Wednesday, September 03, 2008

Maha Satipatthana Suttanta

MAHA SATIPATTHANA SUTTANTA
(LANDASAN KESADARAN)

(Sumber : Sutta Pitaka Digha Nikaya II,
Oleh : Team Penterjemah Kitab Suci Sutta Pitaka,

  1. Pada suatu ketika Sang Bhagava berada bersama suku Kuru, di Kammasadhana, sebuah kota niaga suku Kuru. Di sana Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu : "Para bhikkhu !"
    "Bhante," jawab para bhikkhu, maka Sang Bhagava bersabda : "Satu-satunya jalan para bhikkhu, untuk mensucikan makhluk-makhluk, untuk mengatasi kesedihan dan ratap tangis, untuk mengakhiri derita dan duka cita, untuk mencapai jalan benar, untuk mencapai Nibbana, yaitu empat landasan kesadaran. 1).
    Apakah yang empat itu ?
    • Di sini, dalam sejarah ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu terus-menerus melakukan pengamatan-jasmani terhadap jasmani 2), berusaha, sadar dan mengendalikan dirinya, telah mengatasi keserakahan dan kesedihan dalam dirinya.
    • Seorang bhikkhu terus menerus melakukan pengamatan perasaan terhadap perasaan 3), berusaha, sadar dan mengendalikan dirinya, telah mengatasi keserakahan dan kesedihan dalam dirinya.
    • Seorang bhikkhu terus-menerus melakukan pengamatan pikiran terhadap pikiran 4), berusaha, sadar dan mengendalikan dirinya, telah mengatasi keserakahan dan kesedihan dalam dirinya.
    • Seorang bhikkhu terus menerus melakukan pengamatan fenomena terhadap fenomena 5), berusaha, sadar dan mengendalikan dirinya, telah mengatasi keserakahan dan kesedihan dalam dirinya.

    1. Cattaro satipatthana, empat landasan untuk melatih dan mengembangkan kesadaran (Pali : sati, bhs Jawa : eling) sampai sempurna.
    2. Kaye Kayanupassi ; pengamatan jasmani adalah pengamatan yang ditujukan semata-mata terhadap jasmani untuk mengetahui hakekat yang sesungguhnya dari jasmani. Misalnya : teropong bintang, adalah teropong yang digunakan untuk mengamati bintang dan tidak untuk lainnya, pengamatan jasmani adalah pengamatan untuk jasmani saja, bukan pengamatan untuk perasaan, pikiran, atau fenomena alam lainnya.
    3. Penjelasannya sama dengan (2). vedanu vedannupassi
    4. Citte cittanupassi.

  2. Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu terus menerus melakukan pengamatan jasmani terhadap jasmani?

    Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu masuk hutan, atau pergi ke bawah sebatang pohon atau ke suatu tempat yang sunyi ; lalu ia duduk bersila dengan badan yang tegak dan senantiasa sadar terhadap yang dihadapinya, yaitu pernapasan.

    Dengan sadar ia menarik nafas, dengan sadar ia mengeluarkan nafas. Apabila menarik nafas yang panjang, ia menyadari : "Saya menarik nafas panjang," jika mengeluarkan nafas panjang, ia menyadari : "saya mengeluarkan nafas panjang". Jika menarik nafas pendek, ia menyadari : "saya menarik nafas pendek" jika mengeluarkan nafas pendek, ia menyadari : "saya mengeluarkan nafas pendek".

    Setelah mengetahui seluruh badan-nafas 1), "saya akan menarik nafas", demikian ia melatih diri. Setelah mengetahui seluruhnya badan-nafas. "Saya akan mengeluarkan nafas", demikian ia melatih diri.

    Menenangkan pernafasan, "Saya akan menarik nafas," demikian ia melatih diri menenangkan pernafasan, "saya akan mengeluarkan nafas," demikian ia melatih diri.

    Bagaikan seorang pembuat kendi yang ahli atau muridnya, sewaktu membuat putaran panjang, ia menyadari : "saya membuat putaran panjang" membuat putaran pendek, ia menyadari : "saya membuat putaran pendek."

    Demikian pula para bhikkhu, seorang bhikkhu menarik nafas panjang, ia menyadari : "saya menarik nafas panjang". Menarik nafas pendek, ia menyadari : "Saya menarik nafas pendek", mengeluarkan nafas pendek, ia menyadari "saya mengeluarkan nafas pendek".

    "Menyadari seluruh badan-nafas saya menarik nafas," demikian ia melatih diri. "menyadari seluruh badan nafas saya mengeluarkan nafas", demikianlah ia melatih diri.
    "Menenangkan tubuh pernafasan saya menarik nafas," demikian ia melatih diri. "Menenangkan tubuh-nafas saya mengeluarkan nafas," demikian ia melatih diri.

    Demikianlah ia melakukan pengamatan terhadap jasmani di dalam dirinya, ia melakukan pengamatan terhadap jasmani di luar dirinya, ia melakukan pengamatan jasmani di luar dan di dalam dirinya. Ia melakukan pengamatan terhadap proses timbulnya segala sesuatu di dalam jasmani, ia melakukan pengamatan proses lenyapnya segala sesuatu dalam jasmani, ia melakukan pengamatan proses timbul dan lenyapnya segala sesuatu dalam jasmani, atau bila ia sadar "ada jasmani", sebegitu jauh hanya sekedar pengetahuan dan untuk pengendalian diri, ia hidup bebas tidak melekat lagi pada apapun di dunia. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa terus-menerus melakukan pengamatan-jasmani terhadap jasmani.

  3. Selanjutnya, para bhikkhu, seorang bhikkhu ia berjalan, ia menyadari "saya berjalan", jika ia berdiri, ia menyadari "saya berdiri", jika ia duduk, ia menyadari "saya duduk". Jika ia berbaring, ia menyadari "saya berbaring" dan ia menyadari setiap gerak jasmaninya.

    Demikianlah ia melakukan pengamatan terhadap jasmani di dalam dirinya, ia melakukan pengamatan terhadap jasmani di luar dirinya. Ia melakukan pengamatan proses timbulnya segala sesuatu di dalam jasmani, ia melakukan pengamatan proses lenyapnya segala sesuatu dalam jasmaninya, ia melakukan pengamatan proses timbul dan lenyapnya segala sesuatu dalam jasmani, atau bila ia sadar "ada jasmani", sebegitu jauh hanya sekedar pengetahuan dan untuk pengendalian diri, ia hidup bebas tidak melekat lagi pada apapun di dunia.
    Demikianlah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa terus menerus melakukan pengamatan-jasmani terhadap jasmani.

  4. Selain itu, para bhikkhu, seorang bhikkhu sewaktu berjalan ke depan atau mundur, ia mengetahui dengan jelas; sewaktu ia melihat ke depan atau berpaling ke belakang, ia mengetahui dengan jelas; sewaktu ia membongkokkan badan atau meluruskan badan, ia mengetahui dengan jelas; sewaktu mengenakan jubah dan membawa mangkok, ia mengetahui dengan jelas; sewaktu makan, minum, mengunyah dan mengenyam, ia mengetahui dengan jelas; sewaktu buang air besar atau buang air kecil ia mengetahui dengan jelas; sewaktu berjalan, berdiri, duduk, berbaring, terjaga, berbicara dan berdiam diri, ia mengetahui dengan jelas.

    Demikianlah ia melakukan pengamatan terhadap dirinya sendiri, ia melakukan pengamatan jasmani di luar dirinya. Ia melakukan pengamatan proses timbulnya segala sesuatu dalam jasmani, ia melakukan pengamatan proses lenyapnya segala sesuatu dalam jasmani, ia melakukan pengamatan proses timbul dan tenggelamnya segala sesuatu dalam jasmani, atau bila ia sadar "ada jasmani", sebegitu jauh hanya sekedar pengetahuan dan untuk pengendalian diri, ia hidup bebas tidak melekat lagi pada apa pun di dunia.

  5. Selain itu, para bhikkhu, seorang bhikkhu terhadap jasmani, dari telapak kaki ke atas dan dari pucuk kepala ke bawah, yang terselubung kulit dan penuh kekotoran, ia merenungkan demikian :

    "Di dalam jasmani terdapat rambut, bulu, kuku, gigi, kulit, otot, tulang, sumsum, ginjal, jantung, hati, selaput otot, limpa, paru-paru, usus, selaput usus, makanan dalam lambung, tinja, empedu, getah lambung, nanah, darah, keringat, lemak, air-mata, minyak-kulit, ludah, ingus, cairan sendi dan air kemih."
    Laksana sebuah karung yang memiliki dua buah mulut dan penuh berisi biji-bijian, yaitu : sali, vihi, mugga, masa, tila, tandula; dan seorang yang matanya telah terlatih setelah membuka karung dan memeriksanya (berkata): ini sali, ini vihi, ini mugga, ini masa, ini tila, ini tandula."

    Demikianlah, para bhikkhu, seorang bhikkhu terhadap jasmani, dari telapak kaki ke atas dan dari puncak kepala ke bawah, yang terselubung kulit dan penuh kekotoran, merenungkan demikian :

    "Di dalam jasmani ini terdapat rambut, bulu, kuku, gigi, kulit, otot, urat, tulang, sumsum, ginjal, jantung, hati, selaput otot, limpa, paru-paru, usus, selaput usus, makanan dalam lambung, tinja, empedu, getah lambung, nanah, darah, keringat, lemak, air-mata, minyak-kulit, ludah, ingus, cairan sendi dan air kemih."

    Demikianlah ia melakukan pengamatan terhadap jasmani di dalam dirinya, ia melakukan pengamatan jasmani di luar dirinya. Ia melakukan pengamatan proses timbulnya segala sesuatu dalam jasmani, ia melakukan pengamatan proses timbul dan lenyapnya segala sesuatu dalam jasmani, atau bila ia sadar "ada jasmani", sebegitu jauh hanya sekedar pengetahuan dan pengendalian diri, ia hidup bebas tidak melekat lagi pada apapun di dunia.

  6. Selain itu, para bhikkhu, seorang bhikkhu merenungkan jasmani ini, yang bisa didiamkan dan digerakkan, sehubungan dengan unsur-unsurnya, demikian :

    "Terdapat empat unsur dalam jasmani ini : unsur tanah, unsur air, unsur panas dan angin."

    Seumpama seorang jagal atau pembantunya setelah menyembelih seekor sapi, dan kemudian duduk di perempatan jalan, lalu meletakkan potongan-potongan daging di setiap jalan. Demikian pula, seorang bhikkhu merenungkan jasmani ini, yang bisa didiamkan dan digerakkan, sehubungan dengan unsur-unsurnya, demikian : "Terdapat empat unsur dalam jasmani ini : unsur tanah, unsur air, unsur panas dan unsur angin."

    Demikianlah ia melakukan pengamatan terhadap jasmani di dalam dirinya, ia melakukan pengamatan jasmani di luar dirinya, ia melakukan pengamatan proses timbulnya segala sesuatu dalam jasmani, ia melakukan pengamatan proses lenyapnya segala sesuatu dalam jasmani, ia melakukan pengamatan proses timbul dan lenyapnya segala sesuatu dalam jasmani, atau bila ia sadar "ada jasmani", sebegitu jauh hanya sekedar pengetahuan dan pengendalian diri, ia hidup bebas tidak melekat lagi pada apapun di dunia.

  7. Selain itu, para bhikkhu, seorang bhikkhu jika melihat sesosok tubuh yang ditinggalkan di dalam sebuah lubang, (I) sudah menjadi mayat satu hari, dua hari, atau tiga hari; membengkak, membiru, hancur dan membusuk, ia memantulkan mayat tersebut terhadap dirinya sendiri; ia merenungkan :

    "Jasmaniku ini juga mempunyai sifat dan kodrat yang sama, tidak akan luput dari keadaan demikian."

    Demikianlah ia melakukan pengamatan terhadap jasmani di dalam dirinya, ia melakukan pengamatan jasmani di luar dirinya. Ia melakukan pengamatan proses timbulnya segala sesuatu dalam jasmani, ia melakukan pengamatan proses lenyapnya segala sesuatu dalam jasmani, ia melakukan pengamatan proses timbulnya dan lenyapnya segala sesuatu dalam jasmani, atau bila ia sadar "ada jasmani", sebegitu jauh hanya sekedar pengetahuan dan pengendalian diri, ia hidup bebas tidak melekat lagi pada apapun di dunia.

  8. Selain itu, ...., (II) sudah dikoyak-koyak oleh burung gagak, alap-alap atau burung nasar, oleh anjing atau anjing hutan; atau digerogoti oleh belatung, .... Demikianlah ia melakukan pengamatan...., ...., tidak melekat lagi pada apapun di dunia 1).

  9. Selain itu, ...., (III) sudah merupakan kerangka tulang belulang yang terangkai oleh otot-otot, dagingnya sudah lenyap dan berlumuran darah, ... Demikianlah ia melakukan pengamatan...., ...., tidak melekat lagi pada apapun di dunia 1).

  10. Selain itu, ...., (V) sudah merupakan tulang belulang, terangkat oleh otot-otot, tidak berdaging dan tidak dilumuri oleh darah lagi, .... Demikianlah ia melakukan pengamatan...., ...., tidak melekat lagi pada apapun di dunia 1).

  11. Selain itu, ...., (VI) sudah merupakan tulang belulang, yang tidak bersambungan, bercerai berai dan berserakan ke semua arah. Di sini tulang tangan, di sana tulang kaki, di sana tulang kering, di sana tulang paha, di sana tulang panggul, di sana tulang punggung, di sana tulang tengkorak .... Demikianlah ia melakukan pengamatan...., ...., tidak melekat lagi pada apapun di dunia 1).

  12. Selain itu, ...., (VII) sudah merupakan tulang belulang, yang sudah memutih menyerupai kulit kerang, .... Demikianlah ia melakukan pengamatan...., ...., tidak melekat lagi pada apapun di dunia 1).

  13. Selain itu, ...., (VIII) sudah merupakan tumpukan tulang yang sudah bertumpuk selama beberapa tahun, .... Demikianlah ia melakukan pengamatan...., ...., tidak melekat lagi pada apapun di dunia 1).

  14. Selain itu, para bhikkhu, seorang bhikkhu melihat sesosok tubuh dilemparkan ke dalam lubang, (IX) sudah merupakan tulang-tulang yang oleh karena hujan dan panas telah berubah menjadi tumpukan tulang lapuk dan menjadi debu, ia memantulkan mayat tersebut pada dirinya sendiri; ia merenungkan : Jasmaniku ini mempunyai sifat dan kodrat yang sama, tidak akan luput dari keadaan demikian.

    Demikianlah ia melakukan pengamatan terhadap jasmani dalam dirinya, ia melakukan pengamatan jasmani di luar dirinya. Ia melakukan pengamatan proses timbulnya segala sesuatu dalam jasmani, ia melakukan pengamatan proses lenyapnya segala sesuatu dalam jasmani, ia melakukan proses timbul dan lenyapnya segala sesuatu dalam jasmani, atau bila ia sadar "ada jasmani", sebegitu jauh hanya sekedar pengetahuan dan pengendalian diri, ia hidup bebas tidak melekat lagi pada apapun di dunia.

    Demikianlah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa terus menerus melakukan pengamatan-jasmani terhadap jasmani.

    1. Kalimat selengkapnya seperti alinea no. 7. Tanda () ditambahkan kemudian oleh penterjemah.

  15. Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa terus-menerus melakukan pengamatan-perasaaan terhadap perasaan ?

    Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu mengalami rasa yang menyenangkan, ia menyadari : "saya mengalami rasa menyenangkan." Jika ia mengalami rasa yang menyakitkan, ia menyadari : "saya mengalami rasa menyakitkan; kalau ia mengalami rasa yang bukan menyenangkan dan juga bukan tidak menyakitkan," ia menyadari : "aku mengalami rasa bukan menyenangkan dan juga bukan tidak menyenangkan" bila ia mengalami rasa rasa-keduniawian yang menyenangkan, ia menyadari : "saya mengalami rasa keduniawian yang menyenangkan,"; apabila ia mengalami ia rasa bukan-keduniawian yang tidak menyenangkan, ia menyadari : "saya mengalami rasa-bukan-keduniawian yang tidak menyenangkan"; atau jika ia mengalami rasa-keduniawian yang bukan menyenangkan dan juga tidak bukan-menyenangkan, ia menyadari : "saya mengalami rasa-keduniawian yang bukan menyenangkan dan juga bukan tidak-menyenangkan."

    Demikianlah ia senantiasa melakukan pengamatan terhadap perasaan di dalam dirinya, ia melakukan pengamatan terhadap perasaan di luar dirinya. Ia melakukan pengamatan proses timbulnya perasaan, ia melakukan pengamatan proses lenyapnya perasaan, ia melakukan pengamatan proses timbul dan lenyapnya perasaan, atau bila ia sadar "ada rasa", sebegitu jauh hanya sekedar pengetahuan dan untuk pengendalian diri, ia hidup bebas tidak melekat lagi pada apapun di dunia.
    Demikianlah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa terus-menerus melakukan pengamatan-perasaan terhadap perasaan.

  16. Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa terus menerus melakukan pengamatan-pikiran terhadap pikiran ?

    Dalam hal ini, para bhikkhu, bila pikirannya disertai hawa nafsu, ia menyadari : "pikiranku disertai hawa-nafsu"; jika pikirannya bebas dari hawa-nafsu, ia menyadari : "pikiranku bebas dari hawa-nafsu; atau pikirannya disertai kebencian, ia menyadari :"pikiranku disertai kebencian"; jika pikirannya bebas dari kebencian, ia menyadari:" pikiranku bebas dari kebencian"; Jika pikirannya disertai moha 1), ia menyadari : "pikiranku disertai moha"; bila pikirannya bebas dari moha, ia menyadari : "pikiranku bebas dari moha"; atau jika pikirannya teguh, ia menyadari : "pikiranku teguh"; jika pikiranku disertai keragu-raguan, ia menyadari: "pikiranku disertai keragu-raguan"; jika ia menyadari pikirannya berkembang, ia menyadari : "pikiranku berkembang"; atau pikirannya tidak berkembang, atau jika pikirannya luhur, ia menyadari :"pikiranku luhur"; atau pikirannya rendah, ia menyadari : "pikiranku rendah"; atau jika pikirannya terpusat, ia menyadari: "pikiranku terpusat", atau jika pikirannya kacau, ia menyadari : "pikiranku kacau" atau jika pikirannya bebas, ia menyadari : "pikiranku bebas"; atau jika pikirannya tidak bebas, ia menyadari : "pikiranku tidak bebas."

    Demikianlah ia senantiasa melakukan pengamatan terhadap pikirannya di dalam dirinya, ia melakukan pengamatan terhadap pikirannya di luar dirinya, ia melakukan pengamatan proses timbulnya pikiran, ia melakukan pengamatan proses lenyapnya pikiran, ia melakukan proses timbul dan lenyapnya pikiran, atau bila ia sadar "ada pikiran", sebegitu jauh hanya sekedar pengetahuan dan untuk pengendalian diri, ia hidup bebas tidak melekat lagi pada apapun di dunia.

    Demikianlah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa terus menerus melakukan pengamatan-pikiran terhadap pikiran.

    1. moha adalah ketidaktahuan mengenai hakekat yang sebenarnya dari fenomena alam sesungguhnya sehingga mempunyai pandangan salah (miccha-dittha). Sering diterjemahkan dengan Ketidak-tahuan; Kegelapan-batin; Kebodohan.

  17. Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa terus menerus melakukan pengamatan fenomena terhadap fenomena?

    Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa terus menerus melakukan pengamatan fenomena terhadap fenomena dalam aspek Lima Rintangan Kemajuan Rohani 1).

    Dan bagaimanakah seorang bhikkhu senantiasa terus menerus melakukan pengamatan fenomena terhadap fenomena yang berkenaan dengan Lima Rintangan Kemajuan Batin?

    Dalam hal ini, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu dalam dirinya terdapat keinginan pada kesenangan inderia 2), ia menyadari, ia merenungkan : "dalam diriku ada keinginan pada kesenangan inderia"; atau jika dalam dirinya tidak ada keinginan pada kesenangan inderia, dia menyadari, ia merenungkan :"dalam diriku tidak terdapat keinginan pada kesenangan inderia"; dan dia menyadari timbulnya keinginan pada kesenangan inderia demikian yang tidak ada sebelumnya; dia mengetahui juga bahwa dia telah melenyapkan keinginan pada kesenangan inderia yang telah timbul, dia mengetahui juga bahwa keinginan pada kesenangan inderia yang telah lenyap tidak akan timbul kembali di kemudian hari.

    Dalam hal ini para bhikkhu, jika seorang bhikkhu dalam dirinya terdapat itikat jahat 3) ...., Kegelisahan dan kekuatiran 4) ...., Keragu-raguan 5) ...

    Dalam hal ini, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu dalam dirinya terdapat kelesuan dan kemalasan 6), ia menyadarinya, merenungkan : "dalam diriku ada kemalasan dan kelesuan"; atau dalam dirinya tidak ada kemalasan dan kelesuan, ia menyadari, ia merenungkan : "dalam diriku tidak terdapat kemalasan dan kelesuan"; dan ia mengetahui timbulnya kemalasan dan kelesuan yang tidak ada sebelumnya, dia mengetahui juga bahwa kemalasan dan kelesuan yang telah lenyap tidak akan timbul kembali di kemudian hari.

    Demikianlah ia melakukan pengamatan terhadap fenomena di dalam dirinya, ia melakukan pengamatan proses timbulnya fenomena, ia melakukan pengamatan proses lenyapnya fenomena, ia melakukan pengamatan proses timbul dan lenyapnya fenomena, atau bila ia sadar "ada fenomena", sebegitu jauh hanya sekedar pengetahuan dan untuk pengendalian diri, ia hidup bebas tanpa melekat pada apapun di dunia.

    Demikianlah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa melakukan pengamatan fenomena terhadap fenomena dalam aspek Lima Rintangan Kemajuan Rohani.

    1. panca-nivarana
    2. kama-chanda.
    3. vyapada
    4. uddhacca kukhucca
    5. vicikicca
    6. thina-middha

  18. Dan selain itu, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa terus menerus melakukan pengamatan fenomena terhadap fenomena dalam aspek Lima Kelompok Kemelekatan *)
    Dan bagaimanakah, para bhikkhu, ia melakukan pengamatan terhadap Lima Kelompok Kemelekatan?
    Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu merenungkan :

    Demikianlah jasmani 1), demikianlah timbulnya, demikianlah lenyapnya; demikianlah perasaan 2), demikianlah timbulnya, demikianlah lenyapnya, demikianlah pencerapan 3), demikianlah timbulnya, demikianlah lenyapnya; demikianlah pikiran 4), demikianlah timbulnya, demikianlah lenyapnya; demikianlah kesadaran 5), demikianlah timbulnya, demikianlah lenyapnya.

    Demikianlah ia senantiasa melakukan pengamatan terhadap fenomena di dalam dirinya, ia melakukan pengamatan terhadap fenomena di luar dirinya, ia melakukan pengamatan proses timbulnya fenomena, ia melakukan pengamatan lenyapnya fenomena, ia melakukan pengamatan proses timbul dan lenyapnya fenomena, atau bila ia sadar : "ada fenomena", sebegitu jauh hanya sekedar pengetahuan dan untuk pengendalian diri ia hidup bebas tidak terikat lagi pada apapun di dunia.

    Demikianlah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa melakukan pengamatan fenomena terhadap fenomena dalam aspek Lima Kelompok Kemelekatan.

    *) panca-upadanakkhandha
    1). rupa
    2). vedana
    3). sanna
    4). sankhara
    5). vinnana

  19. Dan selain itu, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa melakukan pengamatan fenomena terhadap fenomena dalam aspek Enam Landasan Indria dalam dan luar 1).
    Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa melakukan pengamatan terhadap Enam Landasan Indriya dalam dan luar ?
  1. Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu menyadari (I) indriya penglihatan, ia menyadari obyek penglihatan, dan juga menyadari setiap belenggu 2) yang timbul dari kedua hal tersebut; dan juga ia menyadari timbulnya belenggu yang belum ada sebelumnya; dan juga ia menyadari lenyapnya belenggu yang telah timbul, dan ia menyadari belenggu yang telah dilenyapkan tidak akan timbul di masa yang mendatang.

    Dalam hal ini, .... (II) menyadari indriya pendengar, ia menyadari suara, ... 3), ..., (III) menyadari indriya pembauan, ia menyadari bau-bauan, ...3), ..., (IV) menyadari indriya pengecapan, ia menyadari rasa, ..., ...(V) menyadari indriya badan, ia menyadari sesuatu yang dapat disentuh dengan badan, ...3).

    Dalam hal ini para bhikkhu, seorang bhikkhu menyadari (VI) indriya pemikiran, ia menyadari obyek pikiran, dan menyadari setiap belenggu dari kedua hal tersebut; dan juga menyadari timbulnya belenggu yang belum ada sebelumnya; dan juga ia menyadari lenyapnya belenggu yang telah timbul dan ia menyadari belenggu yang telah dilenyapkan itu tidak timbul kembali di masa yang akan datang.

    Demikianlah ia senantiasa melakukan pengamatan terhadap fenomena di dalam dirinya, ia melakukan pengamatan terhadap fenomena di luar dirinya, ia melakukan pengamatan proses timbulnya fenomena, ia melakukan pengamatan proses lenyapnya fenomena, ia melakukan pengamatan timbul dan lenyapnya fenomena, atau bila ia sadar "ada fenomena", sebegitu jauh hanya sekedar pengetahuan dan untuk pengendalian diri, ia hidup bebas tidak terikat lagi pada apapun di dunia.

    Demikianlah para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa melakukan pengamatan fenomena terhadap fenomena dalam aspek Enam Landasan Indriya dalam dan luar.

    1. chasu ajjhattika-bahiresu ayatanesu
    2. samjojjhana.
    3. kalimat selengkapnya seperti alinea no. 15a. tanda ( ) ditambahkan oleh penterjemah.

  2. Dan selain itu, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa melakukan pengamatan fenomena terhadap fenomena dalam aspek Tujuh Unsur Penerangan Sempurna 1).

    Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa melakukan pengamatan fenomena terhadap fenomena dalam aspek Tujuh Unsur Penerangan Sempurna?

    Dalam hal ini, para bhikkhu, jika dalam diri seorang bhikkhu ada Kesadaran (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna 2), ia menyadari : "ada kesadaran (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna dalam diriku," bila tidak ada kesadaran (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna dalam dirinya, ia menyadari : "tidak ada Kesadaran (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna dalam diriku." Dia menyadari bagaimana timbulnya kesadaran (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna yang tidak ada sebelumnya, ia menyadari bagaimana Kesadaran (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna yang telah timbul itu berkembang sepenuhnya.

    ....(II) ada Penelitian terhadap Rohani-Jasmani (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna, 3) .... timbulnya Penelitian Terhadap Rohani-Jasmani (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna, ...bagaimana Penelitian Terhadap Rohani-Jasmani (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna berkembang sepenuhnya.

    ....(III) ada Semangat (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna, 4) .... timbulnya Semangat (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna, ...bagaimana Semangat (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna berkembang sepenuhnya.

    ....(IV) ada Gerak (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna, 5) .... timbulnya Gerak (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna, ...bagaimana Gerak (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna berkembang sepenuhnya.

    ....(V) ada Ketentraman (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna, 6) .... timbulnya Ketentraman (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna, ...bagaimana Ketentraman (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna berkembang sepenuhnya.

    ....(VI) ada Konsentrasi (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna, 7) .... timbulnya Konsentrasi (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna, ...bagaimana Konsentrasi (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna berkembang sepenuhnya.

    1). sattasu bojjhangesu
    2). sati-sambhojjhanga
    3). dhammavicaya-sambojjhanga
    4). viroya-sambhojjhanga
    5). piti-sambhojjhanga
    6). passadhi-sambhojjhanga
    7). samadhi-sambhojjhanga

    Dalam hal ini, para bhikkhu, jika dalam diri seorang bhikkhu ada kesetimbangan (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna 1), ia menyadari : "ada kesetimbangan (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna dalam diriku," jika tidak ada Kesetimbangan (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna dalam dirinya, ia menyadari : "tidak ada Kesetimbangan (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna dalam diriku."

    Dia menyadari bagaimana timbulnya kesetimbangan (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna yang tidak ada sebelumnya, ia menyadari bagaimana kesetimbangan (yang merupakan) Unsur Penerangan Sempurna yang telah timbul itu telah berkembang sepenuhnya.

    Demikianlah ia senantiasa melakukan pengamatan terhadap fenomena di dalam dirinya, ia melakukan pengamatan proses timbulnya fenomena, ia melakukan pengamatan proses lenyapnya fenomena, ia melakukan pengamatan proses timbul dan lenyapnya fenomena, atau jika ia sadar "ada fenomena", sebegitu jauh hanya sekedar pengetahuan dan untuk pengendalian diri, ia hidup bebas tidak melekat lagi di dunia.

    Demikianlah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa melakukan pengamatan fenomena terhadap fenomena dalam aspek Tujuh Unsur Penerangan Sempurna.

  3. Selain itu, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa melakukan pengamatan fenomena terhadap fenomena dalam aspek Empat Kesunyataan Suci.
    Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa melakukan pengamatan fenomena terhadap fenomena dalam aspek Empat Kesunyataan Suci?

    Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu menyadari : "ini dukkha" 2); ia menyadari : "inilah sebab dari dukkha"; ia menyadari: "inilah lenyapnya dukkha"; ia menyadari: "inilah jalan menuju lenyapnya dukkha."

  4. Dan apakah, para bhikkhu, Kesunyataan Suci Tentang Dukkha?
    Kelahiran adalah dukkha, menjadi tua adalah dukkha, kematian adalah dukkha, kesedihan adalah dukkha, keluh-kesah adalah dukkha, penderitaan, kesengsaraan, putus asa adalah dukkha, tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah dukkha, singkatnya Lima Kelompok Kemelekatan 3) adalah dukkha.

    Dan apakah, para bhikkhu, yang disebut kelahiran ?
    Kelahiran adalah terbentuknya, timbul dalam wujud baru, timbulnya kelompok-kelompok kemelekatan 4), terdapatnya indria-indria pada waktu ini atau itu, atau kelompok makhluk ini atau itu. Inilah yang disebut kelahiran.

    Dan apakah, para bhikkhu, yang disebut menjadi tua ?
    Menjadi tua adalah lapuk, jompo, berderai, beruban, berkeriput, berkurangnya jangka waktu hidup, lumpuhnya kemampuan indria dari makhluk ini atau itu, atau kelompok makhluk ini atau itu. Inilah yang disebut menjadi tua.

    Dan apakah, para bhikkhu, yang disebut kematian ?
    Kematian adalah terhentinya proses kehidupan (yang terjadi pada setiap alam kelahiran), meninggalkan (suatu alam kelahiran), hancur, hilangnya, mati, meninggal, habisnya jangka waktu hidup, leburnya kelompok-kelompok kemelekatan, terbaringnya jasmani, makhluk ini atau itu. Inilah yang disebut kematian.

    Dan apakah, para bhikkhu, yang disebut Kesedihan (soka)?
    Kesedihan adalah keadaan sengsara, sakit hati dan yang menyebabkan sakit, dukacita, keadaan yang menyedihkan yang terpendam pada seseorang yang dirundung kemalangan atau yang semacamnya, dukacita seseorang yang terpukul oleh berbagai kemalangan. Inilah yang disebut kesedihan.

    Dan apakah, para bhikkhu, yang disebut keluh-kesah (parideva)?
    Keluh kesah adalah perbuatan mengeluh, dalam keadaan mengeluh, ratapan, penyesalan seseorang yang dihinggapi oleh berbagai kemalangan. Inilah yang dikatakan keluh-kesah.

    Dan apakah, para bhikkhu, yang dikatakan penderitaan (dukkha)?
    Penderitaan adalah rasa sakit yang dialami jasmani, sakit jasmaniah, sakit jasmaniah yang disebabkan oleh tersentuhnya jasmani, jasmani yang diliputi hal yang menyakitkan. Inilah yang disebut penderitaan.

    Dan apakah, para bhikkhu, yang dikatakan duka cita (somanassa)?
    Sakit yang dirasakan oleh batin, sakit batiniah, sakit batiniah yang disebabkan oleh hati yang tersinggung, batin yang diliputi oleh yang menyakitkan. Inilah yang disebut duka cita.

    Dan apakah, para bhikkhu, yang dikatakan putus asa (upayasa)?
    Putus asa adalah peristiwa patah hati dan dalam keadaan patah hati, sedang dalam patah semangat pada orang yang sedang dihinggapi oleh berbagai kemalangan. Inilah yang dikatakan putus asa.

    Dan apakah, para bhikkhu, yang dikatakan dukkha karena tidak memperoleh apa yang diinginkan?

    Makhluk yang seharusnya terlahir kembali, berkeinginan demikian : Ah, jika kita tidak terlahir, jika kita dapat menghindari kelahiran ! Keinginan ini tidak terkabul. Inilah yang dikatakan dukkha karena tidak memperoleh sesuatu yang diinginkan.

    Makhluk yang seharusnya menjadi tua, berkeinginan demikian : Ah, jika kita tidak menjadi tua, jika kita dapat menghindari ketuaan ! Keinginan ini tidak terkabul. Inilah yang dikatakan dukkha karena tidak memperoleh apa yang diinginkan.

    Makhluk yang seharusnya mengalami kematian, berkeinginan demikian : Ah, jika kita tidak mati, jika kita dapat menghindari kematian ! Keinginan ini tidak terkabul. Inilah yang dikatakan dukkha karena tidak memperoleh apa yang diinginkan.

    1. Upekkha-sambhojjhanga
    2. Dukkha adalah rasa yang tidak menyenangkan yang timbul karena ketidaktahuan tentang hakekat segala sesuatu dalam alam ini yang tidak kekal dan selalu berubah.
    3. Pancupadanakkhanda
    4. Khanda

    Makhluk yang seharusnya mengalami kesedihan, keluh kesah, penderitaan, kesengsaraan, putus asa, berkeinginan demikian : Ah, jika kita tidak mengalami kesedihan, keluh kesah, penderitaan, kesengsaraan, putus asa, jika kita dapat menghindari mereka ! Keinginan ini tidak terkabul. Inilah yang dikatakan dukkha karena tidak memperoleh apa yang diinginkan.

    Dan apakah, para bhikkhu, yang dikatakan lima kelompok yang timbul karena kemelekatan 1) ? Mereka adalah Kelompok Jasmani, Kelompok Perasaan, Kelompok Pencerapan, Kelompok Kehendak, dan Kelompok Kesadaran 2). Inilah yang dikatakan lima kelompok yang timbul karena kemelekatan yang berhubungan dengan dukkha.

  5. Dan apakah, para bhikkhu, yang dikatakan Kesunyataan Suci Tentang Asal Dukkha?

    Tanha 3) yang mempunyai kekuatan menyebabkan kelahiran kembali, disertai keinginan pada kesenangan indria yang mencari kepuasan ke sana ke mari, yaitu : keinginan pada kesenangan indria 4), keinginan untuk terlahir kembali 5), keinginan untuk lenyap 6).

    1. pancupadanakkhanha
    2. rupupadanakkhandha, vedanupadanakkhandha, sannupadanakkhandha, samkharupadanakkhandha dan vinnanupadanakkhandha.
    3. keinginan yang membawa kelahiran kembali
    4. kamachanda
    5. bhavatanha
    6. vibhavatanha

    Keinginan yang membawa kelahiran kembali, para bhikkhu, dari manakah ia timbul, dimanakah ia bersarang ?
    Di dalam fenomena alam yang kita sayangi, yang menyenangkan. Dari sanalah (tanha) itu timbul, di sanalah ia bersarang.
    Fenomena alam manakah yang kita sayangi, yang manakah yang menyenangkan ?
    Indria penglihatan adalah fenomena alam yang kita sayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang.
    Indria pendengaran ..., Indria pembauan ..., Indria pengecap ..., Indria persentuhan 1). Indria pikiran adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang.
    Segala sesuatu yang terlihat adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang. Segala sesuatu yang terdengar ..., Segala sesuatu yang terbau ..., Segala sesuatu terasa oleh lidah ..., segala sesuatu yang tersentuh oleh badan ..., Segala sesuatu yang teringat kembali adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang.
    Kesadaran yang timbul melalui Indria penglihatan adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang. Kesadaran yang timbul melalui indria pendengar ..., Kesadaran yang timbul melalui indria pembau ..., Kesadaran yang timbul melalui indria pengecapan ..., Kesadaran yang timbul melalui indria persentuhan badan ..., Kesadaran yang timbul melalui indria pemikiran adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang.

    Kontak yang timbul melalui indria penglihatan adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang.
    Kontak yang timbul melalui indria pendengar ..., Kontak yang timbul melalui indria pembauan ..., Kontak yang timbul melalui indria pengecapan ..., Kontak yang timbul melalui indria persentuhan badan ..., Kontak yang timbul melalui indria pemikiran adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang.

    Perasaan yang timbul melalui indria penglihatan adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang.
    Perasaan yang timbul melalui indria pendengar ..., Perasaan yang timbul melalui indria pembauan ..., Perasaan yang timbul melalui indria pengecapan ..., Perasaan yang timbul melalui indria persentuhan badan ..., Perasaan yang timbul melalui indria pemikiran adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang.

    Kenangan 1) yang timbul melalui indria penglihatan adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang.
    Kenangan yang timbul melalui indria pendengar ..., Kenangan yang timbul melalui indria pembau ..., Kenangan yang timbul melalui indria pengecapan ..., Kenangan yang timbul melalui indria persentuhan badan ..., Kenangan yang timbul melalui indria pemikiran adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang.

    Kehendak 2) yang timbul karena sesuatu yang dilihat adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang.
    Kehendak yang timbul karena sesuatu yang terdengar ..., Kehendak yang timbul karena sesuatu yang terbau ..., Kehendak yang timbul karena sesuatu yang terasa oleh lidah ..., Kehendak yang timbul karena sesuatu yang tersentuh oleh badan..., Kehendak yang timbul karena sesuatu yang teringat kembali adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang.

    Tanha yang timbul karena sesuatu yang terlihat adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang.
    Tanha yang timbul karena sesuatu yang terdengar ..., Tanha yang timbul karena sesuatu yang terbau ..., Tanha yang timbul karena sesuatu yang terasa oleh lidah ..., Tanha yang timbul karena sesuatu yang tersentuh oleh badan..., Tanha yang timbul karena sesuatu yang terkenang kembali adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang.

    Tertujunya pikiran 3) kepada yang dilihat adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang. Tertujunya pikiran pada sesuatu yang terdengar ..., Tertujunya pikiran kepada sesuatu yang terbau ..., Tertujunya pikiran terhadap sesuatu yang terasa oleh lidah ..., Tertujunya pikiran kepada sesuatu yang tersentuh oleh badan..., Tertujunya pikiran kepada sesuatu yang terkenang kembali adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang.

    Tertambatnya pikiran 4) pada sesuatu yang terlihat adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang. Tertambatnya pikiran pada sesuatu yang terdengar ..., Tertambatnya pikiran pada sesuatu yang terbau ..., Tertambatnya pikiran pada sesuatu yang terasa oleh lidah ..., Tertambatnya pikiran pada sesuatu yang tersentuh oleh badan..., Tertambatnya pikiran pada sesuatu yang terkenang kembali adalah fenomena alam yang disayangi, yang menyenangkan. Di sanalah (tanha) timbul, di sanalah ia bersarang.

    Demikianlah para bhikkhu, yang dikatakan kesunyataan suci asal dukkha.

    1). sanna
    2). sancetana
    3). vittaka
    4). vicara

  6. Dan apakah, para bhikkhu, Kesunyataan Tentang Lenyapnya Dukkha ?
    Lenyapnya sama sekali, menjauhi, meninggalkan, melepaskan bebas dari tanha.
    Tetapi sekarang, para bhikkhu, dimanakah ia dilenyapkan ? Dimanakah ia lenyap ? Di manakah ia menghilang ?
    Di dalam fenomena alam yang disenangi, yang disayangi di sanalah tanha ini dilenyapkan, di sanalah ia menghilang.
    Apakah di dunia ini yang disenangi, yang menyenangkan ?
    Indria penglihatan adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah tanha ini dilenyapkan, di sinilah ia menghilang. Indria pendengaran .... Indria pembauan .... Indria pengecapan .... Indria persentuhan badan .... Indria pemikiran adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang.

    Sesuatu yang terlihat adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang. Sesuatu yang terdengar .... Sesuatu yang terbau .... Sesuatu yang terasa oleh lidah .... Sesuatu yang tersentuh oleh badan .... Sesuatu yang terkenang kembali adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang.

    Kesadaran yang timbul karena penglihatan adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang. Kesadaran yang timbul karena pendengaran .... Kesadaran yang timbul karena pembauan .... Kesadaran yang timbul karena pengecapan .... Kesadaran yang timbul karena sentuhan badan .... Kesadaran yang timbul karena gambaran pikiran adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang.

    Kontak melalui indria penglihatan adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang. Kontak melalui indria pendengaran .... Kontak melalui indria pembauan .... Kontak melalui indria pengecapan .... Kontak melalui indria persentuhan badan .... Kontak melalui indria pemikiran adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang.

    Perasaan yang timbul karena kontak indria penglihatan adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang. Perasaan yang timbul karena kontak indria pendengaran .... Perasaan yang timbul karena kontak indria pembauan .... Perasaan yang timbul karena indria pengecapan .... Perasaan yang timbul karena kontak indria persentuhan badan .... Perasaan yang timbul karena kontak indria pemikiran adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang.

    Mengenali kembali sesuatu yang terlihat adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang. Mengenali kembali sesuatu yang terdengar .... Mengenali kembali sesuatu yang terbau .... Mengenali kembali sesuatu yang terasa oleh lidah .... Mengenali kembali sesuatu yang tersentuh oleh badan .... Mengenali kembali sesuatu yang terbayang kembali adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah Tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang.

    Kehendak terhadap sesuatu yang terlihat adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah Tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang. Kehendak terhadap sesuatu yang terdengar .... Kehendak terhadap sesuatu yang terbau .... Kehendak terhadap sesuatu yang terasa oleh lidah .... Kehendak terhadap sesuatu yang tersentuh oleh badan .... Kehendak terhadap sesuatu yang terbayang kembali adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah Tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang.

    Tanha terhadap sesuatu yang terlihat adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang. Tanha terhadap sesuatu yang terdengar .... Tanha terhadap sesuatu yang terbau .... Tanha terhadap sesuatu yang terasa oleh lidah .... Tanha terhadap sesuatu yang tersentuh oleh badan .... Tanha terhadap sesuatu yang terbayang kembali adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang.

    Gairah terhadap sesuatu yang terlihat adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang. Gairah terhadap sesuatu yang terdengar .... Gairah terhadap sesuatu yang terbau .... Gairah terhadap sesuatu yang terasa oleh lidah .... Gairah terhadap sesuatu yang tersentuh oleh badan .... Gairah terhadap sesuatu yang terbayang kembali adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang.

    Tertambatnya pikiran pada sesuatu yang terlihat adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang. Tertambatnya pikiran pada sesuatu yang terdengar .... Tertambatnya pikiran pada sesuatu yang terbau .... Tertambatnya pikiran pada sesuatu yang terasa oleh lidah .... Tertambatnya pikiran pada sesuatu yang tersentuh oleh badan .... Tertambatnya pikiran pada sesuatu yang terbayang kembali adalah fenomena alam yang disenangi, yang menyenangkan. Di sinilah tanha dilenyapkan, di sinilah ia menghilang.

    Inilah para bhikkhu, yang dikatakan Kesunyataan Tentang Lenyapnya Dukkha.

  7. Dan apakah, para bhikkhu, Jalan Suci Yang Menuju Lenyapnya Dukkha ?
    Jalan Suci berunsur Delapan, yaitu : Pandangan Benar, Pikiran Benar, Perkataan Benar, Perbuatan Benar, Penghidupan Benar, Usaha Benar, Kesadaran Benar dan Semadi Benar.

    Dan apakah, para bhikkhu, pandangan benar ?
    Para bhikkhu, pengetahuan tentang Dukkha, pengetahuan tentang Asal dukkha, pengetahuan tentang Lenyapnya Dukkha, pengetahuan tentang Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha, inilah yang dikatakan Pandangan Benar.

    Dan apakah, para bhikkhu, Pikiran Benar ?
    Meninggalkan keduniawian, tidak beritikat jahat dan tidak menyakiti. Inilah yang dikatakan Pikiran Benar.
    Dan apakah, para bhikkhu, Ucapan Benar ?
    Tidak melakukan; berkata tidak benar, berkata kasar, memaki-maki, dan pembicaraan yang tidak berguna. Inilah yang dikatakan Ucapan Benar?

    Dan apakah, para bhikkhu, Perbuatan Benar ?
    Tidak melakukan pembunuhan, tidak mengambil yang tidak diberikan, tidak memuaskan nafsu indria secara salah. Inilah yang dikatakan Perbuatan Benar?

    Dan apakah, para bhikkhu, Penghidupan Benar ?
    Dalam hal ini, para bhikkhu, siswa yang mulia setelah meninggalkan penghidupan yang salah mencukupi kebutuhannya dengan penghidupan benar.

    Dan apakah, para bhikkhu, Usaha Benar ?
    Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu berusaha mencegah kejahatan dan keadaan yang tidak baik yang belum ada dalam dirinya untuk timbul, untuk itu ia kerahkan tenaganya, ia kuatkan hatinya. Dia berusaha melenyapkan kejahatan dan segala sesuatu yang tidak baik yang telah ada dalam dirinya, untuk itu ia kerahkan tenaganya, ia kuatkan hatinya. Dia berusaha menimbulkan kebaikan dan segala sesuatu yang baik yang belum ada pada dirinya, untuk itu ia kerahkan tenaganya, ia kuatkan hatinya. Segala kebaikan yang telah ada pada dirinya berlangsung terus, semoga tidak berkurang, semoga berlipat ganda, tumbuh mekar, berkembang mencapai kesempurnaan, untuk itu ia berdaya upaya, ia kerahkan tenaganya, ia kuatkan pikirannya. Inilah yang dikatakan usaha benar.

    Dan apakah, para bhikkhu, Kesadaran Benar?
    Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa terus menerus melakukan pengamatan jasmani terhadap jasmani, berusaha, sadar dan mengendalikan dirinya telah mengatasi keserakahan dan kesedihan dalam dirinya, seorang bhikkhu senantiasa terus menerus melakukan pengamatan perasaan terhadap perasaan, berusaha, sadar dan mengendalikan dirinya, telah mengatasi keserakahan dan kesedihan dalam dirinya; seorang bhikkhu senantiasa terus menerus melakukan pengamatan pikiran terhadap pikiran, berusaha, sadar dan mengendalikan dirinya, telah mengatasi keserakahan dan kesedihan dalam dirinya; seorang bhikkhu senantiasa terus menerus melakukan pengamatan fenomena terhadap fenomena, berusaha, sadar dan mengendalikan dirinya, telah mengatasi keserakahan dan kesedihan dalam dirinya. Inilah yang dikatakan kesadaran benar.

    Dan apakah, para bhikkhu, Semadi Benar ?
    Dalam hal ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu jauh dari hawa nafsu, jauh dari perbuatan yang tidak baik dengan pengarahan pikiran 1) dan penambatan pikiran pada obyek semadi 2), penuh dengan Gairah 3) dan kebahagiaan 4) yang timbul karena Ketenangan 5) ia mencapai dan berada dalam jhana pertama 6), disertai Gairah dan kebahagiaan. Di dalam dirinya (yang telah) terdapat ketenangan yang timbul dari terpusatnya pikiran, tidak diperlukan (lagi) pengarahan pikiran dan penambatan pikiran pada obyek semadhi untuk mencapai pemusatan pikiran. Tanpa pengarahan pikiran dan penambatan pikiran pada obyek semadhi ia mencapai dan berada dalam Jhana Kedua, disertai gairah dan kebahagiaan. Selanjutnya dengan membebaskan diri dari gairah, berada dalam ketenangan, dengan sadar dan penuh pengendalian diri, merasakan dalam dirinya seperti yang dikatakan oleh para Suci : "Dia yang berada dalam ketenangan dan sadar, berada dalam kebahagiaan." Demikianlah ia mencapai dan berada dalam Jhana Ketiga.

    1. vittaka
    2. vicara
    3. piti
    4. viveka
    5. ketenangan yang timbul karena batin bebas dari rongrongan hawa nafsu indria
    6. suatu tingkat pemusatan pikiran

    Selanjutnya dengan pembebasan diri dari rasa senang dan rasa tidak senang jasmaniah, dengan lenyapnya rasa senang dan rasa tidak senang batiniah 1), dia mencapai dan berada dalam Jhana Keempat, (satu) pemusatan pikiran yang timbul dari kesadaran murni (sati) dan keseimbangan batin (upekha), dimana tidak dirasakan lagi kesenangan dan kemurungan. Inilah yang dikatakan Samadhi Benar.

    Inilah para bhikkhu, yang dikatakan Jalan Suci Yang Menuju Lenyapnya Dukkha.

    Demikianlah ia senantiasa melakukan pengamatan terhadap fenomena di dalam dirinya, ia melakukan pengamatan proses timbulnya fenomena, ia melakukan pengamatan proses lenyapnya fenomena, ia melakukan pengamatan proses timbul dan lenyapnya fenomena, atau bila ia sadar "ada fenomena", sebegitu jauh hanya sekedar pengetahuan dan untuk pengendalian diri, ia hidup bebas tidak melekat lagi pada apapun di dunia.

    Demikianlah, para bhikkhu, seorang bhikkhu senantiasa terus menerus melakukan pengamatan fenomena terhadap fenomena dalam aspek Empat Kesunyataan Suci.

  8. Para bhikkhu, siapa saja yang melaksanakan Empat Landasan Kesadaran untuk tujuh tahun, salah satu dari dua pahala yang dapat diharapkan dalam penghidupan sekarang, yaitu tercapainya Pengetahuan Tertinggi 2) atau jika masih terlahir akan mencapai anagami.

    Atau, jangankan tujuh tahun, para bhikkhu, siapa saja yang melaksanakan Empat Landasan Kesadaran ini hanya untuk enam tahun ..., untuk lima tahun ..., untuk empat tahun ...., untuk tiga tahun ..., untuk hanya dua tahun, dalam dirinya dapat diharapkan salah satu dari dua pahala ini, yaitu dalam kehidupan ini tercapainya Pengetahuan Tertinggi atau jika masih terlahir lagi akan mencapai anagami.

    Atau, jangankan satu tahun, para bhikkhu, Empat Landasan Kesadaran ini untuk enam bulan, atau untuk lima bulan, atau untuk empat bulan, atau untuk tiga bulan, atau untuk dua bulan atau untuk satu bulan, atau hanya setengah bulan saja dalam dirinya dapat diharapkan salah satu dari pada dua pahala ini, yaitu tercapainya Pengetahuan Tertinggi atau jika masih terlahir lagi akan mencapai anagami.

    Atau, jangankan setengah bulan, para bhikkhu, siapa saja yang melaksanakan Empat Landasan Kesadaran ini untuk tujuh hari, dalam dirinya dapat diharapkan salah satu dari pada dua pahala ini, yaitu dalam kehidupan ini tercapai Pengetahuan Tertinggi atau jika terlahir lagi akan mencapai anagami.

    Atas dasar ini dikatakan :
    Satu-satunya jalan, para bhikkhu, untuk mensucikan makhluk-makhluk, untuk mengatasi kesedihan dan ratap tangis, untuk mengakhiri derita dan duka cita, untuk mencapai jalan benar, untuk mencapai Nibbana, yaitu Empat Landasan Kesadaran.

    Demikianlah sabda Sang Bhagava, para bhikkhu merasa senang dan bergembira atas apa yang dibabarkan oleh Sang Bhagava.

    1). somanassa-domanassa
    2). anna, salah satu dari sekian banyaknya sebutan untuk Arahat.

No comments: