kuat, Nibbana.

Pengetahuan dan pandangan muncul dalam diri mereka: 'Pembebasanku tidak dapat disangkal. Inilah kelahiranku yang terakhir kalinya. Tidak akan ada lagi kelahiran yang berikutnya.'

Nafsu-nafsu Indera

Para bhikkhu, terdapatlah lima saluran nafsu indera. Apakah kelimanya? Bentuk-bentuk yang dapat disadari melalui mata yang diharapkan, diinginkan, disetujui dan disukai, dihubungkan dengan nafsu indera dan dirangsangan oleh hawa nafsu. Suara-suara yang dapat disadari melalui telinga .... Bau-bauan yang dapat disadari melalui hidung .... Rasa yang dapat disadari melalui lidah .... Sentuhan-sentuhan yang dapat disadari melalui badan .... dirangsang oleh hawa nafsu. Inilah kelima saluran nafsu indera.

Apabila seorang petapa dan brahmana terlibat dengannya dan tanpa bosan melibatkan diri pada lima saluran nafsu indera dan mengembangkannya tanpa memandang akan bahaya yang ada di dalamnya dan tanpa pengertian mengenai cara melepaskan diri dari nafsu indera tersebut, dapat dimengerti bahwa, 'Mereka akan mengalami bencana dan kehancuran serta diperlukan semuanya oleh pembuat kejahatan (papimato).'

Apabila ada seekor rusa hutan yang terikat, dan terbaring di atas perangkap, dapat dimengerti bahwa 'Ia akan mengalami bencana dan kehancuran serta diperlukan semuanya oleh pemburu', demikian pula apabila para petapa dan brahmana..' ... diperlukan semuanya oleh pembuat kejahatan.

Apabila ada seorang petapa dan brahmana tidak terlibat pada nafsu indera dan bosan melibatkan diri di dalam lima saluran nafsu indera dan tidak mengembangkannya, mempunyai pandangan akan bahaya yang ada di dalamnya dan mengerti mengenai cara melepaskan diri dari nafsu indera tersebut maka dapat dimengerti bahwa mereka tidak akan mengalami bencana, tidak akan mengalami kehancuran, tidak akan diperlakukan semaunya oleh 'pembuat kejahatan'.
Apabila ada seekor rusa hutan yang tidak terikat, namun terbaring di atas perangkap, dapat dimengerti bahwa 'Ia tidak akan mengalami bencana, tidak akan mengalami kehancuran, tidak akan diperlakukan semaunya oleh pemburu', demikian pula apabila para bhikkhu dan brahmana ...., .... tidak diperlakukan semaunya oleh pembuat kejahatan.

Apabila ada seekor rusa hutan berkelana di hutan liar, ia berjalan tanpa rasa takut, berdiri tanpa rasa takut, duduk tanpa rasa takut berbaring tanpa rasa takut. Mengapa demikian? Karena ia di luar penglihatan pemburu, demikian juga dengan mengasingkan diri dari nafsu indera, mengasingkan diri dari dhamma yang tidak menguntungkan (akusala dhamma), seorang bhikkhu mencapai Jhana I disertai dengan 'usaha pikiran untuk menangkap objek' (vitakka), 'pikiran telah menangkap objek' (vicara), kegiuran (piti) dan kebahagiaan (sukha) yang muncul dari mengasingkan diri. Para bhikkhu ini dikatakan telah membutakan mata Mara tidak terlihat oleh 'Pembuat Kejahatan' karena telah melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.

Kemudian, dengan meninggalkan vitakka dan vicara... mencapai Jhana II ... lahir dari pemusatan pikiran. Para bhikkhu ini dikatakan telah membukakan mata Mara, tidak terlihat oleh 'Pembuat Kejahatan' karena telah melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.

Kemudian, dengan meninggalkan kegiuran (piti)... mencapai Jhana III... Ia memiliki kebahagiaan (sukha), keseimbangan batin dan perhatian (sati). Para bhikku ini dikatakan telah membutakan mata Mara, tidak terlihat oleh 'Pembuat Kejahatan' karena telah melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.

Selanjutnya, dengan meninggalkan kebahagiaan (sukha) dan penderitaan (dukkha) ... mencapai Jhana IV disertai perasaan bukan menyenangkan (asukha) atau bukan penderitaan (adukkha) ia memiliki keseimbangan batin (batin) dan perhatian (sati) yang murni. Para bhikkhu ini dikatakan telah membutakan mata Mara, tidak terlihat oleh 'Pembuat Kejahatan' karena telah melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.

Kemudian, dengan mengatasi secara penuh persepsi mengenai bentuk (rupasanna) dan persepsi ketidaksenangan (patighasanna), dengan tidak memberikan perhatian terhadap 'persepsi tentang perbedaan' (natattasanna) ia menyadari tentang 'ruang adalah tidak terbatas', ia mencapai dan menyadari keadaan 'ruang tanpa batas' (akasanancayatana). Para bhikkhu ini dikatakan telah membutakan mata mara ... melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.
Lalu, dengan mengatasi secara penuh Akasanancayatana ia menyadari tentang 'kesadaran tanpa batas' (vinnanancayatana), ia mencapai dan menyadari keadaan 'kesadaran tanpa batas' (vinnanancayatana). Para bhikkhu ini dikatakan telah membutakan mata Mara ... melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.

Kemudian, dengan mengatasi secara penuh keadaan Vinnanan-cayatana ia menyadari tentang kekosongan (akincannayatana), ia mencapai dan menyadari keadaan 'kekosongan' (akincannayatana). Para bhikku ini dikatakan telah membutakan mata Mara,.. melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.

Kemudian, dengan mengatasi secara penuh keadaan Akinvannayatana ia menyadari tentang bukan pencerapan atau bukan tidak pencerapan (nevasannanasannayatana), ia mencapai dan menyadari keadaan 'bukan pencerapan atau bukan tidak pencerapan' (nevasannanasannayatana). Para bhikkhu ini dikatakan telah membutakan mata Mara ... melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.

Selanjutnya, dengan mengatasi secara penuh keadaan Nevasannana sannayatana, ia menyadari 'terhentinya pencerapan dan perasaan' (sannavedayitanirodha), ia mencapai dan menyadari keadaan 'terhentinya pencerapan dan perasaan' (sanavedayitanirodha). Para bhikkhu ini dikatakan telah membutakan mata Mara, tidak terlihat oleh 'Pembuat Kejahatan' karena telah melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat, serta telah mengatasi kemelekatan pada dunia.

Ia berjalan, berdiri, duduk, dan berbaring tanpa rasa takut. Mengapa demikian? Ia di luar penglihatan 'Pembuat Kejahatan' (Mara)."

Itulah yang dikatakan Sang Bhagava. Para bhikkhu merasa puas dan mereka berbahagia dengan kata-kata Sang Bhagava.