Showing posts with label Mahayamaka Vagga. Show all posts
Showing posts with label Mahayamaka Vagga. Show all posts

Monday, September 08, 2008

(Maha/Cula) Assapura Sutta

(MAHA/CULA)-ASSAPURA SUTTA (40)
Khotbah Pendek di Assapura

Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya II

  1. [281]Demikianlah yang saya dengar. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di negeri Angan di kota suku Angan yang bernama Assapura. Di sana Yang Terberkahi berkata kepada para bhikkhu demikian: “Para bhikkhu.”-“ Yang Mulia Bhante,” jawab mereka. Yang Terberkahi berkata demikian:

  2. “'Petapa, petapa,' para bhikkhu, demikian orang-orang melihat kalian. Dan ketika kalian ditanya, “Engkau ini apa?” kalian dinyatakan bahwa kalian adalah petapa. Karena kalian disebut dengan itu dan itu pula yang kalian nyatakan, kalian harus berlatih demikian: ‘Kami akan menjalankan dan mempraktekkan hal-hal yang pantas bagi petapa422 agar sebutan-sebutan itu bisa menjadi benar dan pernyataan-pernyataan kami murni, dan agar pelayan-pelayan mereka yang memberikan jubah, dana makanan, tempat beristirahat, dan kebutuhan obat-obatan untuk kami gunakan ini akan memberikan buah dan manfaat yang besar bagi mereka, dan agar tindakan kami meninggalkan keduniawian ini tidak akan sia-sia melainkan berbuah dan subur.

  3. “Para bhikkhu, bagaimana seorang bhikkhu tidak mempraktekkan cara yang pantas bagi petapa? Selama seorang bhikkhu yang tamak belum meninggalkan ketamakan, yang memiliki pikiran niat jahat belum meninggalkan niat jahat, yang marah belum meninggalkan kemarahan, yang penuh dendam belum meninggalkan dendamnya, yang menghina belum meninggalkan penghinaan, yang menguasai belum meninggalkan sikapnya yang menguasai, yang dengki belum meninggalkan kedengkian, yang serakah belum meninggalkan keserakahan, yang curang belum meninggalkan kecurangan, yang menipu belum meninggalkan penipuan, yang memiliki harapan-harapan jahat belum meninggalkan harapan-harapan jahat, yang memiliki pandangan salah belum meninggalkan pandangan salah,423 selama itu kukatakan dia tidak mempraktekkan cara yang pantas bagi petapa, karena dia tidak meninggalkan noda-noda bagi petapa ini, kesalahan-kesalahan bagi petapa ini, sampah-sampah bagi petapa ini, yang merupakan landasan-landasan untuk terlahir kembali di dalam keadaan kekurangan dan yang akibat-akibatnya akan dialami di alam yang tidak membahagiakan.

  4. “Andaikan saja ada senjata yang disebut mataja, yang kedua sisinya diasah dengan baik, dimasukkan dan ditempatkan di sarung perca. Kukatakan bahwa tindakan bhikkhu yang meninggalkan keduniawian itu dapat dibandingkan dengan itu.

  5. “Aku tidak mengatakan bahwa status petapa muncul pada pemakai jubah-perca hanya karena memakai jubah-perca saja, tidak juga pada petapa telanjang hanya karena ketelanjangannya saja, tidak juga pada penghuni debu dan kotoran hanya karena debu dan kotoran saja, tidak juga pada seorang pencuci hanya karena mencuci di air saja, tidak juga pada penghuni akar-pohon hanya karena [282] berdiam di akar pohon saja, tidak juga pada penghuni udara-terbuka hanya karena berdiam di udara terbuka saja, tidak juga pada orang yang berlatih dengan terus-menerus berdiri hanya karena berdiri terus-menerus saja, tidak juga pada orang yang mengambil makanan pada interval-interval yang dinyatakan hanya karena mengambil makanan pada interval-interval yang dinyatakan saja, tidak juga pada pengucap mantra hanya karena mengucapkan mantra-mantra saja; aku juga tidak mengatakan bahwa status petapa muncul pada diri petapa berambut-kusut hanya karena membiarkan rambutnya kusut saja.

  6. “Para bhikkhu, seandainya saja jika hanya karena memakai jubah-perca maka si pemakai jubah-perca yang tamak itu meninggalkan ketamakan, yang memiliki pikiran niat jahat meninggalkan niat jahat … yang memiliki pandangan salah meninggalkan pandangan salah, maka teman-teman dan kenalan-kenalannya, sanak saudara dan keluarganya akan membuat dia pemakai jubah-perca segera setelah dia dilahirkan dan menyuruh dia menjalankan praktek memakai jubah perca demikian: ‘Ayo, sayangku, jadilah pemakai jubah-perca sehingga, sebagai pemakai jubah-perca, bila engkau tamak engkau akan meninggalkan ketamakan, bila engkau memiliki pikiran niat jahat engkau akan meninggalkan niat jahat … bila engkau mmiliki pandangan salah engkau akan meninggalkan pandangan salah.' Tetapi aku melihat di sini seorang pemakai jubah-perca yang tamak, yang memiliki pikiran niat jahat, yang memilikipandangan salah; dan itulah sebabnya aku tidak mengatakan bahwa status petapa muncul pada pemakai jubah-percai hanya karena memakai jubah-perca saja.

    “Jika hanya karena ketelanjangan saja seorang petapa telanjang yang tamak meninggalkan ketamakannya…Jika hanya karena debu dan kotoran saja…Jika hanya karena mencuci di air saja…Jika hanya karena berdiam di kaki pohon saja…Jika hanya karena berdiam di udara terbuka saja…Jika hanya karena berdiri terus-menerus saja….Jika hanya karena mengambil makanan pada interval-interval yang dinyatakan saja …Jika hanya karena pengulangan mantra saja…Jika hanya karena membiarkan rambutnya kusut saja…[283]…dan itulah sebabnya aku tidak menyatakan bahwa status petapa muncul pada petapa hanya karena membiarkan rambutnya kusut saja.
  7. “Para bhikkhu, bagaimana seorang bhikkhu mempraktekkan cara yang pantas bagi petapa? Bila bhikkhu yang tadinya tamak telah meninggalkan ketamakan, yang tadinya memiliki pikiran jahat telah meninggalkan niat jahat, yang tadinya marah telah meninggalkan kemarahan, yang tadinya penuh dendam telah meninggalkan dendam, yang tadinya menghina telah meninggalkan penghinaan, yang tadinya bersikap menguasai telah meninggalkan sikap menguasai, yang tadinya dengki telah meninggalkan kedengkian, yang tadinya serakah telah meninggalkan keserakahannya, yang tadinya curang telah meninggalkan kecurangan, yang tadinya menipu telah meninggalkan penipuan, yang tadinya memiliki harapan-harapan jahat telah meninggalkan harapan-harapan jahat, yang tadinya memiliki pandangan salah telah meninggalkan pandangan salah, maka kukatakan dia mempraktekkan cara yang pantas bagi petapa , karena dia telah meninggalkan noda-noda bagi petapa ini, kesalahan-kesalahan bagi petapa ini, sampah-sampah bagi petapa ini, yang merupakan landasan-landasan untuk terlahir kembali di dalam keadaan kekurangan dan yang akibat-akibatnya akan dialami di alam yang tidak membahagiakan.
  8. “Dia melihat dirinya sendiri dimurnikan dari keadaan-keadaan tak-bajik yang jahat ini, dia melihat dirinya terbebas darinya. Ketika dia melihat hal ini, kegembiraan terlahir pada dirinya. Ketika dia gembira, kegiuran terlahir pada dirinya; pada diri orang yang tergiur, tubuhnya menjadi tenang; orang yang tubuhnya tenang akan merasakan kesenangan; pada diri orang yang merasakan kesenangan, pikiran akan menjadi terkonsentrasi.
  9. “Dia berdiam menyelimuti seperempat bagian yang pertama dengan pikiran yang dipenuhi cinta kasih, demikian pula yang kedua, demikian pula yang ketiga, demikian pula yang keempat; demikian pula ke atas, ke bawah, ke sekeliling dan ke setiap penjuru, dan kepada semua seperti kepada dirinya sendiri, dia berdiam menyelimuti seluruh dunia dengan pikiran yang dipenuhi cinta kasih, melimpah, tinggi, tak-terukur, tanpa permusuhan dan tanpa niat jahat. 9-12. “Dia berdiam menyelimuti seperempat bagian pertama dengan pikiran yang dipenuhi kasih sayang…dengan pikiran yang dipenuhi simpati…dengan pikiran yang dipenuhi ketenang-seimbangan…melimpah, tinggi, tak-terukur, tanpa permusuhan dan tanpa niat jahat.
  10. “Andaikan saja ada sebuah kolam dengan air yang jernih, sejuk, dan menyenangkan, bening, dengan tepian yang mulus, yang menggembirakan. [284] Jika ada orang yang tersengat matahari dan kelelahan karena cuaca yang panas, lemas, terbakar, dan kehausan. Di datang dari timur atau dari barat atau dari utara atau dari selatan, atau dari mana pun sesukamu. Sesudah sampai di kolam ini dia akan melegakan rasa hausnya dan bebas dari panas cuaca yang menyengat itu. Demikian pula, para bhikkhu, siapa pun dari kelompok para mulia yang meninggalkan kehidupan berumah menuju tak-berumah, dan setelah bertemu dengan Dhamma dan Vinaya yang dinyatakan oleh Tathagata, mengembangkan cinta kasih, kasih sayang, simpati, dan ketenang-seimbangan, dan karenanya memperoleh kedamaian internal, maka kukatakan karena kedamaian internal itu jika dia mempraktekkan cara yang pantas bagi petapa. Dan jika siapa pun dari kelompok brahmana meninggalkan…Jika siapa pun dari kelompok pedagang meninggalkan…Jika siapa pun dari kelompok pekerja meninggalkan kehidupan berumah menuju tak-berimah, dan setelah bertemu Dhamma dan Vinaya yang dinyatakan oleh Tathagata, mengembangkan cinta kasih, kasih sayang, simpati, dan ketenang-seimbangan, dan karenanya memperoleh kedamaian internal, maka kukatakan karena kedamaian internal itulah dia mempraktekkan cara yang pantas bagi petapa.
  11. “Para bhikkhu, jika siapa pun dari kelompok para mulia meninggalkan kehidupan berumah menuju tak-berumah, dan dengan mewujudkan bagi dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung di sini dan kini masuk dan berdiam di dalam kebebasan pikiran dan kebebasan oleh kebijaksanaan yang tanpa-noda dengan hancurnya noda-noda itu, maka dia telah menjadi petapa karena hancurnya noda-noda itu.424 Dan jika siapa pun dari kelompok brahmana meninggalkan …Jika siapa pun dari kelompok pedagang meninggalkan…Jika siapa pun dari kelompok pekerja meninggalkan kehidupan berumah menuju tak-berumah, dan dengan mewujudkan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung di sini dan kini masuk dan berdiam di dalam kebebasan pikiran dan kebebasan oleh kebijaksanaan yang tanpa-noda dengan hancurnya noda-noda itu, maka dia telah menjadi petapa karena hancurnya noda-noda itu.

    Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Para bhikkhu merasa puas dan bersuka cita di dalam kata-kata Yang Terberkahi.

Catatan :

(422) Sutta sebelumnya menggunakan frasa “hal-hal yang membuat seseorang menjadi petapa” (dhamma samanakarana), namun sutta ini berbicara tentang “cara yang pantas bagi petapa” (samana-samicipatipaada).

(423) Sepuluh noda pertama dari duabelas “noda-noda bagi petapa” dicakupkan di dalam enambelas “ketidak-sempurnaan yang mengotori pikiran” di MN 7.3.

(424) MA: Karena dia telah menenangkan (samita) semua kekotoran batin, dia adalah petapa di dalam petapa di dalam pengertian tertinggi (paramatthasamana).

Maha Tanhasankhaya Sutta

MAHA TANHASANKHAYA SUTTA

Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya II
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha

  1. Demikianlah yang saya dengar:
    Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada di Jetavana, taman milik Anathapindika Savatthi.

  2. Pada ketika itu suatu pandangan jahat telah timbul pada diri Bhikkhu Sati Kevattaputta (anak nelayan): "Aku mengerti dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagava, kesadaran (vinnana) yang sama ini yang berpindah-pindah dalam lingkaran kehidupan (samsara) ini"

  3. Banyak bhikkhu mendengar bahwa hal ini. Kemudian mereka pergi kepada Bhikkhu Sati Kevattaputta dan mereka bertanya kepadanya "Avuso, apakah benar bahwa suatu pandangan jahat telah timbul dalam dirimu: Aku mengerti Dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagava bahwa kesadaran sama ini yang berpindah-pindah dalam lingkaran kehidupan ini"

    "Benar, para Avuso aku mengerti Dhamma yang diajarkan Sang Bhagava ... lingkaran kehidupan ini" Karena para bhikkhu ingin agar dia mau melepaskan pandangan jahatnya itu, mereka bertanya, menekan dan menyudutkan dia dengan kata-kata "Avuso Sati, janganlah berkata begitu, janganlah salah mewakili Sang Bhagava, adalah tidak baik untuk salah mewakili Sang Bhagava. Sang Bhagava tidak berkata begitu, sebab kesadaran itu telah dikemukakan di dalam banyak kotbah dhamma oleh Sang Bhagava sebagai hal yang timbul karena adanya sebab, karena tanpa kondisi maka kesadaran tidak muncul (ada)." Namun walaupun ditekan, ditanyai serta disudutkan oleh pertanyaan-pertanyaan mereka, bhikkhu Sati Kevattaputta masih dengan kepala batu salah menanggapi sesuai dengan pandangan jahatnya dan tetap bertahan dan berkata :

    "Para Avuso, memang demikian seperti apa yang aku mengerti tentang Dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagava .... lingkaran kehidupan ini"

  4. Karena para bhikkhu tidak dapat membebaskan dirinya dari pandangan salah itu, mereka pergi kepada Sang Bhagava, setelah memberi hormat kepada beliau, mereka duduk ditempat yang tersedia. Setelah duduk, mereka menceritakan kepada Beliau semua yang terjadi dan mereka menambahkan "Bhante, karena kita tidak dapat melepaskan bhikkhu Sati Kevattaputta dari pandangan jahat itu, kami melaporkan kepada Sang Bhagava tentang kejadian itu."

  5. Kemudian Sang Bhagava berkata kepada seorang bhikkhu dengan kata-kata sebagai berikut "Ayo bhikkhu, atas namaku katakan kepada bhikkhu Sati bahwa Guru memanggilmu."

    "Baik, bhante," jawabnya. Ia pergi menemui bhikkhu Sati dan berkata "Sang Guru memanggilmu avuso Sati"

    "Baiklah, avuso," ia menjawab. Lalu bhikkhu Sati pergi menghadap Sang Bhagava, setelah memberi hormat kepada beliau, ia duduk di tempat yang tersedia. Ketika ia telah duduk, Sang Bhagava bertanya kepadanya: "Sati, apakah betul, bahwa pandangan jahat berikut telah timbul pada dirimu 'Saya mengerti dhamma yang diajarkan Sang Bhagava ........ lingkaran kehidupan ini?'"

    "Bhante, memang benar demikian. Seperti apa yang aku mengerti Dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagava, kesadaran .... lingkaran kehidupan ini."

    "Apakah kesadaran itu Sati?"

    "Bhante, itu adalah apa yang berbicara dan merasakan serta mengalami akibat dari perbuatan baik dan jahat di sini maupun di sana"

  6. "Orang bodoh, dari siapakah kamu pernah mendengar saya mengajar Dhamma seperti itu? Orang bodoh, bukankah saya telah nyatakan dalam banyak kotbah bahwa kesadaran muncul karena adanya sebab, karena tanpa adanya kondisi maka kesadaran tidak muncul. Tetapi kamu telah salah menginterprestasikan dengan pengertian kamu yang salah dan mengatakan pandangan salahmu, itu akan menyebabkan banyak akibat buruk (apunna), karena hal ini maka kamu akan lama terganggu dan menderita"

  7. Kemudian Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: "Para bhikkhu, bagaimana pendapat kamu sekalian. Sudahkah Sati Kevattaputta menyalakan (usmikato) dhamma dan vinaya ini?"

    "Bhante, mengapa harus dia? Tidak, Bhante" Setelah hal ini dinyatakan, Bhikkhu Sati Kevattaputta duduk diam, cemas, bahu turun, kepala tertunduk, muram dan tak berkata sepatah katapun. Menyadari keadaan bhikkhu Sati, maka Sang Bhagava berkata kepadanya "Orang bodoh, ketahuilah karena pandangan jahatmu, Saya akan menanyakan hal ini kepada para bhikkhu"

  8. Lalu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu "Para bhikkhu, apakah kamu sekalian tahu Dhamma yang Saya ajarkan adalah seperti yang dipahami oleh Bhikkhu Sati Kevattaputta, ketika ia salah menginterprestasikan karena pengertiannya yang salah dan mengatakannya yang salah, yang menyebabkan banyak akibat buruk, maka ia akan lama terganggu dan menderita"

    "Tidak, bhante, karena kesadaran telah dinyatakan dalam banyak kotbah Sang Bhagava bahwa itu muncul karena adanya sebab karena tanpa adanya kondisi maka kesadaran tidak muncul"

    "Baik, para bhikkhu, bahwa kamu sekalian mengetahui dhamma yang telah Saya ajarkan. Karena kesadaran telah saya nyatakan dalam banyak kotbah bahwa itu muncul karena adanya sebab, karena tanpa adanya kondisi maka kesadaran tidak muncul. Tetapi Bhikkhu Sati Kevattaputta telah salah menginterprestasikan .... terganggu dan mencerita."

  9. "Para bhikkhu, kesadaran hanya muncul, tergantung pada sebabnya: bila kesadaran (vinnana) muncul tergantung pada mata (cakkhu) dan bentuk-bentuk (rupa), disebut kesadaran mata (cakkhuninnana): kesadaran muncul tergantung pada telinga (sota) dan suara (sadda) disebut kesadaran telinga (sotavinnana): kesadaran yang muncul tergantung pada hidung (nasa) dan bau (gandha) disebut kesadaran hidung (nasavinnana): kesadaran yang muncul tergantung pada lidah (jivha) dan rasa (rasa) disebut kesadaran lidah (jivhavinnana); kesadaran yang muncul tergantung pada tubuh (kaya) dan sentuhan (photthabba) disebut kesadaran tubuh (kaya vinnana): kesadaran yang muncul tergantung pada pikiran (mano) dan obyek pikiran (dhamma) disebut kesadaran pikiran (manovinnana). Seperti api yang hanya diperhitungkan tergantung pada sebab yang memunculkannya, api terbakar tergantung pada batang kayu di sebut api batang kayu, bila api terbakar tergantung pada kayu bakar disebut api kayu bakar, bila api terbakar tergantung pada rumput disebut api rumput, bila api terbakar tergantung pada kotoran sapi disebut api kotoran sapi, bila api terbakar tergantung pada dedak disebut api dedak, bila api terbakar tergantung pada sampah disebut api sampah. Demikian pula, kesadaran hanya muncul tergantung pada sebabnya. Ketika kesadaran muncul tergantung pada mata dan bentuk disebut kesadaran mata .... bila kesadaran muncul tergantung pada pikiran dan obyek pikiran disebut kesadaran pikiran."

  10. "Para bhikkhu, bagaimana kamu sekalian melihat 'ini ada'?"
    "Begitulah, bhante"
    "Para bhikkhu, keberadaan makhluk karena sari makanan. Begitukah kamu sekalian melihatnya?"
    "Ya, bhante"
    "Bagaimanapun keberadaan (makhluk itu), dengan lenyapnya sari makanan maka itu akan lenyap. Begitukah kamu sekalian melihatnya?"
    "Ya, bhante"

  11. "Para bhikkhu, apakah keberadaan ini tidak ada? Apakah ketidak pastian muncul karena cara yang meragukan seperti itu?"
    "Ya, bhante."
    "Para bhikkhu, apakah keberadaan makhluk karena sari makanan atau bukan? Bukankah ketidakpastian muncul karena cara yang meragukan seperti itu?"
    "Ya, bhante."
    "Apapun keberadaan (makhluk itu), dengan lenyapnya sari makanan, apakah itu memiliki sifat berubah atau tidak? Apakah ketidakpastian muncul karena cara yang meragukan seperti itu?"
    "Ya, bhante."

  12. "Para bhikkhu, 'ini ada' : apakah keragu-raguan ditinggalkan oleh orang yang melihat itu sebagaimana apa adanya dengan pengertian benar?" "Ya, bhante"
    "Para bhikkhu, 'makhluk itu muncul karena sari makanan' : apakah keragu-raguan ditinggalkan oleh orang yang melihat itu sebagaimana apa adanya dengan pengertian benar?" "Ya, bhante"
    "Apapun keberadaan (makhluk itu), dengan lenyapnya sari makanan, itu memiliki sifat berubah"
    "Apakah keragu-raguan lenyap pada orang yang melihat itu sebagai mana apa adanya dengan pengertian benar?" "Ya, bhante"
    "Para bhikkhu, apakah kamu sekalian (berpandangan) begitu karena dalam hal ini kamu sekalian bebas dari keragu-raguan?" "Ya, bhante"
    "Para bhikkhu, 'makhluk itu muncul karena sari makanan', apakah kamu sekalian (berpandangan) begitu karena dalam hal ini kamu sekalian bebas dari keragu-raguan?" "Ya, bhante"
    "Para bhikkhu, apapun keberadaan (makhluk itu), dengan lenyapnya sari makanan, itu memiliki sifat berubah, apakah kamu sekalian (berpandangan) beliau karena dalam hal ini kamu sekalian bebas dari keragu-raguan?" "Ya, bhante"

  13. "Para bhikkhu, 'ini dia', apakah kamu sekalian berpandangan begitu sebagaimana apa adanya dengan pengertian benar?"
    "Ya, bhante"
    "Para bhikkhu, makhluk itu muncul karena sari makanan, apakah kamu sekalian berpandangan begitu sebagaimana apa adanya dengan pengertian benar?"
    "Ya, bhante"
    "Para bhikkhu, apapun keberadaan (makhluk itu), dengan lenyapnya sari makanan, itu memiliki sifat lenyap. Karena itu dipandang dengan baik sebagaimana apa adanya dengan pengertian benar?"
    "Ya, bhante"

  14. "Para bhikkhu, murni dan cemerlang seperti pandangan inilah yang kamu harus anut, hargai, jadikan harta dan menjadi milikmu sendiri, apakah kamu mengerti dhamma yang telah diajarkan sama, seperti sebuah rakit, yang dipakai untuk menyeberangi sungai, tetapi bukan untuk dipegang saja?"
    "Ya, bhante"
    "Para bhikkhu, murni dan cemerlang seperti pandangan inilah, apabila kamu tidak menganutnya, tidak menghargainya, tidak menjadikannya sebagai harta dan tidak menjadi milikmu sendiri, apakah kamu akan mengerti dhamma yang telah diajarkan sama seperti sebuah rakit, yang dipakai untuk menyeberangi sungai, tetapi bukan untuk dipegang saja?"
    "Ya, bhante"

  15. "Para bhikkhu, ada empat jenis sari makanan untuk mempertahankan atau menjaga kelestarian hidup makhluk-makhluk yang ada serta untuk membantu mereka yang mencari untuk memperbaharui keberadaannya. Apa keempat jenis itu? Sari-sari makanan itu adalah makanan fisik sebagai sari makanan keras maupun lunak, kontak (phassa), kehendak pikiran (manosancetana) dan kesadaran (vinnana)"

  16. "Empat jenis sari makanan ini memiliki sumber (dana), asal (samudaya), memunculkannya (jati) dan yang menjadikannya (pabhava). Empat jenis sari makanan ini bersumber, berasal, dimunculkan dan dijadikan oleh keinginan (tanha)"

  17. "Keinginan ini memiliki sumbernya ... keinginan bersumber pada perasaan (vedana) ....
    Perasaan ini memiliki sumbernya perasaan bersumber pada kontak (phassa) ...
    Kontak ini memiliki sumbernya .... kontak bersumber pada landasan enam indera (salayatana) ....
    Landasan enam indera ini memiliki sumbernya .... landasan enam indera ini bersumber pada batin jasmani (nama rupa) .....
    Batin jasmani ini memiliki sumbernya ... batin jasmani bersumber pada kesadaran (vinnana) ....
    Kesadaran ini memiliki sumbernya ... kesadaran bersumber ... pada bentuk-bentuk karma (sankhara) ...
    Bentuk-bentuk karma ini memiliki sumber, asal, memunculkannya dan menjadikannya. Bentuk-bentuk kamma ini bersumber, berasal, dimunculkan dan dijadikan oleh kebodohan (avijja)

  18. "Para bhikkhu, begitulah, kebodohan mengkondisikan bentuk-bentuk karma, bentuk-bentuk karma mengkondisikan kesadaran, kesadaran mengkondisikan batin jasmani, batin jasmani mengkondisikan landasan enam indera, landasan enam indera mengkondisikan kontak, kontak mengkondisikan perasaan, perasaan mengkondisikan keinginan, keinginan mengkondisikan kemelekatan (upada), kemelekatan mengkondisikan perwujudan (bhava), perwujudan mengkondisikan kelahiran, kelahiran mengkondisikan usia tua, kematian, kesedihan, ratap tangis, kesakitan, kesedihan dan putus asa: itu adalah bagaimana sebab dari penderitaan."

  19. "Demikianlah dikatakan, kelahiran mengkondisikan usia tua dan kematian. Apakah ini benar atau tidak, atau dalam hal ini bagaimana pendapat kamu sekalian?"
    "Bhante, kelahiran mengkondisikan usia tua dan kematian; dalam hal ini, kami berpendapat kelahiran mengkondisikan usia tua dan kematian."
    "................. perwujudan mengkondisikan kelahiran ........"
    "................. kemelekatan mengkondisikan perwujudan ........."
    "................. keinginan mengkondisikan kemelekatan ........"
    "................. perasaan mengkondisikan keinginan ........"
    "................. kontak mengkondisikan perasaan ........ "
    "................. landasan enam indera mengkondisikan kontak ........"
    "................. batin jasmani mengkondisikan landasan enam indera .........."
    "................. kesadaran mengkondisikan batin jasmani ............."
    "................. bentuk-bentuk karma mengkondisikan kesadaran ......."
    "................. kebodohan mengkondisikan bentuk-bentuk karma ........"

    "Apakah ini benar atau tidak, atau dalam hal ini bagaimana pendapat kamu sekalian?"
    "Bhante, kebodohan mengkondisikan bentuk-bentuk karma dalam hal ni kami berpendapat kebodohan mengkondisikan bentuk-bentuk karma "

  20. "Bagus, para bhikkhu. Kamu sekalian berkata begitu, Saya juga berkata sama dengan kamu, yaitu 'Itu ada, bila ini ada; itu muncul karena ini muncul', atau dengan kata lain kebodohan mengkondisikan bentuk-bentuk karma, bentuk-bentuk karma mengkondisikan kesadaran, kesadaran ........ kelahiran mengkondisikan usia tua dan kematian, kesedihan, ratap tangis, kesakitan duka dan putus asa; itu adalah bagaimana sebab penderitaan"

  21. "Dengan memudarnya dan berhentinya sisa-sisa kebodohan maka bentuk-bentuk karma lenyap, dengan lenyapnya bentuk-bentuk karma maka kesadaran lenyap, dengan lenyapnya kesadaran maka batin jasmani lenyap, dengan lenyapnya batin jasmani maka lenyap landasan enam indera, dengan lenyapnya landasan enam indera maka kontak lenyap, dengan lenyapnya kontak maka perasaan lenyap, dengan lenyapnya perasaan maka keinginan lenyap, dengan lenyapnya keinginan maka kemelekatan lenyap, dengan lenyapnya kemelekatan maka perwujudan lenyap, dengan lenyapnya perwujudan maka kelahiran lenyap, dengan lenyapnya kelahiran maka usia tua dan kematian lenyap, juga kesedihan, ratap tangis, kesakitan, duka dan putus asa; itu adalah bagaimana semua penderitaan lenyap."

  22. "Dengan lenyapnya kelahiran maka usia tua dan kematian lenyap, begitu dikatakan. Apakah itu benar atau tidak, bagaimana hal ini terjadi?"
    "Bhante, dengan lenyapnya kelahiran maka usia tua dan kematian lenyap; begitulah jadinya, dalam hal ini dengan lenyapnya kelahiran maka usia tua dan kematian lenyap"
    "Dengan lenyapnya perwujudan maka kelahiran lenyap"
    "Dengan lenyapnya kemelekatan maka perwujudan lenyap"
    "Dengan lenyapnya keinginan maka kemelekatan lenyap"
    "Dengan lenyapnya perasaan maka keinginan lenyap"
    "Dengan lenyapnya kontak maka perasaan lenyap"
    "Dengan lenyapnya landasan enam indera maka kontak lenyap"
    "Dengan lenyapnya batin jasmani maka landasan enam indera lenyap"
    "Dengan lenyapnya kesadaran maka batin jasmani lenyap"
    "Dengan lenyapnya bentuk-bentuk karma maka kesadaran lenyap"
    "Dengan lenyapnya kebodohan maka bentuk-bentuk karma lenyap"

    "Begitu dikatakan. Apakah benar atau tidak, bagaimana hal ini terjadi"
    "Bhante, dengan lenyapnya kebodohan maka bentuk-bentuk karma lenyap, begitulah jadinya, dalam hal ini dengan lenyapnya kebodohan maka bentuk-bentuk karma lenyap"

  23. "Baik, para bhikkhu. Kamu sekalian mengatakan begitu, saya juga mengatakan : Itu benar, karena ini tidak benar; itu lenyap dengan lenyapnya ini, yakni dengan lenyapnya kebodohan maka bentuk-bentuk karma lenyap, dengan lenyapnya bentuk-bentuk karma maka kesadaran lenyap ..... dengan lenyapnya kelahiran maka usia tua dan kematian lenyap, juga kesedihan, ratap tangis, kesakitan, duka dan putus asa, itulah bagaimana semua penderitaan lenyap."

  24. Para bhikkhu, setelah mengetahui dan melihat hal ini, akankah kamu sekalian lari kembali ke masa lampau dengan berkata: Adakah kami ini pada waktu yang lampau? Apakah kami ada di waktu yang lampau? Apakah kami ini pada waktu yang lampau? Bagaimana kami ini di waktu yang lampau? Jadi apakah kami ini di waktu yang lampau?"
    "Tidak, bhante"
    "Setelah mengetahui dan melihat hal ini, apakah kamu sekalian lari ke depan ke masa yang akan datang dengan berkata: Akan adakah kita di masa datang? Akan tidak adakah kita di masa datang? Akan jadi apakah kita di masa datang? Akan jadi apakah kita di masa datang?"
    "Tidak, bhante"
    "Setelah mengetahui dan melihat hal ini kamu sekalian akan ragu-ragu tentang keadaan kamu sekarang dengan berkata : Adakah saya? Tidak adakah saya? Apakah saya? Bagaimanakah saya? Dari manakah makhluk ini datang? Ke mana makhluk ini akan pergi?"
    "Tidak, bhante"

  25. "Para bhikkhu, setelah mengetahui dan melihat hal ini, apakah kamu akan berkata: Guru kami hormati, kami bicara (sama dengan perbuatan) karena menghormati Guru?"
    "Tidak bhante?"
    "Mengetahui dan melihat hal ini apakah kamu akan berkata: Seorang bhikkhu mengatakan kepada kami, bhikkhu-bhikkhu yang lainnya berkata begitu juga, tetapi kami tidak berkata begitu!"
    "Tidak, bhante"
    "Mengetahui dan melihat hal ini, apakah kamu akan memberitahukan yang lain?"
    "Tidak, bhante"
    "Mengetahui dan melihat hal ini, apakah kamu sekalian akan kembali pada pekerjaan-pekerjaan para petapa dan brahmana biasa, kepada pertanda-pertanda baik yang dapat menyebabkan kericuhan."
    "Tidak, bhante"
    "Apakah kamu berbicara hanya tentang apa yang kamu sendiri ketahui, lihat dan alami?"
    "Ya, bhante"

  26. "Bagus, para bhikkhu. Dengan demikian kamu telah dibimbing olehKu dengan Dhamma yang nyata pada kehidupan sekarang di sini, bukan setelah beberapa waktu kemudian, mengundang untuk dibuktikan, maju terus dan dapat dialami sendiri oleh setiap orang bijaksana.
    Karena berdasarkan pada hal ini maka telah dikatakan: Para bhikkhu, inilah dhamma yang nyata pada kehidupan sekarang di sini, bukan setelah beberapa waktu kemudian, mengundang untuk dibuktikan, maju terus dan dapat dialami sendiri oleh setiap orang bijaksana"

  27. "Para bhikkhu, embrio (dalam kandungan) terjadi karena penggabungan tiga hal, yaitu: adanya pertemuan ayah dan ibu, tetapi ibu tidak ada makhluk yang siap terlahir (kembali), dalam hal ini tidak ada pembuahan dalam kandungan; ada pertemuan ayah dan ibu, ibu dalam keadaan masa subur, tetapi tidak ada makhluk yang siap untuk terlahir (kembali), dalam hal ini tidak ada pembuahan dalam kandungan; tetapi ada pertemuan ayah dan ibu, ibu dalam keadaan masa subur dan ada makhluk yang siap terlahir (kembali), maka terjadi pembuahan karena pertemuan tiga hal itu.

  28. Ibu mengandung selama sembilan atau sepuluh bulan dengan penuh beban kecemasan. Selanjutnya pada akhir sembilan atau sepuluh bulan dengan penuh beban kecemasan ibu melahirkan anaknya. Ketika bayi telah lahir, ia memeliharanya dengan darahnya sendiri; karma dalam vinaya ariya, susu ibu disebut sebagai darah.

  29. Karena kebutuhan untuk pertumbuhan maupun kebutuhan untuk pematangan indera-inderanya, anak itu bermain permainan anak-anak (ghatikam), seperti boneka bajak, pemukul kayu pendek dengan kayu panjang berjumpalitan, boneka, kincir angin, kereta, pengukur, busur dan anak panah.

  30. Karena kebutuhan untuk pertumbuhan maupun kebutuhan untuk pematangan indera-inderanya, anak remaja itu dilengkapi dan diliputi dengan lima macam keinginan indera dan menikmatinya, yaitu mata mengamati bentuk-bentuk (jasmani) yang diinginkan, disukai, sesuai, menyenangkan, berhubungan dengan keinginan indera dan membangkitkan nafsu; telinga mendengar suara-suara yang diinginkan, disukai, hidung membaui bau-bau yang diinginkan; lidah mengecap rasa yang diinginkan tubuh merasakan sentuhan yang diinginkan dan membangkitkan nafsu.

  31. Setelah melihat bentuk-bentuk dengan mata ia bergairah kalau hal itu menyenangkan; ia kesal kalau hal itu tidak menyenangkan; ia berada dalam keadaan perhatian tubuh (kayasati) tidak terbina dan pikiran terbatas (parittacetasa) tanpa mengerti bagaimana mencapai kesucian (cetovimutti) dan kesucian kebijaksanaan (pannavimutti) sehingga semua akusala dhamma yang jahat lenyap tanpa sisa. Sibuk karena ia melayani yang disukai dan tidak disukai, ketika ia merasakan suatu rasa yang menyenangkan, menyedihkan atau bukan menyenangkan maupun bukan menyedihkan, ia menyukai perasaan itu, mantap dengan itu dan melekat padanya. Ketika ia berbuat begitu, rasa suka muncul padanya. Sesungguhnya menyukai salah satu dari perasaan-perasaan itu adalah kemelekatan. Kemelekatan mengkondisikan 'perwujudan' (bhava), perwujudan mengkondisikan kelahiran, kelahiran mengkondisikan usia tua dan kematian, jika kesedihan, ratap tangis, kesakitan, duka dan putus asa. Itulah, bagaimana semua penderitaan ini.
    Karena mendengar suara dengan telinga ........
    Karena mencium bau dengan hidung ............
    Karena mengecap rasa dengan lidah .............
    Karena menyentuh sentuhan dengan tubuh ........
    Karena mengetahui obyek pikiran (dhamma) dengan pikiran ia bergairah kalau hal itu menyenangkan, ia kesal kalau hal itu tidak menyenangkan; ia berada dalam keadaan perhatian tubuh (kayasati) tak terbina dan pikiran terbatas (parittacetasa) tanpa mengerti bagaimana mencapai kesucian batin (cetovimutti) dan kesucian kebijaksanaan (pannavimutti) sehingga semua akusala dhamma yang jahat lenyap tanpa sisa. Sibuk karena ia melayani yang disukai dan tidak disukai, ketika ia merasakan suatu rasa yang menyenangkan, menyedihkan atau bukan menyenangkan maupun bukan menyedihkan, ia menyukai perasaan itu, mantap dengan itu dan melekat padanya. Ketika ia berbuat begitu, rasa suka muncul padanya. Sesungguhnya menyukai salah satu dari perasaan-perasaan itu adalah kemelekatan. Kemelekatan mengkondisikan 'perwujudan' (bhava), perwujudan mengkondisikan kelahiran, kelahiran mengkondisikan usia tua dan kematian, juga kesedihan, ratap tangis, kesakitan, duka dan putus asa. Itulah bagaimana asal mula semua penderitaan ini."

  32. - 33. "Para bhikkhu sekarang Tathagata muncul di dunia Arahat Samma Sambuddha (lihat Culahatthipadopama Sutta 13-21) ia mensucikan pikirannya dari keragu-raguan (vicikiccha)"
  1. - 37. "Setelah melenyapkan lima rintangan (nivarana), kotoran-kotoran batin yang melemahkan pengertian, jauh dari keinginan nafsu, jauh dari akusala dhamma, ia mencapai dan berada dalam Jhana I (seperti dalam Bhayabherava Sutta 23-26) Jhana II, Jhana III, Jhana IV dan telah mensucikan batinnya karena keseimbangan batin."
  1. "Setelah melihat bentuk-bentuk dengan mata, ia tidak bergairah kalau hal itu menyenangkan; ia tidak kesal kalau hal itu tidak menyenangkan; ia berada dalam perhatian tubuh (kayasati) yang terbina dan pikiran berpengertian yang tak terbatas bagaimana mencapai kesucian batin (cetovimutti) dan kesucian kebijaksanaan (pannavimutti) sehingga semua akusala dhamma yang jahat lenyap tanpa sisa. Setelah meninggalkan yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, ketika ia merasa suatu perasaan yang apakah menyenangkan, menyedihkan atau bukan menyenangkan maupun bukan menyedihkan, ia tidak menyukai perasaan itu tidak mantap dengan itu dan tidak melekat padanya. Ketika ia berbuat begitu rasa suka pada perasaan-perasaan itu lenyap. Dengan lenyapnya rasa suka maka kemelekatan lenyap; dengan lenyapnya kemelekatan maka 'perwujudan' lenyap dengan lenyapnya perwujudan maka kelahiran lenyap; dengan lenyapnya kelahiran maka usia tua dan kematian lenyap, juga kesedihan, ratap tangis, kesakitan, duka dan putus asa. Itulah bagaimana semua pendeitaan lenyap.
    Karena mendengar suara dengan telinga .......
    Karena mencium bau dengan hidung ...........
    Karena mengecap rasa dengan lidah .........
    Karena menyentuh sentuhan dengan tubuh ........
    Karena mengetahui objek pikiran (dhamma) dengan pikiran. Itulah bagaimana semua penderitaan lenyap"

  2. "Para bhikkhu, ingatlah kesucian karena pelenyapan total dari keinginan (tanhasankhayavimutti) yang saya uraikan ini. Tetapi bhikkhu Sati Kevattaputta telah terperangkap dalam jaring nafsu yang besar dan terkungkung oleh nafsu."
    Inilah yang dikatakan oleh Sang Tathagata. Para bhikkhu sangat puas dan senang terhadap kata-kata dari Sang Bhagava.

Cula Tanhasankhaya Sutta

CULA TANHASANKHAYA SUTTA (37)
Khotbah pendek tentang Hancurnya Nafsu Keinginan

Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya II
  1. Demikian yang saya dengar. Pada suatu ketika Yang terberkahi sedang berdiam di Savatthi di Taman Timur, di Istana Ibu Migara.

  2. Pada saat itu, Sakka, penguasa para dewa, mendatangi Yang Terberkahi. Setelah memberi hormat kepada Beliau, dia berdiri di satu sisi dan bertanya: “Yang Mulia Bhante, secara ringkas bagaimanakah seorang bhikkhu terbebas melalui hancurnya nafsu keinginan, orang yang telah mencapai tujuan tertinggi, jaminan tertinggi untuk bebas dari belenggu, kehidupan suci tertinggi, tujuan tertinggi, ia yang terkemuka di antara para dewa dan manusia?”395

  3. “Di sini, wahai penguasa para dewa, seorang bhikkhu telah mendengar bahwa tak ada sesuatu pun yang pantas dilekati. Ketika seorang bhikkhu telah mendengar bahwa tak ada sesuatu pun yang pantas dilekati, secara langsung dia mengetahui segalanya; setelah secara langsung mengetahui segalanya, dia sepenuhnya memahami segalanya; setelah sepenuhnya memahami segalanya, maka perasaan apa pun yang dia rasakan, tidak peduli menyenangkan atau menyekitkan atau bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan, dia berdiam merenungkan ketidak-kekalan di dalam peresaan-perasaan itu, merenungkan pudarnya, merenungkan penghentian, merenungkan pelepasan. Dengan merenungkan demikian, dia tidak melekati apa pun di dunia ini. Ketika tidak melekat, dia tidak gelisah. Ketika tidak gelisah, secara pribadi dia mencapai Nibbana.396 [252] Dia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi kelahiran di dalam keadaan dumadi apa pun.' Secara ringkas, wahai penguasa para dewa, dengan cara demikianlah seorang bhikkhu terbebas melalui hancurnya nafsu keinginan, orang yang telah mencapai tujuan tertinggi, jaminan tertinggi untuk bebas dari belenggu, kehidupan suci tertinggi, tujuan tertinggi, dia yang terkemuka di antara para dewa dan manusia.”

  4. Kemudian Sakka, peguasa para dewa, karena gembira dan bersukacita dengan kata-kata Yang Terberkahi, memberi hormat kepada Yang Terberkahi. Dan dengan tatap menjaga agar Beliau tetap berada di sebelah kanannya, dia pun segera lenyap.

  5. Pada kesempatan itu, Y.M. Maha Moggallana sedang duduk tidak jauh dari Yang Terberkahi. Kemudian beliau berpikir: “Apakah dewa itu tadi bisa menembus arti kata-kata Yang Terberkahi ketika dia bersukacita, atau tidak? Sebaiknya saya mencari tahu apakah dia bisa atau tidak.”

  6. Kemudian, secepatnya orang kuat bisa meluruskan tangannya yang tertekuk atau menekuk tangannya yang lurus, Y.M. Maha Moggallana lenyap dari Istana Ibu Migara di Taman Timur dan muncul di antara para dewa di Alam Tiga-puluh-tiga Dewa.

  7. Pada kesempatan itu, Sakka, penguasa para dewa, diperlengkapi dan diberkahi ratusan kali dengan lima jenis musik surgawi, dan dia sedang menikmatinya di Taman Hiburan Teratai Tunggal. Ketika melihat Y.M. Maha Moggallana dari jauh, dia menhentikan musikitu, mwnghampiri Y.M. Maha Moggallana, dan berkata pada beliau: “Mari, Bhante Moggallana yang baik! Selamat datang, Bhante Moggallana yang baik! Sudah lama Y.M. Moggallana yang baik, sejak Bhante mendapatkan kesempatan untuk datang ke sini, Silahkan duduk, Bhante Moggallana yang baik; tempat duduk ini telah siap.”

    Y.M. Maha Moggallana duduk di tempat duduk yang telah disiapkan, dan Sakka mengambil tempat duduk yang rendah dan duduk di satu sisi. Y.M. Maha Moggallana kemudian bertanya kepadanya:
  8. “Kosiya,397 bagaimanakah Yang Terberkahi menyatakan kepadamu secara ringkas pembebasan melalui hancurnya nafsu keinginan? Akan baik jika kita bisa juga mendengar pernyataan itu.”

    “Bhante Moggallana yang baik, kami amat sibuk, amat banyak yang harus kami lakukan, tidak hanya urusan kami sendiri, tetapi juga urusan para dewa di Alam Tiga-Puluh-tiga Dewa. Sealain itu, Bhante Moggallana yang baik, apa yang didengar dengan baik, dipelajari dengan baik, [253] diperhatikan dengan baik, diingat dengan baik, tidak lenyap secara tiba-tiba. Bhante Moggallana yang baik, pernah terjadi ada perang yang pecah antara para dewa dan para raksasa.398 Di dalam perang itu para dewa menang dan para raksasa kalah. Ketika saya telah memenangkan perang itu dan kembali dari sana sebagai penakluk, saya menyuruh agar Istana Vejayanta di bangun. Bhante Moggallana yang baik, Istana Vejayanta memiliki seratus menara, dan setiap menara memiliki tujuh ratus ruang di lantai atas, dan setiap ruang di lantai atas memiliki tujuh peri, dan setiap peri mempunyai tujuh pelayan. Maukah Bhante melihat keelokan Istana Vejayanta, Bhante Moggallana yang baik?” Y.M. Maha Moggallana setuju dengan berdiam diri.

  9. Kemudian Sakka, penguasa para dewa, dan Raja Vessavana yang agung399 pergi menuju Istana Vejayanta, dengan mendahulukan Y.M. Maha Moggallana. Ketika para pelayan Sakka melihat Y.M. Maha Moggallana dari jauh, mereka malu dan jengah, dan mereka masing-masing masuk ke kamarnya sendiri-sendiri. Seperti halnya seorang menantu perempuan malu dan jengah ketika melihat ayah mertuanya, demikian pula ketika para pelayan Sakka melihat Y.M. Maha Moggallana datang, mereka malu dan jengah dan mereka masuk ke kamarnya sendiri-sendiri.

  10. Kemudian Sakka, pengusa para dewa, dan Raja Vessavana yang agung mengajak Y.M. Maha Moggallana berjalan ke semua penjuru dan menjelajahi Istana Vejayanta. “Lihatlah, Bhante Moggallana yang baik, keelokan Istana Vejayanta ini! Lihatlah Bhante Moggallana yang baik, keelokan Istana Vejayanta ini.”

    “Hal ini memberikan pujian bagi Yang Mulia Kosiya sebagai orang yang dahulu telah melakukan tindakan jasa; dan kapan pun makhluk-makhluk manusia melihat apa pun yang elok, mereka mengatakan: ‘Tuan-tuan, hal ini memberikan pujian bagi para dewa di Alam Tiga-puluh-tiga Dewa!' Hal ini memberikan pujian bagi Yang Mulia Kosiya sebagai orang yang dahulu telah melakukan tindakan jasa.”

  11. Kemudian Y.M. Maha Moggallana mempertimbangkan demikian: “Makhluk halus ini sungguh hidup amat sangat lalai. Bagaimana jika saya menggugah rasa kemendesakan di dalam dirinya?” Kemudian Y.M. Maha Moggallana mempertunjukan perbuatan dengan kekuatan kesaktian yang sedemikian rupa, sehingga dengan ujung jari kakinya beliau membuat Istana Vejayanta terguncang dan bergetar dan gemetar.400 [254] Sakka dan Raja Vessavana yang agung serta para dewa di Alam Tiga-puluh-tiga Dewa merasa amat takjub dan kagum, dan mereka berkata, “Tuan-tuan, hal ini luar biasa, hal ini menakjubkan, kekuatan dan kekuasaan macam apa yang dimiliki petapa itu, sehingga dengan ujung jari kakinya beliau mampu membuat bagian surgawi ini terguncang dan bergetar serta gemetar!”

  12. Ketika Y.M. Maha Moggallana mengetahui bahwa Sakka, penguasa para dewa, tergugah oleh rasa kemendesakan dengan bulu kuduknya berdiri, beliau bertanya kepada Sakka: “Kosiya, bagaimana Yang Terberkahi secara ringkas menyatakan kepadamu pembebasan melalui hancurnya nafsu keinginan? Akan baik jika kita juga bisa mendengar pertanyaan itu.”

    “Bhante Moggallana yang baik, saya mendatangi Yang Terberkahi. Setelah memberi hormat kepada Beliau, saya berdiri di satu sisi dan bertanya: “Yang Mulia Bhante, … [seperti di § 2] … di antara para dewa dan manusia?” Ketika hal ini dikatakan, Bhante Moggallana yang baik, Yang Terberkahi memberitahu saya: ‘Di sini wahai penguasa para dewa, … [seperti di §3] di antara para dewa dan manusia.' Demikianlah secara ringkas Yang Terberkahi menyatakan kepadaku pembebasan melalui hancurnya nafsu keinginan, Bhante Moggallana yang baik.”

  13. Pada waktu itu Y.M. Maha Moggallana bergembira dan bersukacita dengan kata-kata Sakka, penguasa para dewa. [255] Kemudian, secepat pria yang kuat meregangkan tangannya yang tertekuk, atau menekuk tangannya yang teregang, dia lenyap dari antara para dewa di Alam Tiga-puluh-tiga Dewa dan muncul di Taman Timur di Istana Ibu Migara.

  14. Setelah itu, tak lama setelah Y.M. Maha Moggallana pergi, para pelayan Sakka, penguasa para dewa, bertanya kepada Sakka: “Tuan yang baik, apakah itu tadi gurumu, Yang Terberkahi?” – “Bukan, tuan-tuan yang baik, itu tadi bukan guruku Yang Terberkahi. Beliau adalah salah satu sahabatku di dalam kehidupan suci, Y.M. Maha Moggallana.”401 – “Tuan yang baik, merupakan suatu keuntungan bagimu bahwa sahabatmu di dalam kehidupan suci memiliki kekuatan dan kekuasaan sedemikian rupa. Betapa Gurumu, Yang Terberkahi, jauh lebih hebat daripada itu!”

  15. Kemudian Y.M. Maha Moggallana menghadap Yang Terberkahi, dan setelah memberi hormat Beliau, dia duduk di satu sisi dan bertanya kepada Yang Terberkahi, “Bhante, apakah Yang Terberkahi ingat telah menyatakan secara ringkas-kepada satu makhluk halus yang terkenal dengan sejumlah besar pengikut-pembebasan melalui hancurnya nafsu keinginan?”

    “Aku memang ingat telah melakukan hal itu, Moggallana. Di sini, Sakka, penguasa para dewa, telah datang kepadaku, dan setelah memberi hormat kepadaku, dia berdiri di satu sisi dan bertanya: ‘Yang Mulia Bhante, secara ringkas bagaimanakah seorang bhikkhu terbebas melalui hancurnya nafsu keserakahan, orang yang telah mencapai tujuan tertinggi, jaminan tertinggi untuk bebas dari belenggu, kehidupan suci tertinggi, tujuan tertinggi, ia yang terkemuka di antara para dewa dan manusia?' Ketika hal ini dikatakan, aku memberitahu dia: ‘Di sini, wahai pengasa para dewa, seorang bhikkhu telah mendengar bahwa tak ada sesuatu pun yang pantas dilekati. Ketika seorang bhikkhu telah mendengar bahwa tak ada sesuatu pun yang pantas dilekati, secara langsung dia mengetahui segalanya; setelah secara langsung mengetahui segalanya, dia sepenuhnya memahami segalanya; setelah sepenuhnya memehami segalanya, maka perasaan apa pun yang dia rasakan, tidak peduli menyenangkan atau menyakitkan atau bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan, dia berdiam merenungkan ketidak-kekalan di dalam perasaan-perasaan itu, merenungkan pudarnya, merenungkan penghentian, merenungkan pelepasan. Dengan merenungkan demikian, dia tidak melekati apa pun di dunia ini. Ketika tidak melekat, dia tidak gelisah. Ketika tidak gelisah, secara pribadi dia mencapai Nibbana. Dia memahami: “Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, [256] apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi kelahiran di dalam keadaan dumadi apa pun.” Secara ringkas, wahai penguasa para dewa, dengan cara demikian seorang bhikkhu terbebas melalui hancurnya nafsu keinginan…di antara para dewa dan manusia.' Demikianlah aku ingat telah menyatakan secara ringkas kepada Sakka, pengasa para dewa, pembebasan melalui hancurnya nafsu keinginan.”

    Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Y.M. Maha Moggallana merasa puas dan bersukacita di dalam kata-kata Yang Terberkahi.

Catatan :

(395) MA: Sakka bertanya tentang praktek awal seorang bhikkhu Arahat, yang melalui praktek itu dia menjadi terbebas karena hancurnya nafsu keinginan.

(396) MA menjelaskan bacaan ini sebagai berikut: “Segalanya” (saabbe dhamma) adalah lima kelompok kehidupan, dua belas landasan, delapan belas elemen. Hal-hal inilah yang “tidak pantas didekati” melalui nafsu keinginan dan pandangan-pandangan, karena pada kenyataannya sifat hal-hal itu ternyata berbeda dari caranya dipahami: dipahami sebagai bersifat kekal, menyenangkan, dan diri, namun ternyata hal-hal itu bersifat tidak kekal, penderitaan, dan bukan-diri. Dia “langsung mengetahui” hal-hal itu sebagai tidak kekal, penderitaan dan bukan-diri, dan “sepenuhnya memahami” hal-hal itu dengan cara menelitinya dengan cara yang sama. “Merenungkan ketidak-kekalan” dsb., dicapai melalui pengetahuan kebijaksanaan tentang kemunculan dan kejatuhannya, serta tentang kehancuran dan kelenyapannya. “Dia tidak melekat” pada bentukan apa pun melalui nafsu keinginan dan pandangan-pandangan, tidakmenjadi gelisah karena nafsu keinginan, dan secara pribadi mencapai Nibbana melalui padamnya semua kekotoran batin.

(397) Nama pribadi Sakka, yang berarti “burung hantu.”

(398) Para dewa dan raksasa (asura) digambarkan di Kitab Pali sebagai makhluk yang selalu berperang satu sama lain. Lihat khususnya Sakkasamyutta (SN i.216-28).

(399) Salah satu dari Empat Raja Besar, penguasa para yakkha, yang kerajaannya ada di utara.

(400) MA: Dia melakukannya dengan masuk ke dalam meditasi tentang kasina-air dan kemudian bertekad: “Semoga fondasi istana ini seperti air.”

(401) Sakka dapat mengacu pada Y.M. Maha Moggallana sebagai “sahabat di dalam kehidupan suci” karena sebelum itu, Sakka sendiri telah mencapai Pemasuk-Arus (DN 21.2.10 /ii.289).

Dengan demikian, dia adalah siswa agung yang pasti akan menuju ke pembebasan yang sama seperti yang telah dicapai oleh Maha Moggallana.

Related Links:
www.samaggi-phala.or.id

Maha Saccaka Sutta

MAHA SACCAKA SUTTA

Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya II
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha

  1. Demikianlah yang saya dengar.
    Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada di Kutagarasala, Mahavana, Vesali.

  2. Ketika hari masih pagi, Sang Bhagava telah selesai berpakaian dan mengambil patta serta jubah luar (civara). Beliau akan pergi ke Vesali untuk pindapata.

  3. Pada saat itu Saccaka Niganthaputta sedang cankamana (berjalan mondar-mandir melakukan latihan) ia pergi ke Kutagarasala, Mahavana. Bhikkhu Ananda melihat dia datang dari jauh. Ketika beliau melihatnya, beliau berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, Saccaka Niganthaputta sedang ke sini, ia adalah seorang pendebat, seorang pembicara yang pandai dan dianggap oleh banyak orang sebagai orang suci. Ia ingin mencela Sang Buddha, Dhamma dan Sangha. Lebih baik apabila Sang Bhagava mau duduk sebentar demi kasih sayang." Sang Bhagava duduk di tempat duduk yang ada. Kemudian Saccaka Niganthaputta pergi menemui beliau, saling memberikan salam, setelah kata-kata pembuka yang penuh hormat serta lemah lembut itu dilakukan, ia duduk di tempat duduk yang tersedia. Setelah duduk ia berkata Sang Bhagava:

  4. "Guru Gotama, ada beberapa petapa dan brahmana yang melibatkan diri untuk mengejar praktik pengembangan jasmani tanpa mengembangkan pikiran. Mereka itu tersentuh oleh perasaan sakit jasmani menjadi lumpuh di paha atau jantung meledak atau darah panas menyembur keluar dari mulutnya atau ia menjadi gila, hilang kesadarannya. Begitulah karma pikiran tunduk pada jasmaninya dan membiarkan jasmani menguasainya.

    Mengapa? Sebab pikiran tidak dikembangkan. Tetapi ada pula beberapa petapa dan brahmana yang terlibat dalam mengejar mengembangkan pikiran tanpa mengembangkan jasmani. Mereka itu tersentuh oleh perasaan sakit dari mentalnya, juga menjadi lumpuh pada pahanya atau jantungnya meledak, darah segar menyembur keluar dari mulutnya atau ia menjadi gila, hilang kesadarannya. Begitulah karma jasmani tunduk pada pikiran, membiarkan pikiran menguasainya. Mengapa? Sebab jasmani itu tidak dikembangkan. Guru Gotama, saya berpendapat bahwa sudah pasti siswa-siswa Guru Gotama adalah mengutamakan mengembangkan pikiran tanpa mengembangkan jasmani?"

  5. "Aggivessana, tetapi bagaimana cara mengembangkan jasmani kamu pelajari?"

    "Ada contohnya, yaitu: Nanda Vaccha, Kisa Sankicca, Makkhali Gosala. Mereka itu berjalan dengan telanjang, mereka menolak kaidah-kaidah/peraturan, menjilati tangan-tangan mereka, tidak mau memenuhi undangan, tidak berhenti apabila diminta, mereka tidak menerima apapun yang dibawa (kepadanya), atau sesuatu yang khusus dibuat (untuk dirinya), atau suatu undangan: mereka tidak akan menerima segala sesuatu yang dikeluarkan dari panci, dari mangkok, melewati daun pintu, melewati tongkat, melewati alu (alat penumbuk), dari dua orang makan bersama, dari seorang wanita dengan anak, dari wanita menyusui, dari (dimana) seorang wanita sedang merebahkan diri dengan seorang laki-laki, dari makanan yang telah diumumkan untuk dibagi-bagikan, dari tempat dimana seekor anjing sedang menunggu, darimana lalat-lalat sedang beterbangan: mereka tidak menerima ikan atau daging, mereka tidak minum anggur, arak atau minuman yang diragikan. Mereka menerima makanan hanya dari satu rumah untuk sesuap nasi: mereka menerima makanan hanya dari dua rumah untuk dua suap nasi .... tujuh rumah untuk tujuh suap nasi. Mereka hidup hanya dengan sepiring, dengan dua piring ... tujuh piring sehari. Mereka hanya makan satu kali sehari, satu kali dalam dua hari .... satu kali dalam tujuh hari; dan sedemikian selanjutnya hingga satu kali dalam empat betas hari, mereka berkelana mengabdikan diri kepada praktik semacam itu tentang mengambil makanan pada waktu-waktu yang telah dikemukakan itu."

  6. "Aggivessana, tetapi apakah mereka itu selalu hidup atas dasar hal itu?" "Tidak, Guru Gotama, kadang-kadang mereka mengunyah makanan keras yang baik, makanan-makanan baik yang lembut, mencicipi cemilan-cemilan enak, minum-minuman enak. Dengan itu mereka mendapat kekuatan, pertumbuhan dan lemak."

    "Aggivessana, apa yang dahulu mereka tinggalkan, mereka kemudian mengumpulkannya kembali. Itulah mengapa terdapat pengumpulan dan pembuangan dari badan ini. Sekarang bagaimana pengembangan pikiran yang telah kamu pelajari?" Ketika Saccaka Niganthaputta ditanya oleh Sang Bhagava tentang pengembangan pikiran, ia tidak dapat menjawabnya.

  7. Kemudian Sang Bhagava berkata kepadanya: "Aggivessana, apa yang baru saja kamu bicarakan sebagai pengembangan jasmani, adalah bukan pengembangan jasmani sesuai dengan Dhamma dan Vinaya Ariya. Sedangkan pengembangan jasmani kamu tidak tahu, apalagi tentang pengembangan pikiran itu! Namun demikian, dengarkan bagaimana seseorang tidak mengembangkan jasmani dan tidak mengembangkan pikiran, juga bagaimana ia mengembangkan jasmani dan pikiran, perhatikan baik-baik apa yang akan saya katakan."

    "Baiklah. Bhante," jawab Saccaka Niganthaputta. Selanjutnya Sang Bhagava berkata:

  8. "Bagaimana seseorang tidak mengembangkan jasmani serta tidak mengembangkan pikiran? Aggivessana, dalam hal ini perasaan menyenangkan timbul dalam di dalam diri seorang awam yang tidak diajar sebagaimana orang-orang biasa pada umumnya. Disentuh oleh perasaan menyenangkan itu, ia bernafsu terhadap perasaan menyenangkan tersebut, ia tetap saja bernafsu terhadap perasaan menyenangkan itu. Perasaan menyenangkan itu berhenti, dengan berhentinya perasaan menyenangkan itu maka timbullah perasaan menyakitkan (di kemudian hari).

    Disentuh oleh perasaan menyakitkan itu maka ia berduka, sedih, meratapi, memukul-mukul dadanya, ia menangis dan menjadi putus asa. Ketika perasaan menyenangkan itu timbul padanya, perasaan itu masuk dalam pikiran dan tinggal disana karena badan jasmaninya tidak dikembangkan. Dalam hal ini, setiap yang dalam cara atau gaya ganda ini, perasaan menyenangkan timbul dan masuk dalam pikiran serta tinggal di sana karena badan jasmani itu tidak dikembangkan; perasaan menyakitkan timbul dan masuk dalam pikiran serta tinggal di sana sebab pikiran itu tidak dikembangkan. Beginilah jasmani yang tidak dikembangkan dan pikiran yang tidak dikembangkan.

  9. Bagaimana seseorang mengembangkan jasmani dan pikiran? Aggivessana, dalam hal ini perasaan menyenangkan timbul pada ariya savaka yang terpelajar dengan baiknya. Disentuh oleh perasaan menyenangkan itu, ia tidak bernafsu terhadap perasaan menyenangkan itu, ia tidak tetap mempertahankan nafsunya terhadap perasaan menyenangkan itu. Perasaan menyenangkan itu berhenti. Karena perasaan menyenangkan berhenti, maka timbullah perasaan menyakitkan, ia tidak berduka, tidak bersedih atau meratapinya, ia tidak memukuli dirinya, tidak menangis dan tidak putus asa. Ketika perasaan menyenangkan itu timbul padanya, perasaan menyenangkan itu tidak masuk dalam pikiran dan tidak tetap tinggal di sana sebab badan jasmaninya telah dikembangkan. Ketika perasaan menyakitkan itu timbul padanya, perasaan menyakitkan tidak masuk dalam pikiran dan tidak tinggal di sana sebab pikiran telah dikembangkan. Dalam hal ini, setiap orang dengan cara atau gaya ganda ini, perasaan menyenangkan timbul tidak masuk dalam pikiran dan tidak tinggal di sana sebab badan jasmani telah dikembangkan, dan perasaan menyakitkan timbul dan tidak masuk dalam pikiran Saya serta tinggal di sana."

  10. "Saya mempunyai kepercayaan kepada Guru Gotama demikian: Beliau telah mengembangkan jasmani dan pikiran."

    "Aggivessana, sudah tentu kata-kata yang telah kamu ucapkan itu adalah pernyataan pribadi. Namun begitu Saya akan menjawabmu. Sejak aku mencukur rambut dan jenggot, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga menjadi petapa, maka tidak mungkin perasaan menyenangkan muncul dan masuk dalam pikiran yang telah dikembangkan."

  11. "Apakah barangkali tidak pernah timbul di dalam diri Guru Gotama suatu perasaan begitu menyenangkan yang dapat masuk dalam pikiran serta tetap tinggal di sana? Apakah tidak pernah timbul di dalam diri Guru Gotama suatu perasaan yang begitu menyakitkan sehingga masuk dalam pikiran dan tetap tinggal di sana?"

  12. "Aggivessana, mengapa tidak? Sekarang, sebelum aku mencapai Penerangan Sempurna, ketika aku masih sebagai Bodhisatva yang belum mencapai penerangan sempurna itu, saya berpikir: Hidup berumah tangga itu adalah tidak leluasa dan merupakan tempat yang kotor; hidup itu berjalan terus menerus tak henti. Adalah tidak mungkin sementara masih hidup berumah tangga dan menjalani hidup suci yang sempurna dan murni seperti kerang yang digosok. Seandai aku mencukur rambut dan jenggotku, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga menjadi petapa?

  13. - 16. Selanjutnya, ketika masih muda, sebagai seorang anak laki-laki dengan rambut hitam kelam, yang diliputi keremajaan, pada phase pertama dari kehidupan ... walaupun ayah dan ibu ... (dan seterusnya seperti di dalam M.26 para. 14-17 hingga) ... di sana terdapat sebidang tanah yang cocok, ada taman yang menyenangkan, ada sungai jernih yang mengalir dengan tepinya yang bagus dan di dekatnya ada dusun sebagai tempat pindapata. Semua ini menyediakan sarana usaha bagi orang yang mau berusaha. Saya duduk di sana dan berpikir: "Ini akan menjadi sarana untuk usaha."
  1. Sekarang, tiga perumpamaan muncul padaku secara spontan, yang belum pernah terdengar sebelumnya. Misalnya, ada sepotong kayu basah, lapuk terletak di dalam air, dan seseorang datang dengan membawa kayu-api, sambil berpikir: "Aku akan menyalakan api, aku akan menghasilkan panas." Bagaimana pendapatmu Aggivessana, apakah orang itu akan (dapat) menyalakan api dan menghasilkan panas dengan membenamkan kayu-api yang ia bawa itu dan digosok-gosokan pada kayu lapuk basah tersebut, yakni kayu yang terletak di dalam air itu?"

    "Tidak, Guru Gotama." "Mengapa? Sebab kayu itu basah, lapuk dan di samping itu pula, terletak di dalam air. Oleh karena itu orang tersebut akan memetik hasil kelelahan serta kekecewaan."

    "Demikianlah. Aggivessana, sementara seorang petapa dan brahmana yang hidup dengan jasmani dan mental mereka belum menghindar dari keinginan indera, juga sementara nafsu-nafsunya, cinta kasih, kasih sayang, haus dan demam terhadap kesenangan indera belum ditinggalkannya dengan tuntas, maka jikalau petapa maupun brahmana merasakan sakit. Tersiksa, perasaan yang menusuk, ia tidak mampu mendapat pengetahuan (nana), pandangan (dassana) dan penerangan sempurna itu. Sama pula jikalau seorang petapa maupun brahmana yang baik merasakan rasa sakit, tersiksa maupun rasa sakit hingga menusuk yang disebabkan oleh usahanya, ia tidak mampu mendapatkan pengetahuan dan penglihatan dan penerangan sempurna. Ini adalah persamaan pertama yang terjadi padaku, belum pernah mendengar sebelumnya.

  2. Begitu pula, umpamanya ada sepotong kayu yang basah dan lapuk tergeletak di atas tanah kering jauh dari air dan seseorang datang dengan membawa tongkat kayu-api, dan berpikir: "Aku akan menyalakan api, aku akan menghasilkan panas." Aggivessana, bagaimana pendapatmu, apakah orang itu akan dapat menyalakan api dan menghasilkan panas dengan menggosok-gosokkan kayu-api itu pada sebatang kayu yang basah serta lapuk itu. Walaupun kayu terletak di tanah kering jauh dari air?" "Tidak Guru Gotama. Mengapa? Sebab kayu itu basah, lapuk, walaupun terletak di tanah kering yang jauh dari air. Oleh karena itu orang tersebut akan memetik hasil yang melelahkan dan mengecewakan."

    "Aggivessana, demikianlah sementara seorang petapa dan brahmana masih saja hidup hanya meninggalkan pemuasan nafsu indera jasmaniah; sedangkan nafsu-nafsunya, cinta kasih, nafsu kerasnya, haus dan demam untuk keinginan-keinginan indera tidak sepenuhnya ditinggalkan serta ditenangkan di dalam dirinya, sekalipun jikalau seorang petapa dan brahmana merasakan sakit, tersiksa dan tertusuk oleh perasaan-perasaan yang disebabkan oleh usaha kerasnya itu, ia tidak akan mampu mendapat pengetahuan, pandangan dan penerangan sempurna.

    Demikian pula jikalau petapa maupun brahmana yang baik tidak merasakan sakit, tersiksa, perasaan-perasaan yang menusuk yang disebabkan karena keinginan atau usaha kerasnya itu, ia tidak akan mampu mendapat pengetahuan, pandangan dan penerangan sempurna. Ini adalah perumpamaan kedua yang muncul pada-Ku secara spontan, yang belum pernah terdengar sebelumnya.

  3. Sekali lagi, umpamanya ada sepotong kayu yang tidak bergetah atau yang kering terletak di atas tanah yang kering jauh dari air, lalu ada orang datang dengan sepotong kayu-api, sambil berpikir: "Aku akan menyalakan api, aku akan membuat panas".

    Aggivessana, bagaimana pendapatmu: Apakah orang itu akan bisa menyalakan api itu pada sebatang kayu kering, tanpa getah yang terletak di atas tanah kering jauh dari air."

    "Ya, Guru Gotama. Mengapa? Sebab kayu itu adalah kering, tanpa getah disamping itu, kayu itu tergeletak di atas tanah kering jauh dari air!"

    "Aggivessana, demikianlah sementara seorang petapa dan brahmana yang baik dengan jasmani serta mentalnya meninggalkan keinginan-keinginannya, kasih sayangnya, nafsunya, haus dan demam untuk keinginan-keinginan indera telah sama sekali ditinggalkan dan ditenangkan dalam dirinya, kemudian, sekalipun jika kalau seorang petapa maupun brahmana merasakan rasa sakit, rasa menyiksa, rasa menusuk disebabkan karena keinginan atau usaha-usahanya itu, ia mampu mendapat pengetahuan, pandangan dan penerangan sempurna agung. Sekalipun apabila seorang pendeta baik atau orang suci tidak merasakan rasa menyakitkan, rasa menyiksa, rasa yang menusuk-nusuk disebabkan karena usahanya itu, ia mampu mendapat pengetahuan, pandangan dan penerangan sempurna. Inilah tiga perumpamaan yang terjadi padaku secara spontan, yang belum pernah terdengar sebelumnya.

  4. Aku berpikir: "Seandainya dengan gigi-gigiku tertutup rapat dan lidahku ditekan kuat-kuat pada langit-langit mulut, aku mengalahkan, memaksa dan menghancurkan pikiran dengan pikiran?" Oleh karena itu, dengan gigi tertutup rapat dan lidah tertekan pada langit-langit mulut, aku mengalahkan, memaksa dan menghancurkan pikiran dengan pikiran. Sementara aku berbuat demikian, keringat mengalir dari ketiakku. Sama seperti halnya seorang kuat akan menangkap orang yang lebih lemah pada kepalanya atau pada pundaknya dan mengalahkannya, memaksa serta menghancurkannya; demikian juga, sementara gigi-gigiku tertutup rapat dan lidahku tertekan pada langit-langit mulut, aku mengalahkan, memaksa dan menghancurkan, pikiran dengan pikiran, keringat mengalir dari ketiakku. Tetapi walaupun semangat yang tiada habis-habisnya itu telah timbul dalam diriku dan kesadaran yang tidak dapat dibatalkan kembali telah dibentuk, namun tubuhku telah dipaksakan dan tidak tenang, saya kelelahan disebabkan oleh usaha yang menyakitkan itu. Tetapi perasaan menyakitkan yang terjadi pada diriku seperti itu, tidak masuk dalam pikiran dan tidak tinggal di sana.

  5. Aku berpikir: "Seandainya aku melatih meditasi tanpa bernafas?" Maka saya menghentikan nafas masuk dan nafas keluar dari mulut dan hidungku. Sementara aku berbuat demikian, terjadilah suara yang amat keras oleh angin yang datang dari lubang-lubang telingaku. Sama seperti adanya suara keras dari teriakan seseorang, demikian juga halnya, ketika aku menghentikan nafas masuk dan nafas keluar dari mulut dan dari hidungku, terjadilah suara keras dari angin yang datang dari lubang telingaku. Tetapi walaupun semangat yang tiada habis-habisnya telah timbul di dalam diriku .... perasaan menyakitkan .... tidak masuk dalam pikiran dan tidak tinggal di sana.

  6. Aku berpikir: "Seandainya aku mempraktikkan lebih lanjut meditasi tanpa bernafas?" Oleh karena itu aku menghentikan nafas masuk dan nafas keluar dari mulut dan dari hidungku serta telingaku. Sementara aku berbuat demikian, angin mengganggu kepalaku. Sama seperti halnya ada orang kuat sedang membelah kepalaku pecah dengan pedang tajam, demikian juga, ketika aku menghentikan nafas masuk dan nafas keluar di dalam mulutku, hidung dan telinga, angin dahsyat mengganggu kepalaku.
    Tetapi walaupun semangat yang tanpa habis-habisnya telah timbul di dalam diriku .... perasaan menyakitkan .... tidak masuk dalam pikiran dan tidak tinggal di sana.

  7. Aku berpikir: "Seandainya lebih lanjut saya mempraktikkan meditasi tanpa bernafas?" Oleh sebab itu aku menghentikan nafas masuk dan nafas keluar di dalam mulutku, hidung dan telinga. Sementara aku berbuat demikian, terjadilah rasa sakit nan dahsyat di dalam kepalaku. Sama seperti halnya seseorang yang kuat sedang mengikat erat-erat ikat pinggang kulit di kepalaku, demikian juga ketika aku menghentikan nafas masuk dan nafas keluar di dalam mulutku, hidung dan telinga, terjadi rasa sakit yang luar biasa dalam kepalaku itu. Tetapi walaupun semangat yang tanpa habis-habisnya telah timbul di dalam diriku .... perasaan menyakitkan .... tidak masuk dalam pikiran dan tidak tinggal di sana.

  8. Aku berpikir: "Seandainya aku melatih meditasi lebih lanjut tanpa bernafas?" Oleh karena itu aku berhenti menarik dan mengeluarkan nafas di dalam mulutku, hidung dan telinga. Sementara saya berbuat demikian, angin dahsyat mengukir-ukir di dalam perutku. Tepat seperti seorang penjagal pandai atau anak buahnya menggores-gores isi perut lembu dengan pisau tajam, demikian juga, ketika aku berhenti menarik dan mengeluarkan nafas di dalam mulut, hidung dan telinga, angin dahsyat menyayat-nyayat perutku. Tetapi walaupun energi yang tiada habis-habisnya itu di bangkitkan di dalam diriku .... perasaan menyakitkan .... tidak menjajah pikiranku dan tinggal di sana.

  9. Ketika para dewa melihat diriku, mereka berkata: "Samara Gotama telah mati". Dewa-dewa lain berkata: "Samara Gotama tidak mati, ia hampir mati". Para dewa yang lain berkata: "Samara Gotama itu tidak mati dan bukan dalam keadaan mau mati; ia seorang Arahat. Inilah cara para Arahat."

  10. Aku berpikir: "Seandainya aku sama sekali tidak makan?" Kemudian datanglah para dewa kepadaku dan berkata: "Saudara yang baik, janganlah tidak makan sama sekali.

    Apabila kamu berbuat demikian, kita akan memasukkan makanan surgawi melalui pori-porimu dan kamu akan hidup atas makanan surgawi itu". Aku berpikir: "Jika aku memaksa untuk berpuasa total dan para dewa ini memasukkan makanan surgawi melalui pori-poriku dan saya hidup atas dasar itu, maka aku akan berbohong". Maka saya menolak para dewa itu: "Tidak perlu"

  11. Aku berpikir: "Seandainya aku hanya makan sedikit saja, katakanlah, setiap kali satu kepal, apakah makan itu adalah sop kacang atau sop miju-miju atau sop kacang-kacangan dan lain-lain. Ketika aku berbuat demikian, badanku menjadi kurus kering luar biasa. Disebabkan karena makan begitu sedikitnya tulang-tulangku menjadi semacam sambungan dari batang tumbuh-tumbuhan atau seperti sambungan bambu-bambu. Disebabkan karena makan begitu sedikit punggungku menjadi melengkung bagaikan pungguk onta. Disebabkan karena makan begitu sedikit sehingga penampilan dari tulang-tulang belakangku mirip dengan manik-manik yang diikat dengan tali. Disebabkan makan begitu sedikit tulang-tulang igaku menonjol keluar bagaikan kayu kaso dari sebuah gudang yang tidak mempunyai atap. Disebabkan karena makan begitu sedikit cahaya dari sinar mataku tenggelam jauh ke bawah masuk ke dalam kelopaknya seperti pancaran air yang tenggelam jauh ke dalam sumur yang amat dalam. Disebabkan karena makan begitu sedikit kulit kepalaku mengkerut dan layu bagaikan buah labu hijau yang mengkerut dan layu terkena angin dan matahari. Disebabkan makan begitu sedikitnya, apabila aku menyentuh kulit perutku, aku dapat menyentuh tulang belakangku aku juga menyentuh kulit perutku. Disebabkan makan begitu sedikitnya, apabila aku membuang air kecil atau air besar, aku jatuh terjungkal di atas mukaku di sana. Disebabkan makan begitu sedikitnya, apabila aku mencoba untuk mengusap tubuhku tercabut sampai keakar-akarnya, berjatuhan dari tubuhku ketika saya mengusap.

  12. Pada waktu itu apabila orang-orang melihat diriku seperti itu, mereka berkata: "Samana Gotama adalah seorang hitam" Orang -orang lain berkata: "Samana Gotama adalah bukan orang hitam, ia adalah orang coklat." Orang lain pula berkata: "Samana Gotama adalah bukan orang hitam maupun pula bukan orang coklat, tetapi ia adalah orang kulit cerah." Begitu banyaknya warna kulitku yang biasanya terang, cerah menjadi rusak tidak karuan karena makan begitu sedikitnya.

  13. Aku berpikir: "Apabila seorang petapa atau brahmana merasakan rasa sakit, bergetar, menusuk dikarenakan keinginan kerasnya, rasa itu dapat menyamai keadaanku ini tetapi tidak dapat melampauinya. Kapanpun seorang petapa atau brahmana pada waktu yang akan datang akan merasakan sakit, bergetar dan perasaan menusuk yang amat tajam disebabkan keinginan-keinginan kerasnya. Keadaan itu dapat menyamai perasaanku itu tapi bukan melebihinya. Kapanpun seorang petapa atau brahmana pada waktu sekarang merasakan sakit, bergetar atau perasaan yang menusuk disebabkan karena keinginan kerasnya, keadaan sakit itu bisa menyamai perasaanku itu namun tidak melebihinya. Tetapi dengan melaksanakan hal yang amat menyakitkan ini saya mencapai tingkat yang tidak beda dengan keadaan manusia biasa yang belum mencapai pengetahuan dan pandangan ariya. Apakah masih ada jalan lain untuk pencapaian penerangan sempurna?

  14. Aku berpikir: "Ketika ayahku Sakya sedang sibuk, ketika aku sedang duduk di bawah rindangnya pohon apel-jingga (jambuddhaya), jauh dari pemuasan nafsu indera, jauh dari akusala dhamma, saya memiliki pengetahuan mencapai dan berada dalam Jhana I dengan memiliki vitakka, vicara, piti yang dihasilkan oleh ketenangan. Apakah jalan ini mencapai penerangan sempurna?" Kemudian, ingatan berikut muncul dan mengenal: "Inilah jalan pencapaian Penerangan Sempurna"

  15. Aku berpikir: "Mengapa aku takut pada kesenangan? Itu adalah kesenangan yang tidak ada hubungannya dengan keinginan-keinginan indera-indera dan akusala dhamma." Aku berpikir: "Saya tidak takut terhadap kesenangan-kesenangan itu, karena kesenangan-kesenangan itu tidak ada hubungannya dengan keinginan-keinginan indera dan akusala dhamma."

  16. Aku berpikir: "Adalah tidak mungkin mencapai kesenangan semacam itu dengan badan yang sangat kurus. Seandainya aku makan sedikit makanan padat - sedikit nasi dan roti? Saya makan sedikit makanan padat - sedikit nasi dan roti, tetapi pada waktu itu ada lima bhikkhu yang sedang menemani saya, sambil berpikir: "Apabila Samana Gotama mencapai suatu kemajuan ia akan memberitahukan kepada kita" Segera setelah aku makan nasi dan roti, kelima bhikkhu menjadi muak dan meninggalkan aku (sambil berpikir): "Samana Gotama telah berbalik menjadi memuaskan diri sendiri, ia telah meninggalkan usaha dan hidup mewah"

  17. Ketika saya telah makan makanan padat dan menemukan kembali kekuatanku, karena jauh dari pemuasan nafsu indera dan akusala dhamma saya mencapai dan berada dalam Jhana I yang disertai oleh vitakka, vicara dan piti yang muncul karena ketenangan. Tetapi perasaan menyenangkan yang muncul adalah tidak masuk ke dalam pikiranku dan tinggal di sana.

  18. Dengan vitakka dan vicara lenyap, saya mencapai dan berada dalam Jhana II ....

  19. Dengan piti lenyap ... Jhana III .... Tetapi perasaan menyenangkan yang muncul itu tidak masuk ke dalam pikiranku dan tidak tinggal di sana.

  20. Dengan melenyapkan kebahagiaan (sukha) dan ketidak senangan (dhukkha), saya mencapai dan berada dalam Jhana IV. Tetapi perasaan menyenangkan yang muncul itu tidak masuk ke dalam pikiranku dan tidak tinggal di sana.

  21. Ketika pikiranku yang terkonsentrasi menjadi murni, jernih, tanpa cacat, ketidaksempurnaan lenyap, menjadi tak tertundukkan, kuat, mantap, mencapai keadaan yang tidak dapat diganggu, saya mengarahkan pikiranku kepada pengetahuan mengingat kehidupan pada masa yang lampau (pubbenivasanussatinana) .... (seperti dalam M.4.27) .... jadi dengan rinci dan khusus saya mengingat banyaknya kehidupanku pada masa yang lampau itu.

  22. Ini adalah pengetahuan benar pertama bagiku yang saya capai pada masa pertama di malam hari. Kebodohan telah dimusnahkan dan pengetahuan sejati timbul; kegelapan telah dilenyapkan dan cahaya terang timbul; seperti (yang terjadi) pada orang yang menyenangkan yang muncul itu tidak masuk dalam pikiranku dan tidak tinggal di sana.

  23. Ketika pikiranku yang terkonsentrasi menjadi mumi, jernih ... saya mengarahkan pikiranku kepada meninggal dan terlahir kembali makhluk-makhluk .... (seperti di dalam M.4.29) .... jadi dengan mata dewa (dibba cakkhu), yang telah dimurnikan dan melampaui kemampuan mata manusia biasa. Saya melihat .... bagaimana makhluk-makhluk itu mati sesuai dengan kamma-kamma mereka.

  24. Ini adalah pengetahuan benar kedua yang telah saya capai pada masa kedua di malam hari. Kebodohan telah dilenyapkan dan timbullah pengetahuan sejati; kegelapan telah dilenyapkan dan terang telah timbul; seperti yang terjadi pada diri orang yang rajin, tekun dan menguasai diri sendiri. Tetapi perasaan menyenangkan yang muncul itu tidak masuk dalam pikiranku dan tidak tinggal di sana.

  25. - 42. Ketika pikiranku yang terkonsentrasi menjadi murni, jernih ...... saya mengarahkan pikiranku kepada pengetahuan pemusnahan kekotoran batin noda-noda (asavakkayanana). Saya mempunyai abhinna (pengetahuan batin) 'apa adanya' tentang: "Inilah dukkha seperti dalam M.4.31-32 Tidak ada lagi kehidupan berikut yang akan muncul"
  1. Ini adalah pengetahuan benar ketiga yang telah saya capai pada masa ketiga di malam hari. Kebodohan telah dilenyapkan dan kebenaran sejati timbul; kegelapan telah dilenyapkan cahaya terang timbul; seperti terjadi pada diri orang yang rajin, tekun dan menguasai diri sendiri. Tetapi perasaan menyenangkan yang muncul itu tidak masuk dalam pikiran dan tidak tinggal di sana.

  2. Saya mempunyai pengetahuan langsung untuk mengajarkan Dhamma kepada sekumpulan orang yang terdiri dari beberapa ratus orang. Barangkali seseorang atau orang lain telah membayangkan: "Samana Gotama sedang mengajarkan Dhamma kepadaku" Tetapi hal itu harap jangan menganggap bahwa Tathagata mengajarkan Dhamma kepada orang-orang hanya untuk memberikan pengetahuan kepada mereka. Ketika pembicaraan telah selesai, maka selanjutnya saya memusatkan pikiranku ke dalam diriku sendiri, menenangkannya, memusatkannya pada obyek yang sama seperti pada pemusatan pikiran yang lalu, yang selalu saya hayati. Itu dapat dipercaya (sebagai suatu pernyataan) dari Samana Gotama karena ia adalah Arahat Samma Sambuddha. Tetapi barangkali Samana Gotama mempunyai abhinna tentang tidur di siang hari?

  3. Aggivessana, di akhir bulan pada musim panas setelah kembali dari pindapata dan setelah makan, saya mempunyai pengetahuan melipat jubah (sanghati) saya empat kali, membaringkan tubuh pada sisi kanan, tertidur dengan penuh perhatian dan sadar"

    "Beberapa petapa dan brahmana menamakan itu sebagai cara orang bodoh, Guru Gotama"

  4. "Itu adalah bukan bagaimana seseorang bodoh atau tidak bodoh, ditipu. Dengarkan dengan penuh perhatian apa yang akan saya katakan tentang bagaimana seseorang itu bodoh atau tidak bodoh." "Baiklah" jawab Saccaka Niganthaputta. Selanjutnya Sang Bhagava berkata:

  5. "Ia saya sebut bodoh karena dirinya dikotori noda-noda batin, menghasilkan kelahiran baru, menyebabkan kesusahan, matang dalam penderitaan, mengarah pada kelahiran di waktu yang akan datang, menjadi tua dan kematian adalah tidak dapat dihindari; dikarenakan tidak adanya penghindaran dari noda-noda, itulah yang dinamakan orang bodoh. Ia saya namakan tidak bodoh, karena dirinya tidak dikotori oleh noda-noda batin yang menyebabkan kelahiran baru, menyebabkan kesusahan, matang dalam penderitaan, mengarah pada kelahiran di waktu yang akan datang, menjadi tua dan mati, telah ditinggalkan; dikarenakan dengan meninggalkan noda-noda batin, maka seseorang itu adalah tidak bodoh. Dalam diri Tathagata, noda-noda semacam itu yang menyebabkan kelahiran baru, seperti memberikan kesusahan, seperti menjadi matang di dalam penderitaan, mengarah pada kelahiran kembali di waktu yang akan datang, menjadi tua dan kematian, telah ditinggalkan, dipotong pada akarnya, dibuat seperti batang pohon palem, dibuat sedemikian rupa sehingga naluri untuk tumbuh kembali di waktu yang akan datang sudah tidak ada lagi. Sama seperti pohon palem yang ujungnya dipotong sehingga tidak bisa lagi tumbuh: demikian juga dalam diri Tathagata noda-noda yang mengotori. Yang menyebabkan kelahiran baru, memberikan kesusahan, matang dalam penderitaan dan mengarah pada kelahiran yang akan datang, menjadi tua dan kematian, telah ditinggalkan, dipotong hingga akarnya, dibuat seperti batang pohon palem, dibuat sedemikian rupa sehingga kemampuan untuk tumbuh lagi adalah suatu tidak mungkin"

  6. Ketika hal ini telah dikatakan, Saccaka Nigantaputta berkata:
    "Mengagumkan, Guru Gotama, bagus sekali, bagaimana, ketika Guru Gotama memiliki kata-kata pribadi yang ditujukan berkali-kali kepada dirinya sendiri, warna kulitnya menjadi cemerlang, dan warna kulit muka menjadi jelas, seperti (yang diharapkan) di dalam diri seorang Arahat Samma Sambuddha. Aku telah memiliki pengalaman berdebat dengan Purana Kassapa, ia memutarbalikkan pembicaraan, membiarkan pembicaraan menyimpang, menunjukkan amarah, benci dan kebengisan. Namun ketika Guru Gotama menyatakan kata-kata yang bersifat pribadi yang ditujukan berkali-kali kepada dirinya sendiri, warna kulit beliau menjadi cerah dan warna muka-Nya menjadi terang, seperti (yang diharapkan) di dalam diri seorang Arahat dan mencapai Penerangan Sempurna. Aku mempunyai pengalaman berdebat dengan Makkhali Gossala .... Ajita Kesakambali Kakuddha Kaccayana .... Sanjaya Belatthiputta .... Nigantha Nataputta, ia memutarbalikkan pembicaraan, membiarkan pembicaraan beralih, dan menunjukkan amarah, kebencian dan kebengisan. Tetapi ketika Guru Gotama menyatakan kata-kata pribadi yang ditujukan berkali-kali ditujukan kepada diri-Nya sendiri, warna kulit beliau menjadi cerah dan warna kulit muka menjadi terang, seperti (yang diharapkan) di dalam diri seorang Arahat dan mencapai Penerangan Sempurna. Guru Gotama, sekarang kita berpisah; kami sangat sibuk dan banyak pekerjaan."

    "Sekarang adalah waktunya untuk kamu melakukan pekerjaan yang cocok bagimu, Aggivessana"

    Saccaka Niganthaputta menjadi puas, dan sangat senang atas kata-kata Sang Bhagava, ia bangkit dari duduknya dan pergi.